Seluruh rencana operasi telah direncanakan dengan matang. Andrew dan Clark akan menyamar sebagai salah satu tamu dengan menggunakan identitas sebagai pengusaha real estate dari Eropa. Mereka akan berusaha menarik perhatian Mr. Kobayashi dengan membual, tentu saja, mengenai besarnya perusahaan mereka dan banyaknya penghasilan mereka per tahun. Kemudian ketika ketua mafia itu masuk dalam perangkap dan mengundang mereka ke ruang VIP yang biasa dia gunakan untuk memeras korbannya, maka di sanalah misi akan dijalankan.
Semua rute keluar dan rencana cadangan sudah disiapkan, berjaga-jaga jika terjadi sesuatu yang tidak terduga. Satoru dan Naoko—dua orang anak buah Mr. Tanaka—yang akan mengurus bagian transportasi. Mereka berdua akan memindahkan Andrew, Clark, dan Kobayashi Sora ke safe house. Sementara itu, Jovanka dan Jimmy bertugas mengalihkan perhatian para pengawal dan membantu menjalankan rencana cadangan jika rencana pertama gagal.
Hari sudah menjelang malam ketika Andrew dan Clark keluar dari gedung putih—begitu mereka berdua menamai markas EEL itu. Mobil mereka sudah siap di depan lobby utama. Clark menerima kunci dari pemuda yang tadi memarkirkan mobil mereka dan membungkuk sekilas.
“Terima kasih,” ujarnya sebelum membuka pintu mobil dan menyalakan mesin.
Mereka memutari gedung, mengikuti petunjuk untuk keluar menuju jalan raya melalui gerbang di sisi timur. Jalan utama yang ramai kembali menyambut setelah melewati palang otomatis. Para pejalan kaki semakin banyak dan lebih terburu-buru. Mungkin karena ingin mengejar waktu santap malam bersama keluarga mereka di rumah.
Clark menoleh sekilas pada Andrew yang sedang serius menatap ke luar jendela. Ia tahu sahabatnya itu sedang merencanakan sesuatu, atau mungkin sedang mempertimbangkan sesuatu. Raut wajahnya benar-benar sulit ditebak. Clark tahu ia tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Andrew. Garry saja belum memberikan informasi yang dibutuhkan, apalagi dirinya yang bahkan belum pernah bertemu dengan Nona Sakamoto itu. Akan tetapi, paling tidak … ia bisa membantu agar Andrew tidak terlalu tertekan.
“Kamu mau bersenang-senang sebentar?” tawarnya sambil mengetik di kolom pencarian GPS.
“Hum,” gumam Andrew pelan. Ia memang perlu sedikit hiburan. Diam di rumah bisa membuatnya memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya ia pikirkan.
“Baiklah, mari mencari udara segar sebelum kembali menyelam!” seru Clark seraya mengepalkan tangannya di atas kemudi.
Suara ban yang berdecit terdengar cukup keras ketika Clark memutar setir ke kanan, mengikuti arahan GPS menuju Ginza. Kebetulan ia sudah merencanakan hal ini ketika tahu misi mereka akan dilakukan di Jepang. Pria itu sudah mencari tahu tempat-tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi. Ginza adalah salah satu wilayah yang memiliki izakaya-4 terbaik di Jepang. Ada banyak tempat menarik yang bisa mereka kunjungi di sana, mulai dari kelas bawah hingga menengah ke atas.
Clark berhenti di depan sebuah bangunan yang tidak terlalu mencolok. Setelah memberikan kunci mobil kepada valet, dua orang pria itu berjalan masuk, menghampiri dua orang penjaga yang memakai setelan hitam di depan pintu masuk. Clark menyodorkan ponselnya untuk dipindai. Hanya sebentar, lalu penjaga memberi mereka izin untuk masuk. Hal itu membuat Andrew sedikit curiga bahwa Clark telah menyiapkan semua ini sebelumnya.
“Kamu sudah mem-booking tempat ini?” tanya Andrew sambil menatap sahabatnya dengan sorot menyelidik.
Clark menyeringai lebar dan memainkan alisnya dan menjawab, “Yep. Aku sudah memesannya sejak kita berangkat dari Moskow. Tadinya aku ingin mengajakmu ke sini setelah tugas kita selesai … tapi, sepertinya kamu membutuhkannya sekarang.”
Andrew hanya bisa menghela napas dan membuang muka. Memangnya ia bisa protes? Toh, ia memang perlu melonggarkan seluruh syarafnya yang terasa tegang. Ia mengedarkan pandangan untuk mengamati bangunan yang rupanya lebih luas dari dugaannya semula. Desain interiornya termasuk semi-modern, meski tetap terdapat beberapa ukiran naga dan ikan koi di pintu dan jendela. Beberapa corak dan arsitektur bangunan sudah banyak mengadaptasi budaya Barat. Sungguh perpaduan yang sempurna.
