Zariya tidak tahu apa yang diinginkan laki-laki itu di sini. Sebelum ia bertindak, gadis itu memutuskan untuk mengamati saja apa yang sedang mereka berdua bicarakan. Sepertinya, kakaknya Citra, juga tidak tahu kalau dirinya sudah ada di belakangnya dan bersiap-siap jika ada kemungkinan terburuk yang terjadi.
“Untuk apa kamu kemari? Pergi kamu dari sini!” bentak Citra pada laki-laki itu.
“Cit, dengar dulu, aku datang kemari untuk minta maaf sama kamu!” Adi memohon pada Citra. Sejak awal laki-laki yang bernama Adi itu tahu bahwa Citra, pasti akan mengusirnya bila mereka bertemu, tapi Adi sudah bertekad untuk membujuk Citra supaya mereka bisa kembali bersama.
“Aku tidak mau dengar apapun dari kamu, dan aku juga tidak mau melihatmu. Pergi kamu dari sini dan jangan pernah datang kemari lagi.”
“Cit, jangan begitu, aku masih suami kamu!” Adi masih tetap memohon.
Zariya yang mendengar pembicaraan mereka ingin sekali menggampar wajah orang yang tidak tahu malu itu, tapi ia berusaha menahannya. Sebab Zariya ingin tahu apa reaksi kakaknya.
“Untuk apa kamu datang kemari, ha? Pasti Mita yang memberitahumu, kan?” tanya Citra. Mita adalah sepupu Adi yang bekerja padanya. Citra mau mempekerjakan Mita karena ia iba melihat Mita yang hidup sengsara. Namun, Citra tidak menyangka gadis itu malah mengkhianatinya dengan memberitahu Adi ada di mana ia sekarang.
“Aku dengar, kamu melayangkan gugatan cerai di pengadilan, aku tidak ingin kita bercerai, aku datang kesini untuk minta maaf sama kamu dan aku ingin memperbaiki semuanya.” Adi memasang wajah rasa bersalah yang amat sangat.
Sayangnya, Citra sudah kebal dan tidak terpengaruh dengan apapun yang dilakukan dan dikatakan Adi untuk membujuknya. Karena ia sudah sangat membenci orang yang sudah menelantarkan dirinya dan darah dagingnya sendiri hanya demi mantan pacarmya yang datang dari luar negeri.
Citra sudah bukan Citra yang dulu lagi, yang mudah diperdaya dan disakiti oleh suaminya. Citra yang sekarang jauh lebih kuat dan tegar dari sebelumnya, karena ia sudah pernah mengalami pahit getirnya kehidupan seorang diri tanpa ada yang bisa menolongnya. Beruntung Citra memiliki putra semata wayang yang menjadi sumber kekuatan Citra sehingga ia bisa sampai seperti ini.
“Sudah terlambat Adi, keputusanku sudah bulat, aku ingin tetap bercerai darimu. Tidak ada gunanya lagi kita bersama, dan aku juga tidak ingin dimadu olehmu. Aku sudah mundur dari kehidupanmu dan menjalani kehidupanku sendiri dengan sangat baik. Jadi, jangan menggangguku lagi. Pergilah, selagi aku masih bersikap baik.” Citra berusaha meredam amarahnya supaya tidak lepas kendali.
“Aku datang kemari bukan untuk pergi, Citra. Aku akan melakukan apapun asal kamu mau kembali lagi bersamaku, dan asal kamu tahu, aku dan Fifi sudah tidak bersama lagi. Kamu bisa tanya Mita jika kamu tidak percaya, kami juga tidak pernah menikah secara negara. Dan kami pun juga sudah berpisah sejak lama.” Adi masih berusaha menjelaskan semuanya pada Citra tentang apa yang terjadi sebenarnya.
“Oh iya? Selamat untukmu, aku turut bahagia. Jadi benar dugaanku dulu, kalian sudah menikah siri, dan sekarang kalian berpisah, terus kamu ingin aku kembali lagi sama kamu, gitu? Lucu sekali kamu? Tapi maaf, jangankan kembali, melihatmu saja aku tidak sudi.” Citra berniat pergi meninggalkan Adi, tapi lengannya dicekal oleh laki-laki yang sebentar lagi bakal jadi mantan suaminya.
“Lepaskan tanganku!” Citra menepis tangan Adi dengan kasar. “Jangan pernah menyentuhku, itu bisa membuatku kerepotan karena harus mencuci tanganku sebanyak tujuh kali dan salah satunya harus menggunakan tanah. Aku tidak mau membuang-buang waktuku demi membersihkan diriku akibat sentuhanmu.” Sindiran Citra terdengar sedikit sadis.
