Angela baru saja tiba di pelataran mansion. Turun dari mobil, wanita itu langsung masuk karena begitu lelah ingin segera membersihkan tubuhnya. Usai makan malam tadi, ia di antar kembali oleh Samuel ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya yang sempat tertunda. Beruntung malam itu dirinya dan Tasya dapat menyelesaikan pekerjaan mereka dengan cepat, sehingga mereka tidak pulang begitu larut.
Berjalan masuk ke dalam mansion, Angela melangkah cepat menuju kamarnya namun saat hendak menaiki tangga, wanita itu menghentikan langkahnya ketika melihat lampu ruang keluarga yang masih menyalah. Keningnya berkerut heran, siapa kiranya yang masih terjaga, mungkinkah kedua orang tuanya belum tidur, pikirnya.
Angela pun melangkah menghampiri ruang keluarga, telapak tangan kanannya mendorong sedikit pintu yang tidak tertutup dengan rapat dan mendapati Rolando sang Daddy tengah duduk tercenung di sofa dengan tangan yang menggenggam ponsel.
"Kenapa Daddy belum tidur?"
Rolando terkejut dan langsung menoleh ke arah sumber suara yang berasal dari pintu. "Kau sudah pulang, sayang?" tanyanya yang beranjak berdiri menghampiri putrinya yang berdiri di ambang pintu.
"Hm, pekerjaan ku baru selesai," jawab Angela. "Apa ada sesuatu yang terjadi? Kenapa Daddy terlihat sangat gelisah?" Angela bertanya karena tidak seperti biasanya Daddy-nya menyendiri di ruang keluarga.
"Tidak apa-apa. Daddy hanya tidak bisa tidur. Istirahatlah, kau pasti sangat lelah setelah seharian bekerja," pinta Rolando dengan seulas senyum.
"Iya Dad, banyak dokumen yang harus diselesaikan hari ini juga." Angela menjawab dengan tangan mengusap tengkuk lehernya karena terasa begitu pegal.
"Ya sudah beristirahatlah. Sekarang sudah jam 9 malam. Daddy juga akan kembali ke kamar." Rolando mengusap lengan Angela, sebelum kemudian pria paruh baya itu berjalan menuju kamarnya.
"Apa Daddy menyembunyikan sesuatu? Kenapa terlihat sangat sedih?" Pertanyaan Angela hanya berputar di otaknya. Ia akan menanyakan keesokan harinya dan juga memberitahukan perihal perusahaan Thomas yang akan berinvestasi di perusahaan mereka.
Angela pun melangkahkan kembali menaiki tangga menuju kamarnya. Wanita itu masuk ke dalam kamar, meletakkan barang-barangnya di atas meja, dan melepaskan pakaian serta sepatu yang melekat di tubuhnya. Tak lama setelahnya, ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
Berendam di dalam bathtub dengan air hangat, Angela tercenung sesaat disana. Raut wajah sang Daddy selalu terngiang dan itu membuat dirinya begitu dilanda penasaran. Namun dalam seketika, menepis pikirannya dan segera menyudahi mandinya karena dirinya sudah lelah ingin segera membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Keluar dari kamar mandi dan mengenakan piyama, Angela langsung membaringkan tubuh di ranjang dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut. "Ah nyaman sekali."
Kedua mata Angela terpejam singkat namun tak beberapa lama, wanita itu terlelap menyambut mimpi indahnya.
***
Angin berhembus masuk memenuhi ruangan makan melalui pintu halaman yang terbuka dengan lebar. Setiap pagi, Marlin selalu membuka pintu yang terhubung dengan halaman, membiarkan cahaya dan udara pagi membias masuk memenuhi ruangan. Kicauan burung yang terbang kesana-kemari terdengar seperti alunan lagu yang menggema di udara. Bersamaan dengan matahari yang perlahan meninggi menyinari mansion luas nan megah itu.
Keluarga Wilson menikmati sarapan pagi mereka. Bertepatan hari weekend sehingga Angela terlihat mengenakan pakaian santai. Perbincangan kecil mengisi acara sarapan mereka. Karena Angela merupakan putri semata wayang Rolando dan Marlin, sehingga pasangan suami istri tersebut selalu memperlakukan Angela dengan penuh kasih sayang.
Usai sarapan, Angela mencari keberadaan sang Daddy, ia ingin membicarakan perihal Samuel yang menjadi investor di perusahaan mereka.
Angela melihat sang Daddy berada di ruang kerjanya. Karena pintu dibiarkan terbuka sehingga dirinya dapat dengan jelas melihat Rolando yang tengah duduk di sofa. Kegusaran nampak terlihat di raut wajah yang sudah dipenuhi guratan kasar disana. Pria paruh baya itu menyadarkan tubuhnya di sofa, menengadahkan kepala ke atas dengan padangan mata yang terlihat kosong.
