Ammar masih berdiam di dalam mobil, Dia menengadahkan kepalanya dan bersandar di kursi jok. Matanya tertutup dan tangannya dia letakkan di belakang kepala.
"Harus bagaimana ini."
Tok..tok...tok....
Terdengar Papi Ibra keluar dan mengetuk kaca jendela mobil Ammar.
"Bang..."
Sekalu panggil Ammar tak mendengarnya dia larut dalam pikirannya.
"Abang.. tok..tok..tok..."
Ammar kaget karena kali ini panggilan dan ketukannya cukup keras.
"Papi.."
Ammar membuka kaca jendela mobilnya.
"Papi.."
"Abang ngapain turun, masuk ke dalam rumah."
"Iya Pi."
Papi Ibra tadi sedang bersama Mami Syakila duduk di ruang keluarga menanti kedua buah hatinya pulang, tetapi Mereka hanya melihat Ameera yang masuk ke dalam rumah.
Kata Ameera, Abangnya masih di dalam mobil lama ditunggu tidak masuk ke dalam rumah. Mami Syakila khawatir dan akan keluar rumah tetapi dicegah oleh Papi Ibra dan Akhirnya Papi yang keluar menghampiri putranya yang masih berada di dalam mobil.
"Kenapa Bang, ada masalah."
Papi Ibra merangkul anak lelakinya itu.
"Nggak Pi."
"Nggak usah bohong." Papi tahu Kamu kalau sedang kalut seperti ini pasti ada masalah.
Mereka berjalan bersama masuk ke dalam rumah, terlihat Mami dan Ameera yang masih menunggu di ruang keluarga.
"Abang kenapa. Pulang kok kusut begitu." tanya Mami Syakila sambil meraih tangan putranya.
Ameera hanya diam duduk di samping maminya dengan manja memeluknya. Ammar mencium tangan Maminya dan kemudian duduk di sampingnya.
"Ini kenapa baru pulang dari nongkrong kok sampai rumah keduanya kok lesu semuanya.'' ucap Papi Ibra memandang kedua anaknya yang terlihat menyimpan sesuatu.
" Ada apa Sayang." Mami Syakila dengan lembut mengusap kedua kepala anaknya.
"Ini mau Abang apa Adik yang cerita." kata Papa Ibra.
"Abang aja Pi."
"Apaan Kamu aja, kamu yang mulai."
"Kok Adik lagi yang salah Bang." Ameera mengangkat kepalanya dari pundak Maminya dan menatap tajam Abangnya.
"Sudah - udah sekarang yang cerita yang jelas Mami sama Papi mau denger dari kalian berdua." ucap Mami Syakila.
"Adik berantem sama Riri." ucap Ammar.
"Apa.." Mami dan Papi kaget.
"Kok bisa Dik." Mami Syakila memegang wajah putrinya untuk menghadap kepadanya.
"Riri duluan Kok Mi."
"Mami nggak ngerti kok bisa kalian berantem kalian Kan kenal bukannya sehari dua hari sudah lama sejak kecil kalian selalu bersama."
"Ada masalah apa Dik bisa berantem." tanya Papi Ibra.
"Gara - gara Abang itu." Ameera menunjuk Ammar yang hanya diam.
"Abang.." ucap Mami dan Papi bersama.
"Ini gimana sih, Mami nggak paham yang jelas dong."
"Jadi begini Mi, Pi. Awalnya itu tadi kami ketemu dengan Annisa terus Kami ajak Annisa untuk bergabung bersama. Setelah itu Annisa duduk di depan Abang, Riri terlihat nggak suka dia minta Annisa untuk bertukar tempat duduk dengan Annisa. Lama-kelamaan Annisa sudah merasa tidak enak bersama kami akhirnya dia pamit untuk pergi Adik marah Mi itu semua gara-gara Riri Annisa pergi."
"Kenapa Riri minta pindah duduk ke depan Abang." tanya Papi.
"Nah.. itu Pi, Riri itu suka sama Abang, tapi Abang itu malah lebih perhatian sama Annisa Riri cemburu Pi."
"Riri suka sama Abang." ucap Mami Syakila yang sedikit agak kaget.
"Iya Mi, setiap di kampus nanyain Abang terus sama adik. Adik lama - lama jenuh bosan." Meera melipat kedua tangannya ke depan dadanya.
"Emang Abang kasih perhatian lebih sama Annisa." tanya Mami.
"Iya, Abang kalau memandang Annisa itu beda Mi, bawa perasaan dan mungkin Riri selama ini memperhatikan itu dan tadi puncaknya."
"Abang suka sama Annisa." tanya Papi yang membuat Ammar bingung harus menjawab apa.