Adi hanya diam terpaku, karena ternyata Citra sangat membencinya. Adi merasa putus asa atas apa yang pernah ia lakukan dulu hingga membuat Citra berubah menjadi seperti ini.
“Wuah, Daebak! Kakakku memang keren!” gumam Zariya yang masih standby di depan pintu pagar. Ingin rasanya ia bertepuk tangan tapi niatnya itu ia urungkan karena Adi mulai bertindak kelewatan pada kakaknya.
Laki-laki yang bernama Adi itu pun tak pantang menyerah, ia terus saja membujuk Citra supaya mau kembali padanya. Pemandangan itu membuat Zariya geli sekaligus geram, gadis itu mencari-cari sesuatu dan menemukan sebuah sapu lidi yang terparkir rapi di dekat taman bunga. Tanpa pikir panjang, ia mencomot sapu lidi itu dan menyerang Adi secara bertubi-tubi dan membabi buta tanpa ampun.
“Dasar Bajingaan! Masih berani kau meminta kakakku kembali padamu setelah apa yang kau lakukan padanya dulu, ha? Pergi kau dari sini!” teriak Zariya sambil memukul-mukul tubuh Adi dengan sapu lidi. Zariya bahkan tak segan-segan menendang-nendang kaki Laki-laki itu. Adi beringsut dan berusaha menghidar dari serangan Zariya, tapi gadis itu tetap saja mengejar-ngejar kemanapun Adi bergerak.
“Za! Hentikan!” teriak Citra berusaha melerai dua orang yang sedang berputar-putar.
“Nggak! Bajingaan ini harus diberi pelajaran supaya ia tidak mengganggu hidup kakak lagi! Pergi kau dari sini atau aku bunuh kau sekarang juga!” teriak Zariya penuh emosi sambil terus melayangkan pukulan pada kepala Adi.
“Dasar cewek gila!” bentak Adi dan langsung melarikan diri dari serangan Zariya ketika tubuh gadis itu ditahan oleh Citra.
“Awas saja kalau kau sampai berani datang kemari! Tidak akan aku biarkan kau lolos begitu saja!” teriak Zariya menggebu-gebu. “Lepasin aku, Kak!” sengal Zariya berusaha lepas dari pelukan Citra.
“Apa yang kamu lakukan, Za? Kenapa kau pukuli dia? Buang-buang tenaga saja kamu itu! Lagian, darimana saja kamu? Telepon nggak diangkat, sms nggak dibalas! Kenapa baru pulang sekarang? Dimana motormu?” Citra mulai menunjukkan sifat bawelnya pada Zariya.
“Aku nggak akan biarin bajingan itu bujuk kakak lagi, jangan pernah mau balikan sama dia!” Zariya mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Kamu tenang saja, aku nggak akan pernah balikan lagi sama dia, sekalipun dia setor nyawa padaku, aku nggak akan terima. Aku sudah bahagia disini. Ada kamu dan juga Bibi. Sekarang, jawab semua pertanyanku tadi, darimana saja kamu?”
“Cari kerja, Kak. Wisudaku masih lama, aku bosan di rumah.” Zariya bersikap manja pada Citra.
“Ayo masuk!” ajak Citra, dan Zariya pun mengikuti kakaknya masuk ke dalam rumah.
“Kenapa teleponku nggak kamu angkat, ha?” tanya Citra lagi.
“Batereiku habis, noh kalau nggak percaya.” Zariya mengangkat ponselnya dan memberikannya pada Citra.
“Terus? Motor scoopymu mana?”
Pertanyaan Citra yang satu ini agak sedikit membuat Zariya bingung. Tidak mungkin ia bilang yang sebenarnya pada Citra, sebab pasti akibatnya akan fatal. Kakaknya ini akan lebih over protektif lagi padanya.
“Ehm, motorku dipinjam teman, tadi dia mengantarku kemari dan motorku dibawa olehnya, besok pagi baru dibalikin.” Syukurlah Zariya bisa menemukan alasan yang tepat.
“Teman? Teman yang mana? Kenapa dia pinjam motormu segala?”
Deg!
Nah, lagi-lagi pertanyaan Citra membuat Zariya semakin kelabakan dan tidak tahu harus menjawab apa. Pria misterius tadi berjanji mengurus motormya dan baru akan dikembalikan besok pagi. Entah itu benar apa tidak, Zariya juga tidak tahu.
Gawat, apa yang harus aku katakan pada kak Citra? Batin Zariya.
BERSAMBUNG
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Memyr 67
cerita yg menarik, jenis cerita yg aq suka
2022-10-03
0
💟💟rianti lope 💟💟💟
next thor
2021-07-10
0
Ayun Nin
daebakkkk
2021-05-27
0