Livia tau yang dikatakan irawan benar. Ia meringis kena tindih lelaki bertubuh besar dan tegap ini. Selain itu ada sesuatu yang hangat dan panas terasa menekan bagian bawah pusar Livia.
“Bangun..! Sakit tau ditindih lo!” ketus Livia.
Lelaki itu bangkit. Ia menatap jengkel Livia yang masih berbaring di lantai.
“Aih, pisangnya bengkak..! Menuh-menuhin bungkusnya. Hi hi hi hi.” Irawan tersipu tapi sambil cekikikan kayak kuntilanak kala memperhatikan bagian depan celana lelaki itu. Ada sesuatu yang menonjol seperti ingin berontak disitu.
Wajah Livia memerah kala menatap itu. Jadi benda itulah yang tadi terasa hangat dan panas menekan tubuhnya.
Lelaki itu melotot ke Irawan. Ia tak suka Irawan menatap dan membahas pisangnya.
“Aih, jangan melotot ke eike dong ah. Eike kan gak lihat pisang yeiy beneran. Masih dalam bungkusnya gitu.” Irawan ngeri juga dipelototin.
Lelaki itu menatap ke bawah, ke arah Livia yang masih di lantai. Mendadak ia menunduk. Livia mengira lelaki itu akan membantunya berdiri. Maka Livia pun mengulurkan tangan. Ternyata tidak. Lelaki itu mengabaikan tangan Livia yang terjulur karena ia mengambil hand phonenya yang jatuh di lantai.
Jengkel banget Livia karena lelaki itu cuek saja tidak membantunya berdiri sama sekali. Livia pun bangkit berdiri sambil cemberut.
Mata Livia garang menatap si lelaki. “Lihat-lihat kalo jalan!” Ketus Livia. “Sampe jatuh gue kena tabrak lo!”
“Lo yang ngehalangin jalan?!” Lelaki itu memaki Livia. “Gue lagi buru-buru, lo malah main-main disini!”
“Siapa yang main-main?!” Sebel Livia mendengar ucapan lelaki di depannya. Boleh saja wajahnya tampan dan tubuhnya bagus, tapi lelaki ini nyebelin. Sudah gak suka nolong, hobi pula nyalahin Livia!
“Gue tadi lagi ngambil hand phone si ira. Lo yang muncul mendadak nabrak gue!” Jelas Livia.
“Benar yang dikatakan Livia, Hot Wheel. Eh, hot wheel sih mainan mobil-mobilan ponakan eike. Wahai hot man. Livia berkata benar sebenar-benarnya. Jujur sebujur barat dan sebujur timur. Dia ngambilin hand phone Ira yang jatuh.”
“Eh iya. ini hand phone lo.” Livia menunduk kembali mengambil hand phone Ira yang jatuh. Tadi tak sengaja hand phone Ira yang dipegang Livia ikut terjatuh kala ditabrak lelaki ini.
“Males ngomong ama kalian! Gue banyak urusan lain!” Lelaki itu seolah gerah berada di depan Livia, Ira dan Kiki berlama-lama. Ia terus pergi begitu saja.
Ira menerima hand phone dari Livia sambil menatap lelaki itu pergi. “Muka cakep body cucok. Sayang ya cyiinn si Norman nyebelin banget.”
“Nolong gue berdiri aja dia gak mau!” Sungut Livia. “Heran ada laki egois banget kayak dia. Cuma nolong perempuan jatuh aja dia ogah.”
“Tapi, Via…” Ira tiba-tiba tersipu malu-maluin. “Enak gak waktu body yeiy ditindih body Hot Man? Pisangnya mantap kan?”
“Apaan ? Gue ketindih ya sakit lah. Gue gak mikirin pisangnya dia!”
Kiki dari tadi diam saja. Mendadak gadis itu bicara. “Tadi gue merhatiin pisangnya si Norman, Via. Wuihh, gede banget waktu bengkak. Pasti happy tuh perempuan yang bakal jadi istrinya.”
Kiki mulai menggaruk-garuk bagian pahanya.
“Kenapa lo berdua jadi pada ngeres sih?” Livia menatap kedua temannya. “Udah deh…! Gak usah bahas pisang atau apapun tentang si Norman. Gue laper! Gue mau ke kantin!”
“Aih, Ira juga mau ngopi. Yuukk cyyinn kita ke kantin.” Ira juga setuju.
Bertiga mereka lantas menuju kantin.
*
Di kantin Livia makan nasi rames pake ayam geprek. Sementara Kiki makan nasi rames pake ikan goreng. Ira hanya ngopi dan makan cemilan tempe mendoan karena takut gemuk.
"Ira gak boleh gendut, karena gak luwes kalo nari." Jelas Ira. "Lagian kalo gendut muka Ira gak kelihatan cantik di kamera."
Tiba-tiba terdengar bunyi hand phone berdering. Nada deringnya standar seperti yang umum dipakai di hand phone.
Kiki menoleh ke Ira. “Hand phone lo tuh bunyi.”
“Aih, bukan.” Ira malah nerusin makan tempe mendoan. “Hand phone eike sih gak gitu nada deringnya. Eike kan berjiwa seni. Nada dering handphone eike suara piano yang lembut kayak pisang diemut.”
