“kalau begitu, malam ini juga, pulangkan aku ke orang tuaku, bersama orang tuamu. Kembalikan aku dengan baik-baik, ... seperti ketika orang tuamu memintaku untuk menjadi istrimu, menggantikan Lia.”
Episode 6 : Bian yang Berubah
Terhitung sejak pagi itu, pagi di hari pertama setelah menikah, semenjak kata talak terucap dari Bian, hari-hari Fina menjadi diselimuti kerisauan. Kegamangan hati Fina tak kunjung usai.
Terlebih, semenjak hari itu juga, selama tujuh hari terakhir, Bian justru tidak pernah pulang. Pesan berikut telepon yang Fina lakukan pada pria itu juga tidak ada yang direspons. Sungguh, Bian sangat berubah. Pria itu tak ubahnya pecundang yang sengaja mempermainkan Fina berikut pernikahan mereka. Pecundang yang bahkan lebih kejam dari Ipul yang juga semakin gencar menyerempet Fina, ketika Fina terpaksa berjalan kaki sepulang mengajar dari sekolah lantaran tidak ada yang menjemput.
Semenjak menikah, hari-hari indah yang seharusnya Fina dapatkan justru tidak pernah ada bahkan meski hanya dalam bayangan atau malah mimpi. Semuanya, ... benar-benar membuat Fina takut. Bukan karena Fina tak bisa mendapatkan cinta dari suaminya sendiri yang bahkan merupakan sahabatnya, melainkan mengenai kesehatan orang tuanya khususnya Raswin. Raswin yang kerap menanyakan kabar Bian berikut hubungan Fina dan Bian, mengingat kepergian Bian yang menetap di bengkel memang diketahui oleh orang-orang dan bahkan sudah menjadi bahan gosip hangat di desa mereka.
Menurut cerita dari Rina, semenjak Fina menikah, Raswin jadi sulit tidur selain jadi sering vertigo bahkan batuk-batuk.
***
Sepulang mengajar, hari ini Fina sengaja menyusul Bian ke bengkel yang letaknya memang cukup jauh dari rumah maupun sekolah. Jadi, Fina sengaja naik ojek karena Fina sendiri sengaja menutupi ketidakberesan hubungannya dengan Bian.
Bahkan jika orang tua Bian menanyakan kabar Bian pada Fina, Fina akan mengatakan hal-hal yang baik. Pun meski hampir di setiap malam setelah pernikahannya, Fina selalu terjaga menunggu kepulangan Bian. Fina akan duduk di kusen jendela kamar Bian sambil menatap ke sumber kedatangan dengan harapan, Bian akan segera pulang.
Pun dengan ponsel yang terus Fina genggam dengan harapan, dering balasan pesan dari Bian segera Fina dapatkan. Atau malah, Bian menelepon dan menanyakan keadaan Fina. Fina tidak menuntut sikap manis dari Bian layaknya pasangan pengantin baru pada kebanyakan. Cukup Bian yang seperti dulu. Bian yang ceplas-ceplos dan tak pernah sungkan kepada Fina. Jangan malah mendiamkan tanpa kepastian seperti sekarang, semenjak pernikahan mereka.
Terhitung setelah setengah jam perjalanan menggunakan ojek, akhirnya Fina sampai di bengkel Bian. Bengkel Bian yang biasanya ramai, kali ini terbilang sepi.
Hanya ada dua orang yang antre mengganti oli motor, serta seorang yang sedang menambal ban motor. Bian sendiri malah duduk bengong di balik etalase yang memajang seperangkat aksesori sekaligus onderdil motor. Kedua karyawan Bian-lah yang melayani pelanggan di bengkel.
Fina yang sengaja berhenti di seberang bengkel, tak langsung masuk atau malah menyapa Bian. Ia sengaja mengamati suasana bengkel, sebelum akhirnya mengamati Bian, sambil menahan kaitan tas yang menghiasi pundak kanannya.
Dari tampangnya, Bian terlihat masih sangat terpukul. Berowok berikut kumis tipis juga tampak menghiasi wajah pria itu yang terbilang gagah. Padahal biasanya, Bian paling rajin merawat diri. Bahkan tak jarang, Bian sampai menggunakan skin care lantaran Lia sendiri menuntut Bian untuk selalu tampil rapi sekaligus wangi.
Tak lama setelah itu, setelah memastikan jalan raya di hadapannya tidak begitu ramai, Fina bergegas menyeberang sambil kerap menoleh ke kiri dan kanan. Kedatangan Fina langsung disambut senyum ramah oleh dua pekerja di bengkel Bian yang usianya sekitar sembilan belas tahun. Yang Fina tahu, kedua pria muda itu baru lulus SMK, dan rumahnya ada di desa sebelah desa tempatnya tinggal.
