Suara ingar-bingar musik yang mengentak tak mampu menarik perhatian Andrew. Pria itu duduk sendiri sofa bundar sambil menyesap minuman dalam gelasnya perlahan. Gadis-gadis cantik dan seksi yang meliuk-liuk di atas panggung pun tidak berhasil mengubah minatnya sama sekali. Clark berdecak sebal dan melirik sahabatnya dengan kesal. Ini malam terakhir mereka di Moskow dan Andrew sama sekali tidak bisa diajak bersenang-senang.
“Kamu sangat membosankan,” gerutu Clark seraya menenggak habis minuman miliknya.
Ia bangkit dari tempat duduk dengan sedikit sempoyongan dan berkata, “Aku akan bergabung dengan yang lain. Turunlah kalau sudah berubah pikiran.”
“Huh.”
Andrew hanya mendengkus sekilas dan kembali sibuk dalam lamunannya. Sesekali ia melihat ponsel yang tergeletak di atas meja, meraih dan membaca ulang pesan singkat yang dikirimkan oleh Alfred dua jam lalu.
Mr. Roux menagih janjimu, Anak Muda. Cepat pulang.
Singkat, padat, dan menjengkelkan. Rasanya Andrew ingin meremukkan ponselnya hingga berkeping-keping. Namun, ia tahu itu adalah tindakan yang sia-sia. Ayahnya akan tetap menemukannya, bagaimana pun caranya. Seandainya ada cara untuk menghilang sejauh mungkin dari jangkauan pria itu, dengan senang hati ia akan melakukannya.
“Apa yang membuat wajahmu begitu kusam?”
Andrew mendongak, menatap sosok yang baru saja menyapanya itu dengan mata memicing. Ruangan yang remang-remang membuatnya cukup lama menyadari kalau pemilik suara seksi di hadapannya itu adalah Jovanka, salah satu atasannya yang memimpin penyelidikan penyelundupan senjata ilegal di Moskow.
“Miss,” sapa Andrew, “Silakan duduk.”
Tubuh Jovanka yang dibalut gaun malam berwarna gelap dengan model backless terlihat sangat anggun sekaligus berbahaya. Andrew cukup yakin setidaknya ada dua pucuk Baretta di balik gaun yang melekat erat di tubuh wanita itu. Jovanka duduk dan menuangkan segelas minuman untuk dirinya sendiri, kemudian mengulurkannya pada Andrew.
“Cheers?”
“Cheers,” jawab Andrew sambil mengangkat tinggi gelas di tangannya dan mengetuknya pelan ke gelas Jovanka.
“Di mana yang lain?” tanya wanita itu.
Andrew menjawab dengan menganggkat dagunya ke arah panggung yang penuh dengan stripte*se, membuat Jovanka terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya.
“Kamu tidak ingin mengikuti kegilaan mereka?” goda Jovanka sambil menatap Andrew penuh arti.
“Tidak tertarik,” jawab Andrew singkat.
“Kenapa? Biasanya pria seusiamu selalu ingin berpesta, ada banyak gadis—“
“Aku sudah punya kekasih,” sela Andrew dengan malas.
Ia tahu, sejak awal Jovanka selalu berusaha menarik perhatiannya. Dengan tubuh semampai dan mata biru terang yang menggoda, wanita itu memang sangat menarik. Sayangnya, Andrew tidak menaruh minat padanya. Satu-satunya gadis yang mengisi hati dan pikirannya hanya Kinara Lee, seorang gadis yang hanya ditemuinya dalam mimpi. Bodoh dan gila, memang.
Huh. Ia bahkan ingin menertawai dirinya sendiri yang tidak masuk akal. Akan tetapi, mau bagaimana lagi kalau otak dan hatinya sudah saling sinkron. Dua anggota tubuhnya itu hanya mematri nama dan raut wajah gadis itu saja dalam pikiran dan alam bawah sadarnya.
Raut wajah Jovanka yang sempat kecewa perlahan kembali optimis. Ia menenggak habis cairan dalam gelasnya, kemudian bergeser mendekati Andrew. Sangat dekat hingga dadanya yang membusung dan sedikit tesembul dari balik gaunnya menempel dengan lengan pria itu. Dengan gerakan yang sangat sensual, ia menyusuri lengan hingga pundak Andrew dengan telunjuknya.
“Dia tidak akan tahu, Honey ... kita bisa—“
“Hentikan. Jangan mempermalukan dirimu sendiri, Miss.”
Andrew menepis tangan Jovanka dan berdiri dengan cepat hingga tubuh wanita yang menempel padanya sedikit tersentak ke belakang.
“Aku sudah cukup bersenang-senang untuk malam ini. Guten night,” ujarnya seraya mengancingkan jas dan berjalan menjauh.
Jovanka terkesiap, sama sekali tidak punya persiapan untuk menghadapi penolakan Andrew. Ia tidak pernah ditolak oleh siapa pun sebelumnya.
