“Ada apa denganmu?” tanya Clark ketika melihat Andrew yang berjalan menghampirinya sambil menyeringai lebar seperti orang bodoh.
Andrew tetap mengulum senyum dan mengempaskan bokongnya ke atas kursi dengan santai.
“Bukan urusanmu,” jawabnya dengan seringai yang semakin lebar.
Jantungnya masih berdetak kencang. Ia tidak tahu gadis itu mengalami hal yang sama dengannya atau tidak, tapi pengalaman tadi benar-benar mendebarkan. Meski sekarang ia merasa seperti remaja yang baru mengenal cinta, tapi anehnya ia tidak merasa aneh atau kesal sama sekali. Intinya, perasaannya saat ini sungguh tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.
Semuanya sangat tidak masuk akal sekaligus membuatnya kecanduan. Ia ingin mencicipi rasa manis itu lagi … adrenalin yang memuncak, mengalir di seluruh pembuluh darahnya dan membuatnya merasa bahagia untuk alasan yang ia sendiri tidak mengerti.
“Cinta bisa membuatmu gila, Sobat,” ejek Clark sambil memutar bola matanya dengan kesal.
Ia sudah menahan napas sejak tadi, khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan jika Andrew tidak sengaja melakukan kesalahan. Kalau sahabatnya itu tiba-tiba melakukan hal-hal gila dan menyusahkan dirinya sendiri, maka tidak masalah.
Namun, kalau dia sampai tergila-gila dan kehilangan kemampuannya untuk berpikir secara logis, maka itu akan sangat berbahaya. Tidak hanya untuk dirinya, tapi juga bagi seluruh keberhasilan misi mereka kali ini. Orang-orang yang mereka hadapi ini bukan penjahat kelas menengah ke bawah.
“Aku rasa aku memang sudah hampir gila,” ujar Andrew pelan setelah mematung beberapa saat.
Clark menatap sahabatnya dengan mata menyipit. Ia hanya mendengar gumaman tidak jelas dari mulut sahabatnya itu.
“Apa katamu?” tanyanya ingin memastikan.
“Apakah ada yang masuk ke sana?” balas Andrew untuk mengalihkan perhatian. Ia mengangguk ke arah pintu VIP yang masih tertutup.
“Kau tidak akan percaya ini,” jawab Clark bersemangat.
Setelah mengambil ponselnya dari saku celana. Ia membuka kunci layar dan membuka galeri, lalu menyodorkan benda itu ke hadapan Andrew.
“Robert Castillo?”
Andrew menggerakkan ibu jari dan telunjuknya di permukaan ponsel. Sosok bertubuh tambun dengan kepala pelontos dalam tangkapan kamera ponsel kini terlihat lebih jelas. Pria itu memang Robert Castillo, salah satu kepala mafia dari Mexico. Bagaimana dia bisa berada di sini? Apa hubungannya dengan keluarga Kobayashi? Bukankah mereka bersaing dalam bisnis narkotika?
Pantas saja pria itu menyuruh tunangannya untuk pulang lebih dulu. Rupanya dia ingin melakunan bisnis kotornya di sini.
“Sudah berapa lama dia di dalam?”
“Dia hanya masuk sebentar. Beberapa menit setelah kamu pergi, dia datang dari arah yang berlawanan. Tidak sampai lima menit, dia kembali keluar sambil mengumpat. Menurutmu, apa yang terjadi?”
“Begitu ….”
Andrew berpikir keras hingga keningnya berkerut dalam. Ini adalah informasi baru. Selama ini tidak ada satu pun laporan yang menyatakan bahwa klan Kobayashi melakukan kerja sama dengan mafia Mexico. Akan tetapi, jika Robert keluar dengan penuh amarah, maka hanya ada dua kemungkinan.
Jika pertemuan mereka bukan karena kerja sama, maka sudah pasti hal tersebut berhubungan dengan pemerasan.
Apakah mereka melakukan sokaiya pada Robert Castillo? Benar-benar bernyali besar.
“Aku sudah mengirim foto ini ke markas pusat,” jelas Clark tanpa diminta. Ia cukup yakin para pemimpinnya pun tidak menyangka hal ini akan terjadi.
“Kerja bagus,” puji Andrew.
