Hari semakin larut, pengunjung pun semakin banyak. Andrew tidak mau pulang meski Clark sudah mengajaknya sejak tadi. Ia bersikeras duduk di dekat ruang VIP yang berada sekitar lima meter di depannya, sesekali menoleh jika pintunya terbuka.
Keiko masuk ke sana sejak tiga jam lalu, ketika seorang pria yang cukup tampan menggandeng tangannya dengan mesra dan merapikan anak rambutnya yang mencuat. Karena sudah melihat fotonya tadi siang, Andrew tahu bahwa pria itu adalah Hiro.
“Apakah dia mencintai pria itu?”
Suara bernada penuh keluhan itu terdengar dari sela-sela jemari yang menutupi wajah Andrew.
“Apa yang harus kulakukan kalau dia mencintainya?”
Sial. Apa aku sedang cemburu? Apa yang mereka lakukan di dalam sana? Kenapa lama sekali? Menjengkelkan.
Andrew mendengkus keras, lalu menuangkan wiski ke gelasnya lagi. Oh, ya. Ia memang mengganti minumannya ketika gadis pujaannya itu menyebutnya sebagai orang asing.
“Tapi kami memang belum saling mengenal. Dia tidak bersalah. Memangnya apa yang kuharapkan? Dia akan langsung melompat ke dalam pelukanku? Berharap dia juga memimpikanku, memiliki ratusan lukisan diriku? Tidak masuk akal,” gumamnya seraya memutar-mutar gelasnya, membuat es batu saling beradu sehingga sedikit isi gelas memercik keluar.
Clark menatap sahabatnya dengan cemas.
“Drew, kamu mabuk,” gumamnya pelan, “Ayo pulang.”
Mata Andrew memicing, menatap wajah Clark dengan sorot yang tajam hingga pria itu salah tingkah.
“Aku tidak akan bicara lagi,” ujar Clark pelan seraya mengalihkan tatapannya. Sorot mata Andrew terlalu membara, ia tidak sanggup menahannya.
Andrew mengacuhkan sahabatnya dan kembali melirik sekilas ke pintu VIP. Bertepatan dengan gerakannya itu, Keiko melangkah keluar.
Dua orang itu saling menatap selama beberapa detik. Keheningan yang membekukan menguar di udara, seolah semua benda terhenti di sekeliling mereka. Mereka berdua seperti dua kutub magnet yang berlawanan, memiliki daya tarik yang begitu besar. Menyeret dalam gulungan gelombang raksasa yang menyerap habis tenaga mereka untuk memberikan perlawanan.
“Silakan, Nona.”
Suara seorang pria dari balik tubuhnya membuat Keiko refleks menyingkir dari depan pintu. Mata bulatnya mengerjap pelan sebelum akhirnya mengalihkan pandangan dan meneruskan langkahnya, berpura-pura tidak melihat ketika melewati tempat duduk Andrew.
Kenapa pria itu masih di sini, gumamnya dalam hati.
Keiko pikir pria itu sudah pergi sejak tadi, tapi dia justru duduk tepat di depan sini. Hal itu membuat benaknya dipenuhi tanya.
Apa dia melakukannya dengan sengaja? Kenapa keras kepala sekali. Dia bisa mati kalau sampai Hiro tahu ….
Gadis itu terus melangkah diiringi oleh dua orang pria yang menjemputnya di museum tadi. Tentu saja Andrew masih mengingat wajah mereka dengan baik. Rupanya mereka memang khusus mengawal Nona Muda Sakamoto. Dugaannya bahwa mungkin Kobayashi Hiro yang menyuruh orang-orang itu untuk mengawal gadis itu sepertinya benar.
Tapi, kenapa aku tidak melihat mereka tadi? Apakah mereka lebih dulu masuk sebelum gadis itu?
“Mencurigakan.”
“Huh? Apa?” tanya Clark sambil menengok ke kanan dan kiri.
“Aku bilang ruangan itu mencurigakan,” jawab Andrew sambil mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja, “Awasi terus, aku akan segera kembali.”
“Hey!”seru Clark ketika melihat Andrew bangkit dan berjalan ke arah yang dilalui oleh Keiko tadi.
Pria itu ingin berteriak dan memanggil Andrew lagi, tapi niatnya itu ia urungkan ketika menyadari semua mata tertuju padanya. Akhirnya ia hanya bisa membungkuk sekilas untuk meminta maaf dan kembali duduk.
“Dia benar-benar ingin cari mati,” gerutunya sambil menenggak minumannya dalam satu tarikan napas.
Sementara itu, Andrew berhasil menekan tombol sebelum pintu lift tertutup. Benda itu kembali bergerak membuka, memberi kesempatan pada pria itu untuk masuk dan berdiri di dekat Keiko.