Kedua mata Angela memperhatikan lamat-lamat Daddy-nya yang belum menyadari keberadaan dirinya. Angela masuk secara perlahan tanpa menimbulkan suara apapun. "Daddy?" Suara Angela terkesan seperti berbisik di indera pendengaran Rolando.
Pria paruh baya itu langsung menoleh ke arah putrinya yang sudah berdiri di hadapannya. "Ah sayang, kemarilah. Duduk dulu disini dengan Daddy." Rolando menepuk sisi sofa yang kosong di sampingnya.
"Baik dad." Angela mendudukkan tubuhnya di sofa, tak lama setelah Rolando memintanya untuk duduk.
"Apa telah terjadi sesuatu? Akhir-akhir ini, Angel memperhatikan Daddy seperti sedang memikirkan sesuatu?" Angela bertanya penuh selidik, raut wajah wanita itu begitu penasaran, apa yang tengah dipikirkan oleh Daddy-nya.
"Tidak ada. Daddy hanya sedang berpikir hubungan mu dengan Sam. Daddy dengar tadi malam kalian makan malam bersama?"
Angela mengangguk, membenarkan ucapan Rolando. "Benar Dad. Tadi malam Sam mengajak makan malam tapi hanya makan malam saja tidak ada kejadian apapun jadi Daddy jangan berharap apapun." Angela menegaskan ucapannya agar Daddy-nya itu tidak terlalu berharap lebih dengan hubungan mereka.
Rolando menghembus napas pelan. "Iya, Daddy mengerti."
"Apa Daddy tau kalau Sam akan berinvestasi di perusahaan kita?" tanya Angela kemudian.
Kening Rolando berkerut dalam. "Benarkah? Justru Daddy baru mengetahuinya darimu." Angela mengangguk sebagai jawabannya.
"Daddy berharap perusahaan kita akan stabil kembali." Rolando berucap dengan pandangan yang menatap ke arah lain. "Maafkan Daddy karena mempersulit dirimu mengurus perusahaan." Salah satu tangan Rolando memberikan usapan lembut di kepala Angela.
Angela menggeleng cepat. "Daddy ini bicara apa! Sudah menjadi kewajiban Angel sebagai putri kalian satu-satunya membantu mengurus perusahaan. Kalau bukan Angel, siapa lagi yang akan membantu Daddy." Angela memeluk Rolando dengan manja. Meskipun sudah menjadi wanita dewasa namun wanita itu selalu bersikap seperti gadis kecil dihadapan kedua orang tuanya.
Rolando mengulas senyumnya, tangannya kembali memberikan usapan di kepala putri semata wayangnya. "Maafkan Daddy. Jika sesuatu terjadi pada kita nanti, Daddy berharap kau dan Mommy mu tidak menyalahkan Daddy." Rolando hanya dapat berucap dalam hati seraya mengusap cairan bening di sudut matanya, ia akan menerima jika sesuatu yang buruk terjadi pada perusahaannya, mengingat hutang-hutangnya begitu besar.
"Apa Daddy boleh mengatakan sesuatu?" imbuhnya kemudian.
Angela terlihat mengangguk dalam dekapan sang Daddy. "Heem."
"Apapun yang terjadi pada kita nanti ataupun pada dirimu, kau harus tau bahwa Daddy dan Mommy akan selalu menyayangimu."
Mendengar perkataan Rolando. Angela melepaskan pelukannya. "Apa maksud Daddy? Apa ada sesuatu yang Daddy sembunyikan dariku?" Angela menyipitkan kedua matanya penuh selidik.
"Kau ini bicara apa, tentu saja tidak ada." Rolando menyangkalnya. Ia tidak mungkin memberitahukan yang tengah menimpa perusahaan dan dirinya yang memiliki hutang besar di luar sana.
"Apa benar begitu?" Angela masih tidak mempercayai ucapan Rolando begitu saja. Namun dirinya pun tidak memiliki alasan untuk mencurigai Daddy-nya.
"Baiklah, aku berharap Daddy tidak menyembunyikan apapun dariku," ucapnya dan hal itu membuat Rolando menjadi gugup kembali namun sebisa mungkin dirinya menutupi hal itu dari putrinya. Rolando hanya menjawabnya dengan anggukan pelan.
"Bukankah kau akan pergi?" Rolando berusaha mengalihkan topik pembicaraan.
"Astaga aku lupa. Aku sudah memiliki janji dengan Tasya untuk menemaninya berbelanja." Angela langsung beranjak berdiri keluar dari ruangan kerja. Rolando hanya menggeleng melihat kelakuan sang putri yang selalu seperti anak kecil.
***
Sore harinya, Angela dan Tasya sudah berada di The Albright Cafe setelah seharian penuh berkeliling di pusat berbelanja yang mewah dan hanya orang-orang tertentu saja yang dapat berbelanja di pusat perbelanjaan tersebut.
