“Bukankah belum ada dua puluh empat jam dari pernikahan? Namun, kenapa Fina sudah diantar pulang? Semuanya baik-baik saja, kan?”
Episode 4 : Malam Pertama
Seharian ini, setelah penegasan dari Bian, Fina menjalani waktunya dengan banyak kegelisahan. Hati Fina terus saja terasa sakit, selain Fina yang menjadi terus-menerus bersedih.
Fina benar-benar tidak bisa tenang. Wanita itu terus saja kepikiran penegasan Bian yang begitu menyakitinya. Serta, Bian yang detik itu juga menjadi bersikap dingin kepada Fina.
Dan setelah penegasan itu, Fina menjadi sulit mengenali Bian. Bian yang dulu sangat dekat dengannya, sosok yang selalalu mengerti keadaannya, mendadak menjadi pria asing yang bahkan melayangkan perang dingin kepada Fina.
Anehnya, meski berharap Bian hanya bercanda bahkan sedang membuat kejutan manis kepadanya, semua itu juga bertahan hingga detik ini.
Fina yang baru saja mandi menjadi tercengang. Setelah sempat berjalan tak bersemangat menuju kamar Bian sambil menyeka wajahnya yang sebenarnya sudah kering, Fina justru harus menghadapi kenyataan pahit lantaran pintu kamar itu dalam keadaan terkunci.
Seingat Fina, ia belum lama meninggalkan kamar Bian. Apalagi, Fina juga bukan tipikal yang akan menghabiskan banyak waktu untuk mandi. Paling lama tak sampai lima belas menit. Bahkan jika dibandingkan dengan Bian, Fina justru kalah. Sebab, Bian membutuhkan waktu berjam-jam di dalam kamar mandi, hanya untuk mandi!
Sekali lagi, meski dikuncinya pintu kamar Bian membuat hati Fina semakin sakit, tetapi wanita itu berusaha berbaik sangka. Fina meyakinkan dirinya, Bian pasti lupa kalau ia sedang mandi. Bahkan meski hal tersebut terbilang aneh, lantaran tadi sebelum mandi, Fina sampai izin pada Bian yang juga masih mengenakan pakaian pengantin--setelan jas hitam.
Dengan hati-hati lantaran takut terdengar beberapa orang rewang yang masih lalu-lalang di belakangnya membereskan bekas hajatan, Fina mengetuk pintu kamar Bian.
“Bi ...?” panggil Fina lirih. Tangan kanannya menahan dan ada kalanya mencob membuka pintu, sedangkan tangan kirinya sesekali mengetuk pintu.
Setelah hampir tiga puluh menit berlalu, Fina yang menjadi semakin nelangsa, memilih menyerah. Ia terdiam di depan pintu kamar Bian dengan hati gamang. Terlepas dari itu, Fina juga bingung, apa yang harus ia jelaskan pada orang-orang jika menanyakan apa yang sebenarnya ia lakukan di depan kamar Bian?
Jadi, demi meredam semua kegamangannya, Fina memilih untuk ikut membereskan rumah orang tua Bian. Pun meski ulahnya juga langsung ditegur oleh orang-orang.
“Sudah kamu istirahat saja. Ibaratnya, seharian ini kamu jadi ratu!”
“Iya. Nanti kamu dicari Bian! Heboh gara-gara ratunya hilang!”
Mereka yang kebanyakan ibu-ibu, justru sibuk menggoda Fina.
Meski godaan tersebut cukup membuat Fina bahagia, tetapi rasa sakit berikut perih di hati Fina tak lantas berkurang apalagi hilang. Fina sungguh tidak baik-baik saja.
Jadi, lantaran pintu kamar masih saja dikunci, Fina memutuskan mencari Fitri. Fina berjalan ke belakang, menuju kamar Fitri dan Teguh. Dan ketika Fina memastikan waktu di jam dinding ruang keluarga rumah Bian yang luas, ternyata sudah nyaris pukul dua belas malam.
Sebenarnya, Fina tak enak hati jika harus meminta bantuan Fitri. Namun daripada terjadi fitnah, Fina terpaksa melakukannya. Toh, pernikahan yang dijalani Fina juga bukan karena kemauannya. Pernikahannya terjadi karena permintaan orang tua Bian yang disetujui oleh orang tua Fina.
“Ada apa?” sergah Fitri cemas sesaat setelah membuka pintu kamarnya. Ia menoleh ke sekitar dan mendapati tidak ada siapa-siapa di sana. Tentunya, tetangga yang rewang juga hampir semuanya sudah pulang mengingat waktu juga sudah sangat malam.
“Bu, kamar Bian dikunci,” ucap Fina pelan tanpa bisa menyembunyikan kesedihannya. Bahkan karenanya, ia memilih menunduk, terlebih kedua matanya yang mulai terasa panas, juga terasa sudah basah.
“Dikunci bagaimana, Na?” tanya Fitri heran. Ia menatap Fina dengan dahi berkerut.
“Dikunci dari dalam,” balas Fina masih menunduk. Hanya saja, suaranya sudah terdengar sengau.
Fitri menghela napas lantaran merasa tak habis pikir, kenapa Bian masih saja berulah setelah sampai membuat semua orang bertanya-tanya, lantaran saat akan ijab qobul, Bian justru terlihat enggan?
