“Memangnya ada, wanita yang mau dipaksa menikah bahkan menjadi pengantin pengganti?”
Episode 2 : Dipaksa Menikah
Fina yang mengurung diri di kamar, duduk di lantai berkeramik putih dengan pandangan kosong, sedang merasakan betapa sakitnya luka tak berdarah. Wanita berambut lurus sepundak itu tengah merasakan kegamangan hati yang luar biasa. Bahkan saking terpukulnya, Fina masih mengenakan seragam batik berikut rok hitam panjang.
Keputusan pertemuan orang tua Fina dan Bian, membuat Fina harus menikah. Fina dipaksa menikah besok harinya juga menggantikan Lia, menjadi istri Bian. Meski Bian sahabatnya, mereka bertetangga bahkan orang tua mereka sangat mendukung, tetapi Fina tidak bisa menerima keputusan tersebut.
Terlebih, selain Bian juga belum menemui Fina secara langsung atau setidaknya mengabari Fina mengenai pernikahan, Fina juga masih sangat tidak siap menjalani pernikahan. Fina masih ingin bekerja, mengabdi pada keluarga sambil menunggu jodoh yang benar-benar Fina harapkan. Pria yang Fina cintai berikut mencintai Fina.
Tiba-tiba saja, Fina seperti mendapat ilham untuk lari, kabur dari pernikahan. Jadilah Fina buru-buru bangkit, membuka lemari pakaian di sebelah ranjang kasur sederhananya. Fina mengambil tas jinjing cukup besar dari sana, kemudian mengisinya dengan pakaian yang Fina taruh asal sekaligus buru-buru.
“Daripada dipaksa nikah enggak jelas begini, mending aku minggat saja!” pikir Fina sangat yakin.
Setelah berhasil mengemasi semua keperluan dan dianggapnya cukup, termasuk surat-surat penting seperti ijazah pendidikan dan niatnya akan Fina gunakan untuk melamar pekerjaan, Fina siap kabur lewat jendela kayu di seberang kasur tidurnya.
Pertama-tama, Fina menjatuhkan ransel, disusul sandal jepitnya, sebelum akhirnya memanjat. Namun baru juga akan loncat, suara cempreng Rina adiknya terdengar memekik.
“Eh … Mbak Fina mau ke mana? Mau kabur, ya?!” tuding Rina sesaat sebelum menahan kerah bagian tengkuk Fina.
Fina yang masih dalam keadaan jongkok di jendela, berangsur menoleh. Fina menatap sang adik dengan banyak luka yang masih memenuhi hatinya. “Biarin aku minggat saja, Rin! Gila saja, aku dipaksa nikah bahkan harus nikah besok juga!”
“Lah, apa salahnya, Mbak? Nikah sama Mas Bian, kan enak?” balas Rina cepat dengan entengnya.
“Enak kepalamu? Memangnya kamu pernah nikah sama Bian, berani bilang enak?” omel Fina yang menjadi sangat kesal hanya karena mendengar balasan Rina.
Balasan Fina membuat Rina nyengir dan memasang senyum tak berdosa. Kemudian, gadis yang memiliki garis wajah sama dengan Fina itu menggaruk asal kepalanya yang tidak gatal. “Ya, … maksudku bukan begitu, Mbak. Maksudku, daripada Mbak terus-menerus dikejar Ipul, bahkan dijerat fitnah yang dubilahi dari pria rese itu, kan mending Mbak nikah sama Mas Bian?”
Rina menatap sang kakak dengan tatapan penuh pembenaran atas alasan yang baru saja ia berikan. “Lagian, … nikah sama Mas Bian juga bukan pilihan yang buruk? Hidup Mbak pasti jadi lebih enak. Mas Bian itu anak tunggal, sedangkan keluarganya terbilang berada.”
“Mas Bian juga punya bengkel bahkan sorum motor besar. Jadi, masa depan Mbak bakal cerah!”
“Bahkan Mbak juga enggak harus nunggu gaji guru honorer Mbak, berbulan-bulan, hanya untuk beli apa yang Mbak mau!”
“Dan nilai plusnya, kalian bersahabat. Enggak butuh waktu lama, benih-benih cinta pasti lahir dalam hubungan kalian. Banyak, lho, kasus sahabat jadi cinta!”
Rina memberikan penjelasan dengan tampang yang bagi Fina, sangat sok tahu. Dengan perasaan makin sebal, Fina pun berkata, “kalau begitu, mending kamu saja yang nikah sama Bian! Nikah sama Bian enak, kan? Masa depanmu bakal cerah, Rin!”
“Lho … kok gitu?” protes Rina merasa keberatan.
“Lha … tadi kamu bilang, nikah sama Bian, enak? Masa depanmu bakal cerah!" cibir Fina yang kembali memberikan pernyataan sang adik.
“Lha, pokoknya aku enggak mau! Lagian, aku juga sudah punya calon! Kami sudah cocok! Justru, aku bersyukur, Mbak tiba-tiba nikah. Karena dengan begitu, aku jadi enggak takut lagi kalau tiba-tiba calonku ngajak aku nikah!” tepis Rina. “Enggak lucu, kan, kalau aku justru nikah duluan? Sudahlah, Mbak, terima saja!”