Keiko sendiri hampir tersedak ketika melihat pintu lift kembali terbuka, lalu sosok yang sangat ingin dihindarinya itu muncul dan berdiri hanya satu langkah di depannya. Gadis itu mendadak gelisah. Ia sungguh takut dua orang suruhan Hiro menyadari tingkah pria itu dan menghajarnya tanpa ampun. Detak jantungnya meningkat, membuatnya menjadi sedikit gelisah.
Kenapa aku mencemaskannya sementara dia sendiri ingin dihajar sampai mati? Menjengkelkan!
Tanpa sadar Keiko menarik napas panjang dan mengembuskannya dengan kesal. Mendengar itu membuat Andrew menyeringai licik. Setidaknya sekarang ia tahu kehadirannya membuat gadis di belakangnya merespon, meski ia tidak tahu itu adalah respon positif atau negatif. Akan tetapi, setidaknya itu lebih bagus daripada ia tidak dianggap sama sekali.
Ting.
Pintu lift berdenting dan terbuka. Andrew berjalan keluar tanpa terburu-buru, sengaja agar Keiko mempercepat langkahnya. Ia ingin ….
Bruk!
“Ah!”
“Oops!”
Suara benturan dan teriakan yang hampir bersamaan itu bergema dalam ruangan. Tubuh Keiko limbung karena menabrak Andrew yang berhenti tiba-tiba di depannya. Karena jarak yang terlalu dekat, ia tidak sempat menghentikan langkahnya tepat waktu. Kepalanya menabrak dada bidang yang keras, membuat hidungnya menghidu aroma musk yang lembut sekaligus kuat dari tubuh pria itu.
Dengan sigap Andrew menahan lengan dan pinggang Keiko agar tidak jatuh. Lalu, semuanya terjadi dengan sangat cepat. Kilasan-kilasan peristiwa berkelebat satu per satu, bergerak seperti gulungan gulungan film dalam kamera lawas. Ia melihat dirinya dan gadis itu di mana-mana: jalanan, rumah, mobil, kamar, ranjang. Semuanya.
“Nona, Anda baik-baik saja?” tegur salah seorang pengawal ketika melihat Andrew dan Keiko terlihat seperti patung.
Mereka seperti sedang saling memeluk dan tidak bergerak sama sekali. Tidak. Mereka bahkan tidak berkedip.
“Nona Keiko?” panggil pria itu lagi ketika gadis itu tidak menyahut. Kalau tuan Hiro melihat hal ini, pasti ia akan dikuliti hidup-hidup.
Keiko terkesiap. Ia menghela napas panjang, seolah baru saja menyelam ke dasar samudra. Kalau bukan karena suara pengawalnya, ia mungkin masih tersesat di sana.
Aku pasti sudah gila, batin Keiko.
Ia mendorong tubuh Andrew dan mencoba berdiri dengan tegak.
“Maaf, Nona. Saya benar-benar tidak sengaja. Saya melupakan ponsel saya, jadi—“
“Lain kali berhati-hatilah. Kamu bisa kehilangan tanganmu kalau menabrak orang yang salah,” sela Keiko seraya merapikan gaunnya.
Ia menatap lurus ke depan, melangkah menuju pintu keluar tanpa menoleh lagi. Meski begitu, perlahan tangan kanannya terangkat dan mengusap sudut bibirnya. Rasa ciuman yang manis dan lembut itu masih tertinggal di bibirnya.
Bagaimana bisa? Dia menciumku dalam kepalaku? Bisakah seperti itu? Apakah dia menghipnotisku?
“Aku pasti sudah gila,” gumam Keiko pelan hingga hanya ia sendiri yang bisa mendengarnya. Setidaknya ia merasa sedikit lega karena dua orang pengawal yang berjalan di belakangnya tidak terlihat curiga sama sekali.
Di belakang sana, Andrew menyeringai lebar dengan mata berbinar. Ia masuk ke lift seperti orang linglung. Rasa bahagia yang membuncah dalam dadanya terasa aneh tapi menyenangkan. Perlahan tangannya bergerak naik dan menyentuh bibirnya sekilas. Meskipun yang dilihatnya itu hanyalah kilasan memori yang ia sendiri tidak mengerti, tapi terasa sangat nyata. Begitu nyata sehingga jantungnya berdebar dengan sangat kencang.
“Aku pasti sudah gila,” gumam pria itu sambil menekan angka di dekat pintu lift.
Ia harus kembali pada Clark dan menyelidiki ruangan di atas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Rasikha Qotrun Nada Nada
kalian betul" gila,,bikin q jdi gilaaa juga bacaxa,,,,
2022-03-18
0
Tuti Tyastuti
aq dedekan thor keren pokoe lanjut😘
2022-03-09
1
Wiwik Setiawati
gak tahu mau komen apa
yg psti Jmpol gk pernh ktgalan👍👍👍
2022-02-19
1