Fitri segera melangkah cepat meninggalkan Fina, menuju kamar Bian yang posisinya memang di depan, bersebelahan dengan ruang tamu. Di ruangan itu, kedua sofa panjang sudah dihuni dua orang pria paruh baya dan merupakan adik dari Teguh. Keduanya sudah terlelap bahkan sampai mendengkur.
Tak lama setelah Fitri pergi, Fina juga menyusul. Langkah wanita itu masih tidak bersemangat. Bahkan Fina cenderung lemas. Dilihatnya, Fitri yang sudah sampai emosi menggedor-gedor kamar Bian, sampai-sampai, kedua pria paruh baya di sofa sampai terbangun. Kedua pria itu terheran-heran menatap Fitri.
“Kamu ini. Bian pasti sudah tidur sama istrinya!” omel pria yang sampai duduk.
“Besok lagi saja,” sambung pria yang satunya.
Akan tetapi, keduanya tidak berani berkomentar setelah mendapati Fina melangkah melintasi mereka.
“Lho, kamu belum tidur, Fin?” ujar si pria yang duduk.
Fina mengulas senyum kemudian menunduk. Senyum yang begitu sarat kesedihan terlepas dari wanita itu yang terlihat sangat lelah bahkan mengantuk. Ia berdiri di sebelah Fitri tanpa menatap pintu kamar Bian. Kamar yang seharusnya juga menjadi kamarnya.
Kedua pria paruh baya di sana masih bungkam seribu bahasa dengan sedikit rasa cemas.
“Bian?!” teriak Fitri untuk kesekian kalinya. Teriakan yang juga membuat hati Fina semakin terasa perih.
“Ya sudah, Ma. Mungkin Bian sudah tidur.” Fina benar-benar menyerah. Yang ia bingungkan, ia harus tidur di mana, sedangkan kamar tamu di rumah Bian sudah dihuni keluarga jauh orang tua Bian? Tidak mungkin, kan, Fina tidur sembarang di lantai rumah Bian? Memikirkan itu saja, Fina sudah ingin meraung-raung, menyesali kenapa ia harus menikah dengan Bian.
“Kalaupun kamu enggak menginginkan pernikahan kita, bukan seperti ini cara menyelesaikannya, Bi. Aku tahu, kamu masih terpukul dengan pernikahan Lia, tetapi kamu juga harus memikirkan hubungan kita. Kita sudah menikah, sedangkan pernikahan bukan hal yang bisa kamu permainkan begitu saja!” batin Fina yang kemudian menghela napas berat demi meredam sesak di dadanya.
Fitri sendiri juga bingung, harus bagaimana? Fina tidak mungkin tidur sembarang di rumahnya yang memang sudah tidak ada tempat kecuali di lantai. Memang ada tikar ataupun kasur lantai. Namun, masa, iya, menantunya tidur sembarang di lantai? Tidak manusiawi sekali!
“Bentar kalau gitu, Na. Kamu tidur di kamar Ibu, ya. Bentar, Ibu bereskan duru.”
Fitri belum lama pergi, ketika Fina berkata, “Bu, enggak usah. Lebih baik aku pulang saja. Aku tidur di kamarku. Lagipula, besok aku juga harus kembali mengajar.”
Permintaan Fina bak tamparan yang bahkan sampai memelankan langkah Fitri. Hati Fitri menjadi terasa sangat perih seperti ducabik-cabik hanya karena permintaan tulus dari Fina. Permintaan dari menantunya yang terdengar sangat terdzolimi. Apakah keputusannya memaksa Fina menjadi pengganti Lia dan menikah dengan Bian salah?
Fitri berangsur balik badan, membuatnya menghadap Fina. Hal yang tiba-tiba saja terasa berat untuk dilakukan. Fina yang mengenakan piama kimino merah muda, terlihat jelas sangat bersedih. Wanita muda itu kerap menunduk, di tengah kedua tangannya yang tak hentinya bercengkeraman di depan tubuh.
“Tanpa mengurangi rasa hormat, tolong antarkan aku pulang, ya, Bu. Takut ada fitnah lagi. Apalagi sekarang statusku sudah menjadi istri Bian.” Sungguh, hanya itu permintaan Fina di malam pertama setelah ia resmi menjadi istri Bian. Malam pertama yang seharusnya menjadi awal Fina menjalani lembaran kehidupan baru.
Suasana mendadak hening detik itu juga. Fitri dan kedua pria paruh baya, sama-sama kebingungan.
“Ya sudah, Fit. Ayo aku antar kalian,” ujar si pria paruh baya yang sudah duduk.
***
Tak lama berselang, pemandangan langka itu membuat Raswin yang kebetulan membukakan pintu, langsung terkejut. Anak gadisnya yang baru saja ia lepas untuk menjalani bahtera rumah tangga justru dipulangkan!
“Bukankah belum ada dua puluh empat jam dari pernikahan? Namun, kenapa Fina sudah diantar pulang? Semuanya baik-baik saja, kan?” batin Raswin yang sampai gemetaran mencemaskan nasib Fina.
Bersambung ....
Salam sayang,
Rositi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Itha Fitra
mklum lah,smua orng pasti beda". ada yg bs trima knyataan,ada yg susah mnerima ny.
2024-05-15
0
Anggun Putri Delya
pingin ta rujak tu si bian
2024-04-17
0
Ernadina 86
aku berharap si Bian bener2 hancur kedepannya..lagian si Fitri maksa2 Fina jadi pengganti..makin buruklah nama Fina
2024-03-19
0