Ashley menggiring Zeeta melewati ruang kerjanya yang sebelumnya dipakai untuk pertemuan Ashley dan Sylva. Pandangan mata Zeeta tak ingin dilepaskan pada botol-botol kimia dan botol berisi serbuk sihir itu. Ia tidak merasa takjub, melainkan penasaran. "Apa guna serbuk sihir yang ... menarik mata itu?" begitulah pikirnya.
Tak lama kemudian, mereka memasuki sebuah ruang yang mirip dengan ruang kerjanya tetapi lebih luas, berisi lebih banyak buku, dan juga berisi lebih banyak botol kimia. Dari botol-botol kimia tersebut, banyak diantara mereka yang telah berisi serbuk sihir yang memantulkan berbagai macam cahaya berwarna, sehingga ruangan itu terang dengan cahaya yang cantik sekaligus unik, meskipun penerangan yang ada di ruangan tersebut hanya sebatas lampion-lampion kecil.
Hal pertama yang menyambut mereka di ruang tersebut itu adalah dua kucing anggora peliharaan Ashley. Seakan sama sekali tak tertarik atas apa yang akan mereka bahas nanti, Zeeta langsung mendekati kucing-kucing itu tanpa perduli sekitar.
“Waaah ada kucing! Imutnyaaa....” Zeeta segera mengelus dagu salah satu kucing itu sambil berjongkok. Tampak tak ada perlawanan dari kucing itu, ia justru menikmatinya. Ashley hanya bisa diam dan tersenyum melihat kelakuan Zeeta.
Setelah Zeeta merasa puas mengelus kucing tersebut, ia baru tersadar mereka akan membahas sesuatu yang penting. “Ma-maafkan aku, aku sudah lancang....” Zeeta menundukkan kepalanya.
“Tak apa, jangan dipikirkan. Eluslah mereka sebanyak yang kau mau. Kau malah mengingatkanku pada ibumu.” Ashley menjawab Zeeta sambil melakukan sesuatu, sampai membuat Zeeta penasaran. Disaat yang sama Zeeta hanya terdiam tak tahu harus menjawab apa.
Ashley kemudian mengarahkan kedua tangannya ke arah lantai yang memiliki pola bulatan besar di tengah-tengah ruangan tersebut. Ia menaruh mana di tangannya.
“Anu... apa yang Anda lakukan?” tanya Zeeta segera.
“Kudengar Arthur pernah menunjukkan kondisi istana dengan sihirnya padamu, ini hanya sesuatu yang mirip seperti itu, tapi jauh lebih informatif.” Ketika Ashley menaikkan kedua tangannya, suatu bola kristal besar dikelilingi butiran-butiran sihir berwarna kuning cerah muncul ke permukaan lantai.
“Orang ini sudah tahu ayahku?” batin Zeeta bertanya-tanya.
“Sebelum aku memulai cerita panjangku, izinkan aku memperkenalkan diriku padamu, Tuan Putri Zeeta,” kata Ashley memposisikan dirinya tepat di depan Zeeta lalu memberi salam ala bangsawan dengan menarik sedikit kaki kirinya ke belakang lalu menurunkan tangan kanannya dengan telapak terbuka.
“Namaku Ashley Alexandrita XX, aku adalah pemimpin kerajaan sejak delapan tahun yang lalu. Sebenarnya Alexandrita adalah keluarga bangsawan yang melaksanakan tugas Ratu dalam urusan keamanan kerajaan, dengan kata lain dari generasi ke generasi, kami semua adalah Jendral.”
“Wah hebat... pantas saja Alexandrita sangat dikagumi Marcus...,” balas Zeeta, "anu, lalu bagaimana Anda bisa menjadi guru sihir ibu? Apa itu juga kewajibannya agar belajar dari Alexandrita?”
“Tidak, sebelum aku sah menjadi Jendral, aku memanglah seorang guru.”
“Lalu, apa aku harus belajar sihir denganmu ... ehm, Ibu Guru Ashley?” kepolosan Zeeta membuat Ashley tersenyum.
“Kalau kauingin aku mengajarimu, aku bisa. Tapi, kita memiliki sesuatu yang lebih penting untuk dibicarakan, bukan?”
“O-oh, Anda benar. A-aku siap mendengarkan!” Zeeta menegakkan tubuhnya. Ashley kembali tersenyum. Ia merasa sedikit lega bahwa Zeeta terlihat baik-baik saja.
“Pertama, aku ingin kau melihat bola kristal ini. Sambil kau mempelajari kewajibanmu sebagai seorang Tuan Putri, kau juga akan tahu bagaimana sosok ibumu saat dia menjadi Ratu.” Ashley memakai mana-nya kembali pada bola kristal besar tersebut.
