Keiko melangkah keluar dari museum tanpa banyak bicara. Sejujurnya, ia sedikit kesal karena Hiro menghubunginya tiba-tiba dan memintanya untuk pulang, padahal ia masih ingin berkeliling. Sangat menjengkelkan. Tidak bisakah ia memperoleh kebebasan sedikit saja?
“Silakan, Nona,” ujar salah seorang bodyguard seraya membukakan pintu mobil.
“Terima kasih.”
Keiko masuk dan duduk di kursi belakang. Ketika mobil mulai bergerak perlahan, ia menoleh sekilas ke arah museum. Pria itu ada di sana, berdiri di dekat pintu dan menatap ke arahnya dengan sorot yang … um, bagaimana menjelaskannya? Penuh rindu? Putus asa? Kedua tangannya yang terkepal erat di sisi tubuh jelas menunjukkan bahwa dia sedang menahan sesuatu.
Amarahkah? Rasa sakit?
Keiko memerhatikan pria itu dengan sedikit linglung. Ia ingin mengalihkan pandangannya, tapi tidak bisa. Seolah ada medan magnet yang memaksanya untuk terus memerhatikan pria yang belum sempat menyebutkan namanya itu.
Deg ….
Deg ….
Deg ….
Jemari Keiko meremas pinggiran tasnya dengan gelisah. Sepertinya ada sesuatu yang salah, tapi ia tidak tahu apa itu. Seakan ia baru saja melewatkan sesuatu yang berharga.
Apakah kami memang pernah bertemu sebelumnya? Kenapa aku tidak ingat ….
Ketika akhirnya mobil benar-benar telah menjauh dan berbelok di tikungan, Keiko memejamkan mata dan mengembuskan napas yang terasa mengganjal di tenggorokan. Apakah ini hanya wujud pelampiasan alam bawah sadarnya karena rasa kesalnya kepada Hiro? Sebuah bentuk perlawanan untuk semua ketidakadilan yang ia rasakan. Sebuah manifestasi dari keinginannya untuk bebas dan melakukan apa pun yang ia inginkan, memilih seorang pria untuk menjadi calon suaminya. Semua kesempatan yang tidak pernah ia rasakan.
Keiko mengigit bibir dan mengerang pelan. Semakin berpikir, kepalanya semakin berdenyut hebat. Membuatnya ingin … ingin ….
Kinara Lee ….
Keiko terkesiap dan membuka mata dengan cepat ketika suara yang lembut dan manis itu menggema dalam udara di sekitarnya. Rasanya seperti mimpi, tapi juga terasa sangat nyata. Seolah ada seorang pria yang duduk di sebelahnya dan memanggilnya dengan penuh cinta.
Mata Keiko membulat. Ia memeriksa isi mobil dengan waspada dan sedikit curiga. Namun, ia tidak menemukan apa-apa. Supir dan pengawal di depan tampak serius dengan pekerjaan mereka.
“Kinara Lee?” gumam Keiko pelan. Keningnya mengernyit dalam, berusaha keras mengingat di mana ia mendengar nama itu.
“Kinara Lee … oh, pria itu. Dia ….”
Bukankah dia tadi memanggilku dengan nama itu? Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kegilaan apa lagi ini?
Keiko menangkupkan kedua tangan ke wajahnya dan kembali bergumam, “Aku pasti hanya berhalusinasi. Pria aneh itu pasti memengaruhi pikiranku sehingga aku mengira mendengar sesuatu. Ya. Pasti begitu.”
Gadis itu menghela napas dalam-dalam dan kembali duduk dengan tegak. Tidak ada waktu untuk memikirkan itu semua. Untuk saat ini, ia harus menyiapkan diri untuk bertemu dengan Hiro. Entah apa yang pria itu inginkan. Pertemuan terakhir mereka adalah saat tunangannya itu menyelinap seperti seorang penjahat ke dalam kamarnya beberapa waktu lalu.