Lain halnya dengan kedua karyawan Bian yang bahkan sampai Fina balas dengan senyum ramah, Bian justru langsung mengerutkan dahi, menatap aneh kedatangan Fina.
“Apa kabar, Bi?” sapa Fina.
Fina langsung menyalaminya bahkan mencium punggung tangan Bian. Sedangkan Bian masih diam dan tidak begitu banyak melakukan perubahan, kecuali berusaha menepis kehadiran Fina.
“Bi, kita harus bicara.” Fina memulai obrolan lantaran Bian tetap mendiamkannya.
Meski mulai merasa putus asa, Fina tetap berusaha sekaligus bersabar, menjalankan perannya sebagai seorang istri yang harus mengayomi suaminya. “Kenapa semua pesanku enggak ada yang kamu balas?” lanjut Fina masih bersikap tenang kendati kedua matanya mulai terasa panas bahkan basah.
Bian tertunduk dan hanya sesekali mengedipkan kedua matanya.
Demi menyeimbangi Bian, Fina sampai jongkok di hadapan pria yang telah memperistrinya itu. Fina melongok demi menatap mata suaminya. “Bi, apa salahku? Kenapa kamu mendiamkanku seperti ini? Jangankan mengabari, membalas pesan atau menjawab teleponku saja, enggak? Kenapa semenjak menikah, kamu jadi berubah?” lirih Fina dengan dada yang menjadi terasa sangat sesak sekaligus pegal. Pun dengan hatinya yang tiba-tiba saja terasa begitu sakit.
Bian bungkam seribu bahasa. Membuat Fina tak tahan dan tak mampu menahan air matanya agar tidak mengalir. “Serius, aku benar-benar enggak punya kesempatan buat jadi istri kamu, Bi?”
“....”
“Kalau memang kamu enggak kasih aku kesempatan, aku enggak maksa, Bi. Demi Tuhan, ... aku enggak berharap kamu baik ke aku, ... asal kamu menghormati dan menyayangi orang tuaku, satu tahun, saja, Bi. Jangan sekarang. Aku khawatir dengan kesehatan orang tuaku, Bi.”
“Na ...,” ucap Bian akhirnya dengan ekspresi yang tidak meyakinkan.
Fina tidak melihat tanda-tanda Bian akan memberi keputusan yang bisa membuat keadaan mereka lebih baik, atau malah Bian menyetujui usulnya.
“Kalau kita tetap memaksakan keadaan, yang ada, akan semakin banyak luka, Na.” Bian mengatakan itu tanpa menatap atau sekadar melirik Fina. Yang ada, tatapannya justru kosong.
Balasan Bian sukses menghancurkan harapan bahkan kehidupan Fina. Fina tertunduk dengan air mata yang semakin rebas.
Senyap menyelimuti kebersamaan cukup lama. Dan kesunyian tersebut yaris berlangsung selama tiga puluh menit, hingga akhirnya Fina mengalah dan berkata, “kalau begitu, malam ini juga, pulangkan aku ke orang tuaku, bersama orang tuamu. Kembalikan aku dengan baik-baik, ... seperti ketika orang tuamu memintaku untuk menjadi istrimu, menggantikan Lia.”
Fina merasa semesta kehidupan tengah mempermainkannya. Ia memang akan selalu menjadi pemain utama dalam hidupnya, tetapi, sandiwara macam apa yang harus Fina lakukan untuk pernikahannya yang hanya berumur satu minggu?
Fina benar-benar tidak sanggup membayangkan hari-harinya berikut keluarganya, setelah Bian menceraikannya. Setelah dipaksa menjadi pengantin pengganti dan mendadak menikah, ia juga harus tiba-tiba diceraikan karena alasan yang tidak jelas.
Bersambung ....
Yang mau cerita ini cepat dilanjut, langsung komen saja, ya. Bakal langsung Author lanjut, kok. Like dan komen kalian, Athor tunggu ^^
Salam sayang,
Rositi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Nengnong5 ²²¹º
laki2 bodoh.. bucin boleh bodoh jangan laahh.. udah tau di khianati, masih aja di kenang2.. yg ada di depan mata malah di sia2.. hiihhh😒🤧
2024-03-23
0
Sabaku No Gaara
baru cerita ini dr karya mu kakk yg bikin bayik mewek...
2024-01-28
0
Fay
lanjut baca thor sekalian ku kasi vote👍👍
2023-11-01
0