Zeeta yang fokus memandang ke dalam bola kristal tersebut, merasa takjub bahwa itu dapat menunjukkan gambar seperti aslinya, yang menampilkan kilas balik.
“Ini adalah kerajaan Aurora tiga belas tahun yang lalu.” Ashley menunjukkan pemandangan, situasi, keceriaan, kedamaian, dan kesejukan dari dalam dan luar kerajaan.
Dari dalam kerajaan, para penduduk tampak menunjukkan wajah bahagia mereka yang sedang melakukan aktivitasnya masing-masing. Ada yang bekerja sebagai bartender, supir mobil, kusir, pemilik kafe, pembuat roti, pedagang, dan masih banyak lagi.
Suasana yang riuh namun damai itu membuat Zeeta lekas paham. Apa yang ia saksikan dari kristal tersebut dapat ia rasakan saat ia di desa. Meskipun tidak seramai dan semegah apa yang ia lihat di kristal, ia merasa bahagia hanya dengan berinteraksi dengan warga desa.
Dari luar kerajaan, ia dapat melihat betapa alam hidup bahagia berdampingan dengan kerajaan. Warna hijau segar dari rindang pepohonan, sejuknya angin, pantulan biru langit menuju air, serta kehidupan hewan yang ada di dalamnya, akan membuat mata siapapun ingin memandangi lebih lama pemandangan indah ini.
Apa yang ia saksikan di depan matanya saat ini membuatnya tiba-tiba tahu apa yang ia inginkan dan jawaban dari kewajibannya. Ia ingin melihat semua orang di kerajaan ini dapat tersenyum tanpa beban, dan ia ingin menggunakan kekuatannya untuk membantu yang lemah. Namun, ia masih belum tahu dengan pasti, apakah semua orang di kerajaan mengalami hal yang sama dengan Wilayah Selatan?
“Meskipun ada penduduk yang memiliki sedikit sihir, kau sadar bahwa tak ada penindasan, bukan? Kebahagiaan tampak pada setiap wajah yang kau lihat,” kata Ashley.
“Ah, Anda benar....” Zeeta melihat satu demi satu orang-orang yang tampil di dalam kristal itu. Kristal tersebut menunjukkan tebal-tipisnya aura mana mereka.
“Zeeta, mungkin kau sudah tahu hal ini. Dalam kehidupan kebangsawanan, meskipun tindakanmu dipandang baik oleh rakyat, tetapi belum tentu hal itu disenangi oleh bangsawan lain. Orang-orang yang seharusnya mendukung, justru menunjukkan taring mereka. Hal itu sudah biasa terjadi.”
“Sudah biasa, ya ... apakah Rowing juga termasuk hal yang biasa?”
“Tidak. Sama sekali tidak. Sebagai Grand Duchess, dengan tegas akan kukatakan dia adalah pengkhianat yang sangat kejam.”
Zeeta hanya terdiam. Di dalam pikirannya, ia masih tidak mengerti mengapa bangsawan lain tidak bertindak selama ini? Kata-kata yang ia dengar belum bisa ia terima.
“Aku akan memperlihatkanmu bagaimana sosok ibumu. Apa kau sudah siap?” tanya Ashley.
“Ya, aku siap,” jawab Zeeta serius, mencoba tidak terlalu memikirkan apa yang sebelumnya terlintas di benak.
Ashley membawa mereka masuk ke dalam istana. Dari tampilan kristal tersebut, mereka tampak seperti ditarik masuk. Tak lama kemudian, mereka dapat melihat sosok wanita yang memakai mahkota dan gaun sederhana. Gaun tersebut berwarna biru dengan tepi berwarna kuning keemasan, bagian dada hingga pinggang depannya berwarna putih. Gaun biru tersebut juga dilapisi rompi tebal nan hangat berwarna putih dengan tepi yang dihiasi bulu-bulu halus. Ia memakai gelang semacam permata, dan juga liontin berwarna merah.
Wanita tersebut memiliki warna rambut yang sama dengan Zeeta, hanya saja ia mengikatnya dengan model kepang dan disanggul, ia memiliki mata berwarna hijau permata. Mereka menyaksikan sosok anggun wanita tersebut di saat dirinya berada di beranda ruang tahtanya. Wanita itu, Ratu Alicia Aurora XX, sedang melemparkan senyum lembutnya saat melihat kebahagiaan penduduknya.
“Apa itu ... ibuku?” tanya Zeeta yang telah terpana.