“Lewat sini,” ujar Clark seraya menunjuk lorong menuju lift, “Aku memesan tempat di rooftop. Menurut internet, view dari sana lebih indah.”
Lagi-lagi Andrew hanya diam dan mengikuti sahabatnya tanpa membantah. Ia sama sekali tidak memiliki tenaga untuk berdebat atau protes, hanya terus mengekori Clark hingga akhirnya mereka berhenti di dekat balkon.
Andrew tetap tidak berkomentar apa pun saat Clark memilih kursi di tempat yang sedikit terbuka. Beberapa hiasan dari bunga hidup diletakkan dalam pot-pot kecil, terlihat serasi dengan ornamen-ornamen lain yang dijadikan pajangan. Bisa dibilang, tempat ini tidak terlalu biasa, tapi juga tidak terlalu mewah. Mau tidak mau Andrew memuji Clark dalam hati. Sahabatnya itu paling tahu mencari tempat yang nyaman.
“Sumimasen!” seru Clark seraya mengangkat tangannya.
Seorang pemuda yang masih terlihat belia tapi cukup berpengalaman menghampiri meja mereka. Dengan cepat dan fasih, Clark memesan beberapa jenis minuman beralkohol dan makanan pendampingnya.
“Beri kami masing-masing dua botol sake-5, umeshu-6, dan sochu-7,“ ujar Clark sambil menggosok-gosokkan tangannya dengan bersemangat.
“Apa?” desisnya ketika melihat Andrew melotot ke arahnya, “Kita ada di Jepang, tentu saja harus menikmati minuman tradisional khas Jepang. Memangnya kamu mau memesan jus buah?”
“Kamu habiskan sendiri,” ancam Andrew sambil bersedekap.
“Berikan aku bir saja,” pintanya pada pelayan. Ia pernah mencoba sake sebelumnya dan tidak terlalu menyukai rasanya.
“Baik, Tuan. Ada lagi?”
Clark mengabaikan ocehan sahabatnya dan kembali memesan, “Bawakan juga dua porsi nabe-8 dan mie yakisoba-9. Oh, juga kacang edamame … aku ingin mencoba semuanya.”
“Baik. Mohon tunggu sebentar.”
Clark tersenyum lebar ketika pesanannya datang tak lama kemudian. Ia menuang sake ke dalam gelas dan menghabiskannya sampai tandas.
“Cepat minum. Setelah ini aku akan mengajakmu bersenang-senang di Shibuya,” perintah Clark sembari menyodorkan gelas berisi bir pada Andrew.
Andrew baru hendak mengangkat gelas dan mendekatkannya ke mulut ketika ekor matanya menangkap gerakan kecil di dekat balkon sebelah utara. Siluet yang sudah sangat dikenalnya itu tampak sedang berbicara dengan seseorang di ponsel. Wajahnya terlihat sangat serius dan sedikit tidak senang, membuat Andrew ikut mengernyit karena penasaran.
Clark yang melihat perubahan drastis pada wajah Andrew segera mengikuti arah pandangan pria itu. Ia berbalik, menoleh untuk mencari siapa atau apa yang berhasil menarik perhatian sahabatnya itu.
“Drew?” gumam Clark sambil mengerjap beberapa kali, “Lukisanmu hidup? Dia mengikuti kita kemari?”
Andrew tidak berani berkedip. Ia tidak menjawab pertanyaan Clark karena takut ia pun sedang berhalusinasi. Kesempatan mereka untuk bertemu secara tidak sengaja seperti ini bisa dibilang satu banding seribu, apalagi dua kali berturut-turut dalam jangka waktu yang cukup berdekatan. Selain itu, ia yakin kota Tokyo tidak sempit. Tidak mudah untuk berpapasan dengan seseorang seperti ini tanpa membuat janji lebih dulu. Kecuali … kecuali sudah ada yang mengaturnya ….
Takdir?
Atau benar-benar merupakan sebuah kebetulan dan ketidaksengajaan?
“Andrew?” panggil Clark dengan nada memperingatkan ketika melihat sahabatnya sudah berdiri.
Kini ia percaya Andrew tidak hanya mengada-ada. Ia sendiri tidak percaya gadis itu benar-benar ada, terlihat seratus persen seperti lukisan yang dibuat oleh Andrew. Tidak ada perbedaan sedikit pun. Mulai dari postur tubuh, cara berdiri, rambut yang tergerai dan tertiup angin, hingga seulas senyum tipis yang muncul di wajahnya. Itu benar-benar dia.
Keterkejutan di wajah gadis di hadapannya membuat Andrew sedikit mundur. Entah bagaimana ia sudah sampai di dekat Sakamoto Keiko … gadisnya … gadis yang masih menjadi milik orang lain.