“Sialan!” makinya seraya membetulkan posisi gaunnya yang tersingkap.
Ya, harus diakui ia melakukannya secara sengaja agar Andrew terpikat padanya. Siapa sangka pria itu justru melarikan diri begitu saja? Namun, sikap Andrew itu justru membuatnya semakin penasaran untuk menaklukkannya.
“Kita lihat saja nanti, Lil Boy ...,” gumam Jovanka sebelum berjalan ke lantai dansa. Setidaknya ada beberapa pilihan di sana yang dapat memuaskan dahaganya.
Di pintu keluar, Andrew mengambil ponselnya dan mengirim pesan untuk Clark, memberitahu sahabatnya itu kalau ia sudah lebih dulu kembali ke hotel. Ia baru hendak berjalan ke parking lot ketika tiba-tiba seseorang menepuk bahunya dengan cukup keras.
“Hey!” serunya ketika merasakan kerah bajunya ditarik menjauh dari keramaian.
“Ini aku,” ujar Clark sebelum Andrew mengayunkan tinju ke wajahnya, “Kenapa pergi tanpa memberitahuku?”
“Bosan.”
Clark mendengkus sebelum bertanya, “Kamu tidak menerima pesan masuk?”
“Pesan?”
“Yep. Baru saja. Um, sekitar tiga puluh detik, maybe?” Clark mengangguk sambil menatap jam yang melingkari di tangan rekannya.
Andrew mengikuti arah tatapan Clark, kemudian berkata, “Aku sedang menonaktifkannya. Ada apa?”
“Kita berangkat ke Jepang malam ini. Sepertinya masih berhubungan dengan misi hari ini. Titik kumpul akan dibagikan satu jam lagi. Deskripsi tugas akan dijelaskan dalam perjalanan. Ayo!”
“Di mana yang lain?”
“Jovanka sudah mengurusnya.”
Mata Andrew menyipit. “Jovanka? Dia ikut?” tanyanya dengan penuh rasa curiga.
“Yep.”
“Pissnelke.1”
Clark terkekeh mendengar sahabatnya mengumpat. Manik kelabunya berkilat dalam kegelapan. Tentu saja ia tahu bagaimana Jovanka berusaha mendekati Andrew selama mereka beroperasi di Moskow, juga upaya wanita itu untuk bisa bergabung dalam misi berikutnya hanya agar bisa mendekati Andrew lagi.
“Dia cantik. Apa salahnya menghabiskan satu malam dengannya agar dia tidak terlalu penasaran la—“
“Shut up!” Andrew mengangkat tangannya dan memukul kepala sahabatnya.
“... aw! Dude!”
“Connard!2”
Andrew mengabaikan Clark yang sedang mengomel di belakangnya dan berjalan cepat menuju parking lot.
“Hey, kalau ini masih tentang gadis khayalanmu, aku—“
Andrew berbalik tiba-tiba dan menatap tajam ke arah sahabatnya.
“Tutup mulutmu!” serunya dengan nada mengancam.
Clark mengangkat kedua tangannya ke udara, kemudian membuat gerakan mengunci di depan mulutnya. Andrew berdecak sebal, kemudian kembali berjalan.
Drrrt. Drrrt. Drrrt.
Ponsel dalam genggaman Andrew bergetar. Ia memicing ketika melihat nama yang tertera di layar, kemudian menyentuh bulatan merah. Namun, tak lama kemudian benda itu kembali bergetar. Pemuda itu melihat sekilas, kemudian mengabaikan getaran dari ponselnya yang tidak mau berhenti. Ketika benda itu menyala lagi untuk yang kesekian kalinya, ia menekan tombol daya hingga benda pipih dalam genggamannya itu mati, lalu melemparkannya ke tempat sampah. Tidak masalah, ia tidak menggunakan benda itu untuk bekerja.
“Cepatlah!” serunya setelah membuka pintu mobil.
Clark melesat masuk dan duduk di bangku penumpang dan berkata, “Ayo, jalan.”
Andrew menyalakan mesin dan memutar kemudi menuju pintu keluar. Ban berdecit keras di aspal ketika Andrew mengendarai mobil sport merah itu meninggalkan salah satu tempat hiburan malam yang paling terkenal di kota Moskow. Dalam hati ia terus berharap agar Alfred tidak berhasil melacaknya sebelum ia terbang ke Jepang.
Note:
1\= cewek munafik yang membosankan (Jerman)
2\= brengsek (Prancis)
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Wiwik Setiawati
apa artinya yaa
2022-02-18
0
Ayuna
Jepang😍😍😍😍....
ayahnya nagih janji? emang ini cerita udah 10tahun berjalan?
2022-02-01
0
Gendhis Jawi
Aduh tuh ular ngrecokin aja
2022-01-25
1