Mata Keiko menyipit ketika menyadari mobil yang ia tumpangi berbelok ke kawasan Hynn Industry, wilayah kekuasaan keluarga Kobayashi. Daerah itu berdiri di atas lahan hampir seluas 200 hektar. Gedung-gedung bertingkat dan pertokoan berjejer di sepanjang jalan. Jika dilihat sekilas, tidak ada yang dengan tempat itu karena menyerupai wilayah-wilayah lain di Tokyo. Akan tetapi, semua kamuflase itu akan berubah total menjelang malam. Segala jenis kejahatan dilakukan di sana, mulai dari perdagangan senjata illegal, human trafficking, hingga transaksi narkoba dalam skala internasional. Oleh karena itu, tidak sembarang orang bisa masuk ke sana.
“Bukankah katamu Hiro sedang menunggu di restoran Airyn untuk makan siang? Kenapa ke sini?” tanya Keiko pada bodyguard yang tadi menjemputnya.
Pria yang duduk di samping supir itu menjawab, “Maaf, Nona. Tuan Hiro mengubah lokasi ketika kita berangkat tadi.”
Keiko mendengkus kesal. Ia terlalu sibuk memikirkan pria asing itu sehingga tidak menyadari perubahan rute mobil tadi. Memang lokasi restoran Airyn dan Hynn Industry cukup dekat, hanya berbeda beberapa blok. Hal itu juga yang membuat Keiko tidak langsung menyadari ke mana anak buah Hiro membawanya. Sekarang, sudah sedikit terlambat untuk menolak. Kini ia harus meningkatkan kewaspadaan.
Mobil memasuki basement sebuah gedung yang paling tinggi di kawasan Hynn Industry. Bangunan yang memiliki kombinasi warna hitam dan hijau metalik itu terlihat paling dominan di antara gedung-gedung yang lain. Apalagi sekitar setengah lusin pria bertubuh kekar yang berdiri di bagian depan terlihat cukup menyeramkan. Meski begitu, mereka menunduk dengan hormat ketika Keiko melangkah masuk diiringi dua bodyguard kiriman Hiro. Tanpa banyak bicara, Keiko langsung menuju lift. Salah seorang pengawal segera menekan angka 37 ketika pintu lift tertutup.
Bangunan setinggi 40 lantai itu dibagi menjadi beberapa bagian dengan fungsi masing-masing. Mulai dari lantai satu hingga lantai teratas, semuanya memiliki kode tertentu agar bisa masuk ke sana. Keiko sendiri baru dua kali datang ke sini. Yang pertama adalah ketika Mr. Kobayashi mengajaknya untuk bertemu secara pribadi tanpa ayahnya untuk "membicarakan" pertunangannya dengan Hiro. Ini adalah kunjungan keduanya.
“Tuan Muda menunggu di ruang kerjanya, Nona,” ujar pria yang berdiri di sisi kanan Keiko.
Keiko hanya mengangguk sekilas dan tetap menatap ke depan. Memangnya apa lagi yang bisa ia lakukan selain mengiyakan?
Ketika pintu lift berdenting dan terbuka, salah seorang pria lebih dulu berjalan mendahului Keiko, sementara pria yang satu lagi mengapitnya dari belakang. Suara ingar-bingar musik bergema di sepanjang lorong, dalam ruangan-ruangan VIP yang digunakan untuk melakukan transaksi antar para pemimpin mafia.
Bagaimana ia bisa tahu? Tentu saja karena Mr. Kobayashi mengajaknya berbicara di salah satu ruangan itu. Benar-benar pengalaman yang tidak akan bisa ia lupakan dengan mudah.
“Silakan, Nona,”
Keiko berdeham ketika pria di hadapannya berhenti di depan sebuah pintu berwarna hitam dengan ukiran naga merah yang besar.
“Terima kasih,” ujarnya pelan.