Suara hand phone terus berdering. “Lah, itu bunyinya dari tas lo, Jubaedaaahh..!” Kiki menunjuk tas Ira.
“Aih, iya. Benar katamu Bambang.” Ira membuka tasnya dan mengambil hand phone.
Ira kaget kala mengambil hand phone itu. “Aih, ini bukan hand phone eike, cyinnn…”
Livia dan Kiki terperanjat menoleh ke Ira.
“Ini sama hand phonenya doang. Tapi ini bukan hand phone eike. Kalo hand phone eike kan ada bling-blingnya di depan.” Irawan menunjukkan hand phone di tangannya.
Livia mikir. Kiki juga mikir.
“Apa ini hand phone si Norman? Kan tadi handphone nya jatuh juga” Kiki menatap Livia.
“Bisa jadi.” Kata Livia.
Sementara itu hand phone di tangan Ira kembali berdering. “Ini apaan sih bunyi terus? Ada yang nelpon penting kali ya?” Ira iseng mencoba membuka hand phone itu dengan memberi kode 1234 ke layar hape.
Ternyata hand phone bisa dibuka! Irawan mendengarkan suara yang menelpon.
“Ferdi. Kok kamu belum ke tempat aku sayang?”
“Auuwww!” Ira terpekik mendengar itu. ”ini buat si ferdi.” Kata Irawan. Lantas ia menekan gambar telpon merah menutup pembicaraan.
“Ferdi siapa?” Livia heran.
Irawan pura-pura tak mendengar pertanyaan Livia. Soalnya Ira pernah diancam Ferdi. “Balikin deh ah, hand phone ini. Ira mau hand phone Ira.” Irawan bersungut.
Di luar kantin tampak Norman tengah berjalan sambil mencari-cari.
“Itu si Norman. Mungkin dia nyari hand phonenya yang ketuker.” Kata Kiki.
“Aih, Ira takut sama dia. Via aja deh yang balikin hand phonenya.” Irawan menyerahkan hand phone ke Livia.
Segera Livia keluar dari kantin menghampiri Norman.
Lelaki itu memegang sebuah hand phone. Ia melihat Livia memegang hand phone yang modelnya sama.
“Resek lo! Bikin hape gue ketuker!” ia menyambut kedatangan Livia dengan jutek.
“Gak sengaja ketuker sama hand phone si Ira.” Livia menyerahkan hand phone di tangannya ke Norman. “Tadi ada telpon masuk kesitu, nanya Ferdi.”
Alis mata Norman naik sebelah. Cepat Norman merebut hand phone di tangan Livia. Ia lantas memberikan hand phone Ira ke Livia. “Lo tau Ferdi?”
Livia menggeleng. “Gak ngerti gue. Emang si Ferdi siapa?”
Senyum muncul di bibir Norman. “Ya sudah. Gue mau cabut. Ada urusan di luar.”
Lelaki itu terus berlalu begitu saja. Livia menatap heran kepergian Norman.
“Emang siapa si Ferdi?” Livia penasaran nanya ke Ira. “Lo kenal Ferdi?”
“Temannya Norman kali.” Ira menjawab hati-hati. “Eike juga gak kenal.” Ira tak berani buka rahasia karena ia takut Ferdi menghajarnya sampe giginya ompong.
*
“Kamu tambah gagah aja, Ferdi.”
Seorang perempuan berkaca mata yang lumayan cantik dan wangi berumuran sekitar 45 tahun menatap lelaki gagah itu. Tangannya beraksi masuk ke bagian bawah baju si lelaki.
Ferdi membiarkan perempuan itu beraksi. Perempuan yang ini jarang menelponnya. Tapi dia sangat liar seperti singa betina. Mungkin dulu kecilnya perempuan ini suka main di hutan sehingga gerakannya sangat liar di ranjang.
Setelah melepas kaca mata, dengan gesit si perempuan melucuti celana Ferdi. Matanya terbelalak melihat sesuatu yang besar di depannya. Tak bisa menahan gairah perempuan yang sudah tak mengenakan ****** ***** itu lantas duduk di atas Ferdi. Ia beraksi cukup lama dengan seru.
Setengah jam kemudian baru si perempuan berhenti. Ferdi hendak mengenakan pakaiannya kembali. “Saya mau ke kampus lagi Mbak Siska.” Katanya ke perempuan itu.
“Eh, gak bisa. “ Perempuan yang dipanggil Siska menepis ****** ***** yang hendak dikenakan ferdi. “Saya masih pengen dua ronde.”
Ferdi gak enak hati. “Tapi saya ada masih ada urusan di kampus...”
“Ya sudah kalo kamu mau ke kampus. Tapi saya gak mau bayar kalau kamu gak melayani dua ronde lagi!” Kata si perempuan itu santuy.
BERSAMBUNG…..
Jangan lupa LIKE, VOTE dan KOMEN kalau suka cerita ini. Kalau gak suka, boleh diabaikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
CebReT SeMeDi
omegattt pisang gedong mode on trs ini mah 😝😝
2021-04-19
0
Umi Achmad
kalo rondenya diperjelas Kayaknya lebih seru thor😁😀💪
2021-04-09
0
A.0122
astaga tante² tua semua yg dilayani si norman kecuali meli
2021-03-14
0