“Ya, kau benar.” Ashley tersenyum, ia mengingat masa-masa itu. Zeeta memandangi dalam-dalam sosok ibunya yang cantik jelita bersama dengan senyumannya tersebut.
“Ia ... cantik sekali....” Zeeta masih terpana dengan matanya yang berbinar, sedangkan Ashley hanya bisa ikut tersenyum melihat reaksi Zeeta.
“Alicia merupakan Ratu yang disukai oleh semua rakyatnya. Apa yang dilakukannya pun selalu mendapatkan respon positif. Aku tak bisa bilang dia adalah Ratu terbaik sepanjang sejarah kerajaan Aurora, tetapi aku bisa dengan yakin bilang ibumu adalah Ratu yang anggun, baik, dan penyayang, itulah mengapa ia disukai banyak orang.”
Mendengar ucapan Ashley tersebut, membuat mata Zeeta berbinar-binar dan membayangkan bagaimana sosok ibunya ini.
“Nah, sebelum aku menjelaskan lebih lanjut kepadamu tentang kewajibanmu sebagai Tuan Putri, apa yang kautahu dari seorang Tuan Putri?”
“Hmmm....” Zeeta memikirkannya dengan serius. “Ayahku pernah bilang, bahwa seorang bangsawan seharusnya memiliki tanggung jawab untuk melindungi rakyat jelata. Tapi sejujurnya, aku tidak yakin ... mengapa mereka, termasuk Anda, Grand Duchess, hanya menutup mata dan telinga kalian di saat puluhan nyawa di Wilayah Selatan melayang?” Zeeta melempar senyum kecutnya pada Ashley untuk menyindirnya.
“Kalian memiliki mana yang besar, ayahku pun bilang, untuk satu-satunya orang yang memiliki mana besar di desa, bangsawan tetaplah bukan tandingannya ... aku tidak mengerti, apa aku harus marah atau harus lega karena akhirnya kalian menolongku?”
Ashley yang mendengar ini, merasakan amarah pada dirinya sendiri. Ia mengepalkan tangannya. “Kau benar, Nak. Aku adalah pemimpin yang gagal.”
“Eh?” Zeeta tak mengerti.
“Alicia sudah kuanggap seperti anakku sendiri. Dia merupakan murid yang berbakat, cerdas, cantik, dan juga rendah hati. Aku memang memiliki anakku sendiri ... dia dan Alicia adalah harta karun bagiku. Aku sempat tak peduli apapun lagi jika aku, sebagai seorang Grand Duchess, dan guru sihir Ratu, gagal melindungi sang Ratunya. Aku tidak bilang kau harus memaklumiku, tetapi hatiku terasa hancur saat aku tak bisa berbuat apa-apa sementara istana tiba-tiba diserang....”
Pembicaraan berat ini dapat dimengerti oleh Zeeta. Apa yang Ashley alami, juga ia rasakan. Ia kembali mengingat, jika Sylva saat itu tidak ada, maka keluarganya kini tidak akan ada. Sementara disaat yang sama, ia juga tak mampu melakukan apapun dan hanya menangis. Pada akhirnya, meskipun ia ingin marah terhadap bangsawan yang tidak melakukan apapun, ia tetap merasa tak berhak untuk merasa marah.
“Aku ... tidak tahu harus menjawab apa ketika aku tahu aku adalah Tuan Putri. Tapi ... aku sadar jika aku harus menggunakan kekuatanku untuk rakyat, seperti yang ibu lakukan. Meskipun Anda mengatakan jika Anda gagal melindungi ibu, entah kenapa ... anting ini selalu bisa membuatku merasa tenang... meskipun aku belum pernah bertemu ibu, tapi aku tahu dia selalu menjagaku. Oleh karena itu ... terima kasih sudah mengajari ibuku atas banyak hal, kuharap Anda juga mau mengajariku tentang banyak hal juga, Ibu Guru Ashley.”
Zeeta melemparkan senyum tulus yang dapat membuat orang-orang luluh itu.
Senyuman ini kembali mengingatkan Ashley terhadap Alicia. Tanpa pikir panjang lagi, ia segera berlari memeluk Zeeta.
“Kau sangat kuat ya, Nak. Terima kasih.” Ashley mengelus kepala Zeeta. Ia sungguh merasa bangga terhadapnya. Hatinya bak lapangan, sebagai orang tua, ia sadar bahwa seharusnya Zeeta melampiaskan amarah padanya. Jika ia ada disaat kejadian akar delapan tahun yang lalu, seorang Tuan Putri tidak akan mengalami hal seberat ini di usia yang masih sangat belia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 354 Episodes
Comments
anggita
like, zeeta💥
2021-06-26
1