Salah seorang bodyguard itu membukakan pintu, kemudian menyingkir dan mempersilakan Keiko untuk masuk. Gadis itu menghela napas sebelum melangkah masuk dengan sangat perlahan. Ia tidak bisa membayangkan apa yang sedang menunggunya di dalam. Ia sama sekali tidak bisa menebak apa yang ingin dilakukan oleh Hiro. Apakah pria itu ….
Keiko tertegun dan menatap hamparan bunga di hadapannya. Mawar, tulip, lily, krisan, dan … oh, ia tidak bisa menyebutkan semua jenis bunga itu. Gadis itu mengerjap pelan ketika melihat Hiro sedang bersandar di meja yang sudah dipenuhi dengan beberapa jenis makanan. Pria itu tersenyum lembut, lalu menghampirinya sambil membawa setangkai mawar merah di tangan.
Keiko menelan ludah, tidak tahu harus bersikap bagaimana.
“A-ada apa ini, Hiro?” tanyanya ketika tunangannya berhenti sekitar dua langkah di hadapannya.
Sejujurnya, pria itu terlihat cukup tampan. Postur tubuhnya yang cukup tinggi dan berisi terlihat gagah dalam balutan pakaian kerjanya yang semi formal. Sorot matanya yang biasanya selalu tajam dan mengintimidasi, kali ini terlihat sedikit redup dan lembut. Akan tetapi, Keiko selalu mengangggap pria itu sebagai teman, tidak pernah ada perasaan yang lebih.
“Aku ingin meminta maaf atas sikap kurang ajarku beberapa hari lalu,” ujar Hiro tanpa melepaskan tatapannya dari Keiko.
Pria itu mengulurkan tangan dan menyodorkan bunga mawar di tangannya kepada Keiko sambil berkata, “Aku sedikit mabuk dan … tiba-tiba saja teringat padamu. Aku bersikap impulsif dan bodoh. Tolong maafkan aku.”
Keiko tersenyum kaku dan menerima bunga itu dengan kikuk. Ada banyak hal yang ingin ia sampaikan Hiro. Ia ingin menyampaikan penolakan, ketidakrelaan, rasa kesal ....
Namun, tidak ada satu pun dari semua isi hatinya yang dapat ia sampaikan.
Keiko tersenyum dan membalas, “Kamu memang menakutiku malam itu. Maaf kalau sikapku juga sedikit keterlaluan.”
Hiro tertawa pelan dan menggandeng tangan Keiko menuju meja. Ia menarik kursi dan mempersilakan tunangannya itu untuk duduk, lalu ia pun duduk di seberang gadis itu. Pria itu terlihat cukup elegan saat menuang wine di gelas dan menyerahkannya pada Keiko.
Ia mengangkat gelasnya, menatap lurus pada manik bulat Keiko dan berkata, “Aku tahu kamu tidak mencintaiku, tapi … aku benar-benar menyukaimu. Tolong beri aku kesempatan. Mari kita memulai dari awal. Beri aku kesempatan untuk mendekatimu ….”
Keiko terdiam cukup lama, hanya terus duduk dan menatap wajah Hiro, mencari kesungguhan dari raut wajah yang terlihat tenang dan serius itu. Ada begitu banyak pertimbangan, rangkaian kata yang bertebaran dalam tempurung kepalanya. Akan tetapi, pada akhirnya gadis itu hanya bisa mengangguk pelan.Ia mengangkat gelasnya dan menyentuhkannya pada pinggir gela Hiro hingga menimbulkan dentingan pelan.
“Mari memulai dari awal,” gumam Keiko pelan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 193 Episodes
Comments
Warno Puji Lestari
hmmm..hmm....ok thor.....kisahny pasti seru juga nih....dan sequel ke 2 ini bs menjadi obat buat sequel 1 yg tragis😊👍👍👍
2022-03-13
1
💖💟
aq kok nangis yah.. apalagi klo ada yg manggil kinara lee..
2022-01-10
0
Chastalia Qisya 🐊⃝⃟ 🐊
😓
2022-01-02
0