Keduanya duduk menikmati udara sore yang sejuk, karena Cafe tersebut berada di area pesisir pantai yang cukup terkenal di salah satu pusat kota Los Angeles. Pada saat matahari mulai terbenam, para pengunjung dapat melihat senja yang mengundang decak kagum. Hal itulah yang membuat The Albright Cafe menjadi terkenal akan keindahan pemandangannya.
Kedua wanita cantik itu tengah menikmati makanan. Mereka berdua memesan lobster berukuran besar dan menu seafood lainnya.
"Bagaimana hubungan mu dengan pria yang bernama Sam?" Tasya melayangkan pertanyaan di sela-sela mereka makan.
"Baik-baik saja. Sam adalah pria yang sangat baik. Dan perusahaannya akan berinvestasi di perusahaan kita," ucap Angela begitu bersemangat membicarakan Samuel.
"Benarkah?" Tasya tak kalah antusias. Ia senang karena ada investor baru yang akan berinvestasi di perusahaan tempat dirinya bekerja.
Karena mulutnya terisi penuh dengan makanan, Angela menjawabnya dengan menganggukkan kepala.
"Wah, kau beruntung sekali, memiliki kekasih yang tampan juga baik hati." Tasya menepuk lengan sahabatnya itu sehingga membuatnya tersedak.
"Jangan asal berbicara. Aku dan Sam hanya berteman saja!" ucapnya mengoreksi ucapan Tasya.
Tasya berdecak mendengar perkataan Angela. "Kalau kau tidak mau, berikan saja kepadaku."
"Sam bukan barang, Tasya!" jawab Angela dengan sinis dan Tasya hanya terkekeh.
Mereka menikmati makanan hingga tak ada satupun yang tersisa. Karena hari sudah mulai gelap, keduanya memutuskan untuk pulang. Tasya sudah lebih dulu pulang menggunakan taksi, sedangkan Angela yang tidak membawa mobil, tengah menunggu supir pribadinya datang menjemput. Wanita itu berjalan menuju jalan raya yang malam itu tampak sepi tak dilalui banyak orang, namun tiba-tiba saja tubuhnya menabrak seseorang.
"Awww," pekiknya seraya mengusap lengannya yang menabrak tubuh seseorang.
Kedua matanya membulat karena kesal, saat melihat seorang pria yang bertabrakan dengannya. "Lagi-lagi kau! Apa aku tidak bisa berjalan dengan berhati-hati!"
Pria itu hanya menyunggingkan senyum. "Sepertinya kau selalu ada di manapun aku berada. Apa kau mengikuti ku lagi?" Pria yang bertabrakan dengan Angela adalah Zayn. Sejak tadi dirinya memang memantau keberadaan wanita itu.
"Ck, jangan bercanda. Untuk apa aku mengikuti mu. Justru aku selalu sial setiap kali bertemu denganmu!" Angela mendengkus kesal. Ia merogoh ponselnya hendak menghubungi supir pribadinya namun tiba-tiba saja seseorang membekap mulutnya dengan kain yang sudah diolesi obat bius.
Angela sempat meronta namun kesadarannya mulai memudar dan perlahan pandangannya pun menjadi buram. Dalam sekejap saja, tubuh wanita itu terkulai lemas.
Zayn yang melihat Angela sudah tak sadarkan diri, tersenyum puas. "Masukkan dia ke dalam mobil sebelum ada yang melihat!" perintahnya seraya berjalan ke arah mobilnya.
"Baik master!"
Bersamaan dengan itu, mobil hitam besar baru saja datang. Dengan cepat, ketiga anak buah Zayn membawa Angela masuk ke dalam mobil.
Zayn yang sudah berada di dalam mobil memperhatikan hal itu. Dari balik kacamata hitamnya, memancarkan kemenangan karena siapa pun yang berani bermain-main dengan Zayn J. Scott maka akan mendapatkan sesuatu yang luar biasa.
"Sungguh wanita yang malang. Setelah ini, kau akan merasakan kesialan yang sesungguhnya!" Zayn bergumam kecil, sebelum kemudian melajukan mobilnya, mengikuti mobil para anak buahnya yang sudah melaju lebih dulu.
BERSAMBUNG
.
.
Jangan lupa dukung terus bang Zayn ya... Like komentar dan kalau berkenan bisa ngevote juga.. terima kasih banyak 🤗
Jangan lupa bahagia 💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
NADIRAH
bang" zayen culik aku donk
aku rela d culik...abis bang"...mafianya ganteng
😂😂😂🤗🤗
2022-01-07
0
Kuro
aq rela deh kalau yg nyulik Abang Zayn....jdi penggantinya Elle...
2021-11-07
0
gimbul si virgo
lanjutkan thor
2021-09-03
0