“Terima kepalamu! Jahat banget sih kamu, Rin!” balas Fina yang nyaris menangis.
Padahal, Fina sangat berharap Rina mau menolongnya, dari perjodohan konyol yang sangat mendadak tersebut.
“Percaya deh, Mbak! Mas Bian lebih baik daripada Ipul! Aku dukung Mbak nikah sama mas Bian, biar Mbak terbebas dari Ipul!” Rina kembali meyakinkan Fina.
“Benarkah? Menikah dengan Bian menjadi satu-satunya cara agar aku terbebas dari Ipul?” pikir Fina.
“Oh, iya, Mbak. Itu orang yang mau rias Mbak pakai henna, sudah datang. Mbak sudah ditunggu di depan,” tambah Rina dengan nada suara yang jauh lebih lirih.
Fina tertunduk sedih. Meski apa yang Rina katakan tidak sepenuhnya salah, tetapi, kenapa nasibnya harus berakhir dalam perjodohan konyol? Namun jika memikirkan Rina yang bahkan sudah siap menikah, Fina jadi tidak memiliki pilihan lain. Fina tidak mau, statusnya yang masih lajang, bahkan kadang dibilang perawan tua, justru menghalangi kebahagiaan Rina.
“Tapi, … bahkan Bian sama sekali enggak menghubungiku?” ujar Fina kemudian.
“Bukan enggak, tetapi belum, Mbak. Mbak harusnya lebih tahu bagaimana keadaan Bian saat ini. Dia pasti sangat terpukul, karena wanita yang sangat dia cintai, dan bahkan sudah menjadi kekasihnya nyaris enam tahun, justru mengandung sekaligus menikah dengan pria lain!” Lagi-lagi, Rina berusaha meyakinkan.
Dan mendengar itu, Fina menghela napas pelan. “Masa sih?” pikirnya masih ragu. Meski semua kenyataan yang Rina jabarkan benar, dan seharusnya itu membuat Fina bahagia lantaran Fina akhirnya menikah dengan Bian--pria yang digadang-gadang tepat menjadi suaminya, tapi, kenapa kegamangan hati Fina tak kunjung sirna? Kenapa Fina masih saja merasa risau?
Sebenarnya, Fina tahu kenapa ia masih saja risau? Kenapa ia merasa begitu sakit dan bahkan tak berharga? Masih mengenai pernikahan yang Fina gadang-gadang menjadi sekali dalam hidupnya. Terlebih selain dipaksa menikah dengan waktu yang benar-benar tidak bisa ditoleransi, menjadi pengantin pengganti juga menjadi pukulan sekaligus dilema terbesar dalam hidup Fina, bahkan sekalipun Fina harus menikahi sahabatnya sendiri.
Kini, dengan hati berikut perasaan yang semakin risau lantaran Bian tak kunjung memberinya kabar, Fina membiarkan tangannya dihias menggunakan henna oleh perias yang sudah disewa khusus keluarga Bian, dan seharusnya merias Lia.
“Wah … asyik! Besok aku jadi domas!” seru Rina dengan girangnya sambil membuka keripik singkok yang dibawa.
Fina yang duduk di kursi, hanya diam. Hanya melirik sekilas tingkah laku Rina yang justru terlihat jauh lebih bahagia ketimbang ia yang akan menikah. Dan Fina masih bertahan dengan kesedihannya.
Kali ini, Rina yang berangsur duduk di sofa seberang Fina, meraih ponselnya dari meja. Meja yang sama saat orang tua Bian datang melamar Fina, siang tadi.
“Aku mau WA Mas Bima … ah. Siapa tahu, besok Mas Bima enggak sibuk, dan bisa menemaniku jadi domas!” ujar Rina masih antusias. “Eh, Mbak enggak WA Mas Bian?” tanyanya yang kemudian menatap Fina lebih serius dari sebelumnya.
Melihat Rina yang begitu bahagia, Rina yang tak hentinya senyum-senyum hanya karena berkirim pesan dengan sang kekasih, membuat Fina merasa iri, sebab Fina juga ingin merasakan hal serupa. Fina ingin menjalani hubungan karena saling cinta.
Dalam diamnya, Fina masih merasa sangat sedih perihal nasib percintaanya. Memangnya ada, yang mau dipaksa menikah bahkan menjadi pengantin pengganti? Fina sangat berharap, tidak ada lagi yang lebih menyakitkan dari apa yang ia jalani sekarang.
Dan semoga, semua anggapan perihal akan ada benih-benih cinta yang dengan mudah tumbuh dalam hubungannya dengan Bian, juga benar. Tanpa terkecuali, mengenai Ipul yang akhirnya menyerah.
Bersambung ….
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Itha Fitra
apa cerita tas baju+sandal jepit yg udh di lempar dr jendela y?
2024-05-15
0
Tutik Susilowati
semua cerita Kak Ros, bener2 menarik. Semangat Kakak
2023-10-22
2
Abizar zayra aLkiaana
👣👣👣
2023-05-24
0