"Abang nggak pernah mengakuinya Pi, tapi dari cara Abang memperlakukan Annisa itu beda." jelas Ameera.
"Tau apa Kamu." Ammar makin pusing.
"Abang, kok begitu." Mami Syakila mengusap tangan putranya Dia paling tidak tega membuat sedih Maminya.
"Sekarang yang lebih penting itu bukan perasaan Ammar terhadap Annisa Mi, Pi. Tetapi bagaimana Ammar bisa mempertahankan persahabatan kita selama ini sesuai keinginan Mami dan Papi dan juga Mama Papa Mereka semua."
Ibra menepuk pundak putranya dia menganggap Ammar sudah dewasa dan bisa berpikir secara logika mana yang harus dipentingkan.
"Dan sekarang Ammar harus bagaimana Pi, Riri juga sudah leave Group dari grup kami."
"Riri keluar group chat." tanya Mami.
"Iya Mi."
"Abang sebagai seorang Abang mereka semua harus bisa menyelesaikan ini semua dan mencari solusi yang terbaik agar tidak ada yang dirugikan." nasehat Papi Ibra.
"Temui Riri ajak Dia bicara berdua saja, kesampingkan ego Abang dulu dengarkan apa yang menjadi keinginan Riri."
"Tapi Pi, Ammar menganggap Riri sebagai Adik Abang nggak punya perasaan apapun sama Riri." bela Ammar.
"Abang, Papi enggak meminta kamu untuk menerima perasaan Riri tetapi dengarkan apa yang di mau Riri kepada kamu baru setelah itu kamu bicarakan pelan-pelan bagaimana sebenarnya kamu menganggap dia." lanjut Papi Ibra dan didengarkan oleh Ammar dengan serius.
"Iya Pi, tapi kalau Riri masih tidak mau menerima Bagaimana Pi, apa harus selesai sampai disini persahabatan kita."
"Jangan, Kamu harus cari solusi Bang Riri itu anak sahabat Mami dan Papi bahkan Mami sama Mama Farida itu sudah bersama sejak SMK kita bersama."
"Iya Mi, Abang akan cari solusi yang terbaik."
"Tapi Riri orangnya nekat Mi, dia susah dibilangin, Meera sudah sering bilang sama dia Abang itu menganggap kita semua sebagai Adik termasuk dia tapi, masih aja tiap hari nanyain Abang lah, apa lah sampai Meera bosan." Meera ikut mengeluarkan pikirannya.
"Papi percaya Abang pasti bisa cari solusi yang terbaik tanpa harus mengorbankan persahabatan kalian dan juga rasa cinta Abang kepada Annisa." Papi Ibra tersenyum kepada amar dan menepuk pundaknya walaupun Ibra belum pernah bertemu yang bernama Annisa tapi dia bisa menangkap sorot mata putranya.
"Kalau sama Annisa Meera pasti dukung Pi, Dia cantik, pinter sholehah lagi. Limited Edition pokoknya." kata Ameera dengan menggebu - gebu.
Ammar mengambil bantal sofa dan melemparkan ke arah adiknya.
Buggg...
"Abang...Mami, Papi."
"Kalian itu sudah besar kelakuan masih kayak anak kecil semua." kata Papi Ibra sambil berdiri dan meraih tangan istrinya.
"Sayang, ayo kita istirahat sudah malam, biarkan mereka mencari solusi sendiri Kita nggak usah ikut campur." tanpa ragu Papi Ibra memeluk pinggang Mami dan mengajak ke kamar.
"Papi.. ada anaknya nggak malu."
gerutu Ameera yang melihat kemesraan kedua orang tuanya.
"Ini contoh yang baik sayang selalu mencintai walaupun usia tak muda lagi, iya kan Mami."
Papi Ibra Malah semakin menjadi mencium pipi Mami Syakila di depan kedua anaknya.
"Papi..."
Ameera cemberut ke arah Papinya sedangkan Ammar hanya tersenyum melihat kemesraan kedua orang tuanya.
"Beri selalu kebahagiaan kepada Mami dan Papi Ya Allah, selalu beri kesehatan dan panjang umur untuk kisah selalu membimbing kami." Doa Ammar di dalam hati.
########
😁😁😁😁😁
walau ada masalah harus bahagia ya,
yakin akan ada solusi 😊😊😊
kalau belum ada baca novel dulu kasih LIKE, KOMEN dan VOTENYA YA 😃😃😃😃😃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 219 Episodes
Comments
Aenhy Nur
semoga Riri bisa mengerti klw dia cuma di anggap adek oleh Ammar
2021-02-03
1
Ruby Talabiu
lanjut thor
2021-02-02
1
Naila Putri
ayo Ammar km pasti bisa
2021-02-02
1