Ia menenggak habis minuman dalam gelasnya, lalu bangun dari tempat duduk.
“Ayo pulang,” ajaknya seraya memeriksa kembali barang-barang di atas meja, jangan sampai ada yang tertinggal.
Raut wajah Clark mendadak berubah. Ia menggosok bagian belakang kepalanya dengan sedikit ragu-ragu.
“Ada apa?” tanya Andrew ketika melihat tingkah sahabatnya yang mencurigakan.
“Itu … aku … Jovanka sedang menuju ke sini. Apakah kita bisa menunggunya sebentar?”
“Apa?!” Andrew memelototi pria di hadapannya dengan kesal.
“Maaf, dia terus memaksa. Aku—“
“Itu urusanmu,” sela Andrew.
Pria itu meletakkan beberapa lembar pecahan yen di atas meja sebelum berjalan menjauh. Ia tidak punya waktu untuk mengurusi satu lagi serangga pengganggu. Cecille saja sudah cukup membuatny sakit kepala.
“Drew! Hey!” teriak Clark dengan panik.
Ia ingin menyusul Andrew, tapi pesan singkat dari Jovanka mengatakan bahwa wanita itu sudah hampir tiba. Akan tetapi, ia tahu dirinya juga tidak bisa memaksa Andrew untuk tetap tinggal.
“Sial!” umpat Clark sambil memukul permukaan meja dengan cukup keras.
Kalau tahu akan berakhir seperti ini, lebih baik tadi ia tidak mengangkat telepon dari Jovanka. Benar-benar sial. Dengan sangat terpaksa, pria itu membuka layar kunci dan mengirim pesan kepada Jovanka, memberi tahu wanita itu bahwa Andrew sakit kepala dan sudah pulang lebih dulu.
“Semoga mereka tidak berpapasan,” gumamnya pelan.
Tidak lucu kalau ternyata Jovanka sudah tiba di tempat parkir dan melihat Andrew masih berkeliaran di sekitar sini.
Setelah membayar tagihan ke kasir, Clark segera berjalan menuju pintu. Ia hampir lupa kalau tadi berkendara bersama Andrew ke sini. Ia juga cukup yakin Andrew tidak terlalu memahami seluk-beluk kota ini, sama seperti dirinya yang mengandalkan GPS.
“Semoga saja dia masih ada di bawah,” harapnya sebelum meluncur menuju lift.
Ia baru saja menekan tombol untuk menuju lantai dasar ketika ponselnya bergetar dalam saku.
“Mr. Tanaka?” gumamnya ketika melihat nama pengirim pesan di ponselnya.
Perubahan rencana. Kembali ke markas besok siang.
Apa yang terjadi? Apakah karena foto Robert Castillo yang baru saja ia kirimkan ?
“Ya. Sepertinya begitu. Sepertinya mereka ingin menangkap dua ikan dengan menggunakan satu kail.”
Clark masih terus berbicara dengan dirinya sendiri hingga mencapai pintu keluar. Lalu, setelah menoleh ke sekeliling dan tidak menemukan sosok yang dicari, ia menekan speed dial nomor satu di ponselnya dan melakukan panggilan.
“Di mana kamu?” tanyanya begitu sambungan telepon terhubung.
Hanya suara percakapan yang terputus-putus dan suara gemerisik pelan yang tertangkap oleh telinganya.
“Andrew? Apa yang terjadi?” seru Clark sedikit panik.
Biasanya Andrew cukup waspada dan tidak terkalahkan, tapi sekarang … pria itu sedang sedikit mabuk, dan tidak waspada karena cinta yang tidak masuk akal itu sedang menggerogoti otaknya yang malang. Ia takut terjadi sesuatu yang membahayakan nyawa Andrew.
“Drew?!”
Tut.
Tut.
Tut.
Sambungan telepon terputus.
“Sial!” maki Clark cukup keras.
Ia mengaktifkan sistem tracking di ponselnya untuk melacak di mana posisi terakhir sahabatnya itu.
Ketemu!
Semoga belum terlambat.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Mimilngemil
aaaa... menegangkan
tapi aku suka
2023-10-17
0
Rasikha Qotrun Nada Nada
jdi penasaran. apa yg terjdi ya,,,,
2022-03-18
0
Ayuna
kenapa tuh
2022-02-01
0