Keiko terlalu terkejut hingga lupa kalau ponselnya masih tersambung dengan Hiro. Mereka sudah membuat janji untuk makan di tempat ini, tapi Hiro mendadak tidak bisa datang. Lalu, tiba-tiba saja pria aneh tadi siang berdiri di hadapannya, menatapnya dengan sorot yang ... penuh kerinduan? Ini benar-benar aneh.
“Hallo, Nona. Maafkan kelancanganku tadi siang. Oh, aku belum sempat memperkenalkan diri dengan baik. Aku—“
“Sayang, siapa yang berbicara denganmu?”
Suara lantang dari ponsel itu mengagetkan Andrew dan juga Keiko.
Gadis itu buru-buru mendekatkan ponselnya lagi ke telinga dan berjalan menjauh. Samar-samar, Andrew masih bisa mendengar suara merdunya yang terbawa oleh angin.
“Bukan siapa-siapa. Hanya orang asing. Cepat kemari kalau sudah selesai. Aku akan menunggumu.”
Deg ….
Deg ….
Deg ….
Keiko meremas ponselnya erat-erat. Sorot mata pria asing tadi membuatnya berdebar-debar dengan cara yang aneh … keringat dingin membasahi telapak tangannya hingga ponselnya hampir jatuh. Dan lagi, pria itu tidak seperti orang asing, seolah mereka pernah saling mengenal sebelumnya. Akan tetapi, ia tidak bisa mengingat dengan jelas.
Andrew menatap punggung mungil Keiko yang menjauh dengan ekspresi yang tak terbaca. Tangan kanannya menggenggam gelas erat-erat hingga buku-buku jarinya memutih.
Orang asing.
Ya. Mereka berdua hanyalah orang asing yang diikat oleh takdir yang aneh. Takdir yang ia sendiri tidak mengerti. Namun, seandainya bisa memilih … ia akan tetap memilih untuk mencintai gadis itu.
“Nona!” panggil Andrew seraya mengejar Keiko yang sudah hampir mencapai pintu.
Keiko membeku, tidak berani menoleh ke sumber suara yang membuatnya seolah kehilangan akal sehat itu.
“Nona, mohon beritahu namamu,” pinta Andrew dengan sopan. Ia tidak ingin menakuti gadis itu dengan membocorkan bahwa ia sudah mengetahui semuanya.
Keiko mengepalkan tangannya di depan dada. Setelah menarik satu napas panjang yang terasa berat, ia berkata, “Saya sudah bertunangan, Tuan. Carilah gadis lain untuk Anda ajak bermain-main. Saya harap kita tidak pernah bertemu lagi.”
Setelah mengucapkan kalimat itu, Keiko menarik daun pintu dan bergegas keluar.
“Kamu salah, Nona … kita akan sering bertemu,” gumam Andrew sambil menatap tempat gadisnya tadi berdiri.
Dari tempat duduknya, Clark menyaksikan semua itu sambil menahan napas. Sekarang ia hanya bisa berharap misi mereka segera selesai agar ia bisa menyeret Andrew kembali ke Paris. Sepertinya menyerahkan Andrew kepada Mr.Roux agar dapat dinikahkan dengan Cecille adalah pilihan bagus daripada melihat sahabatnya mati konyol di sini.
***
Note:
Izakaya yang secara harfiah berarti "kedai sake makan di tempat (dine-in)", adalah bar/restoran khas Jepang yang menyajikan hidangan dalam porsi kecil untuk mendampingi minuman yang dipesan.
Sangat populer untuk dijadikan tempat nongkrong segerombolan teman atau rekan kerja. Ada hidangan kasual hingga berkelas dengan pilihan menu yang beragam.
Sumber: https://id.japantravel.com/guide/semua-tentang-izakaya/27758
Sake : minuman beralkohol Jepang yang berasal dari hasil fermentasi beras.
Umeshu : minuman beralkohol Jepang yang dibuat dengan seduhan ume buah plum ( masih mentah dan hijau)
Shochu, kandungan alkoholnya lebih tinggi dari sake atau anggur, tetapi lebih rendah dari wiski. Rasa dan aroma shochu sangat berbeda dari sake karena bahan bakunya adalah campuran berbagai jenis produk pertanian dan umbi-umbian.
Nabe : steamboat Jepang yang dimasak dalam suatu wadah panci dan berisi sayur-sayuran, daging, ikan, dll.
Yakisoba: masakan mie goreng Jepang dengan bahan mie, kol, sayur-sayuran dan daging, ditambah bumbu saus uster atau saus yakisoba.
sumber: wikipedia
***
Btw, yang suka thriller-gore bisa mampir ke: "wanita-wanita simpanan" klik profil atau ketik do kolom pencarian.
love you all😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
wietha ahmad
aku terhanyut alurnya kak biru
2022-06-26
0
Rasikha Qotrun Nada Nada
aduhhh kok km bicara seperti itu Keiko,,,,
2022-03-18
0
Sri Budiarti
penuh perjuangan cb ada teman2nya alex di masanya tambah seru x ya 😊
2022-02-11
0