Karena rasa lelah dan kantukku sudah tak tertahankan, setelah menghabiskan batagor pemberian Rama, aku langsung tarik selimut. Ditambah besok, aku harus ke pasar untuk tugasku. Aku sampai lupa mengabari ke-empat temanku yang masih di club malam itu.
Sampai pada pukul satu malam....
Kebetulan bang Akhsan belum tidur, memang kebiasaannya selain karena penyakit insomnia nya ia selalu bergadang mengerjakan tugas ataupun sekedar bermain game online, ia berada di kamarnya. Namun, ia menajamkan pendengarannya dan beranjak dari duduknya. Menyingkap tirai jendela kamarnya sedikit, melihat keadaan di luar rumahku karena ia mendengar suara mesin mobil berhenti. Namun, masih menyala tepat di depan rumahku.
Terdengar suara obrolan dari sana, dari keempat teman kompleks ku itu seakan celingukan melihat dan menyatroni rumahku, bang Akhsan geleng-geleng kepala dengan kelakuan mereka.
"Ck ck ck ck ck, anak SMA jaman sekarang sudah belajar nakal."
Esoknya pagi hari saat sarapan
"Semalem kamu ke night club ?" tanya bang Akhsan, yang sontak membuatku tersedak nasi goreng, "bagaimana dia bisa tahu."
"Uhuk...uhuk," mamah memberiku minum.
"Apa ?"tanya papah kaget.
"Benar itu Nara ?" tanya papah.
"Engga ko, kata siapa ?" kilahku.
"Jangan bohong kamu ! Jadi, sekarang kamu juga sudah berani berbohong ?" tanya nya lagi.
"Nara sayang, jujur saja tak apa," ucap mamah.
Aku memandang mereka satu persatu, "iya," cicitku dengan ragu.
"Astagfirullah, kamu ngapain ke tempat begituan Nara ?" tanya papah.
"Tunggu pah, jangan marah dulu ! Nara dipaksa pah, sama temen komplek, mau nolak ga enak," jawabku.
"Emangnya ga bisa alesan, bilang aja pingin coba-coba !" jawab bang Akhsan.
Aku hanya diam saja karena memang posisinya aku yg salah.
"Kamu tau darimana Akhsan ?" tanya papah.
"Semalam, Akhsan melihat anak-anak kompleks sini, turun depan rumah terus celingukan nyari Nara kali. Papah percaya, jam satu pagi ! Mereka baru pulang, "jelas bang Akhsan dengan menatap tajam ke arahku.
"Tapi kan Nara...." belum aku menyelesaikan ucapanku dia sudah memotong nya.
"Tapi Nara pulang jam sepuluhan pah, ada temennya yg nyusulin, gaya nya sih kaya preman tapi kelakuannya baik patut diacungi jempol !" senyuman yang disunggingkan bang Akhsan terkesan memuji tindakan Rama.
"Siapa ?" tanya papah.
"Itu pah, yang sering ngirimin Nara batagor."
"Oh si ahli gizi," tebak papah.
Bang Akhsan mengangguk. Di tengah perbincangan kami,
"Pa ada tamu,"
"Siapa bi ?"
"Katanya mau ketemu bapak, ibu, sama den Akhsan."
Kami semua mengerutkan dahi, "kita bi ? Siapa pah ?" tanya mamah pada papah dan abang, mereka menggidikan bahu sambil minum dan menemui tamu tersebut.
Aku mengintip dari belakang tembok.
"Astaga !" tak disangka tak diduga,
"Rama !" aku menutup mulut ku dengan kedua tangan.
"Assalamualaikum," salim Rama pada kedua orangtuaku dan bang Akhsan, ketiganya menautkan alisnya tanda kebingungan.
"Wa'alaikumsalam."
"Ini temennya Nara kan, yang sering kirim batagor ? Tanya bang Akhsan, Rama mengangguk sambil tersenyum.
"Tunggu.. tunggu ! Ini anaknya abah haji Nawir kan ?" tebak mamah mengingat- ingat.
"Iya bu," sopannya.
Hahahha memang nama abah haji ya itu...kaya nama jalan di Jakarta.
"Haji Nawir siapa mah ?" tanya papah.
"Itu loh pah, suplier daging yang mamah ceritain tempo hari, yang mamah usulkan buat jadi suplier resto kita !"
"Oh !" bang Akhsan melihat Rama dari ujung rambut hingga ujung kaki, kemeja motif bunga, celana panjang dan sepatu. Urakan, namun rapi.
"Iya pak, saya Ramadhan pak, bu, a. Untuk saat ini saya teman sekelasnya Narasheila, ga tau kalau nanti sore, minta do'a restunya aja. Siapa tau bisa naik jabatan," ucapnya membuat semua tertawa.
"Gokil loe bro !" tepuk bang Akhsan.
"Dih ! Gampang banget, dia akrab sama keluarga ku. lebih-lebih abang, temen-temen ku aja, susah buat ngambil hatinya si tembok Berlin," gumamku.
"Ayo ikut sarapan nak Rama !" ajak mamah.
"Wahhh ! Bukannya mau nolak ajakan makan calon mertua nih bu, tapi saya sudah sarapan masakan ambu saya yang tak kalah enaknya, mungkin lain kali saja kalau makannya bareng Nara juga," jawabnya lembut.
"Ada perlu apa nak Rama ke sini, mau ketemu Nara ? Atau mau main catur sama om ? Atau, mau mabar sama Akhsan ? Sebagai tindakan untuk meminta restu jadi pacar Nara ?"candaan papah.
"Wah ! Boleh tuh pak, saya suka main catur, saya juga suka mabar online," senyum nya.
"Hahahahaha, jangan panggil bapak, om saja."
"Iya om, sebenarnya saya tidak keberatan nemenin om main catur atau kaka...."Rama menggantung ucapannya melirik Akhsan.
"Panggil saja bang Akhsan," ucap Akhsan.
"Iya, bang Akhsan mabar online. Tapi saya sama Nara lagi buru-buru om, mau mengerjakan tugas. Saya kesini mau minta ijin sama om, tante dan abang untuk antar jemput Nara," ucapnya dengan nada sopan.
"Oh loe mau ngajakin Nara kerja kelompok, bilang dong !" jawab bang Akhsan.
"Oh begitu, sebentar.. tante panggil dulu, Nara !!" pekik mamah, aku yang tadi menguping langsung buru-buru duduk kembali di meja makan.
"Ya sudah, om tinggal dulu ya," papah meninggalkan ruang tamu kini hanya tinggal Rama dan bang Akhsan yg tersisa.
"By the way, thanks ya ! Semalem, loe udah bawa Nara balik," ucap bang Akhsan dengan muka tripleknya, "sama-sama bang," bang Akhsan pun masuk ke ruang makan lagi.
Aku tengah bersiap-siap di kamar.
"Boncelll, buruan ! Temen loe nungguin kasian lama !!" pekik bang Akhsan.
"Iya, ga usah teriak-teriak, ini bukan di hutan. Aku turun dengan stelan t-shirt dan celana jeans panjang.
Aku menemui Rama, "ck ck ck, masyaallah cantiknya," dia memandangku.
"Mah, pah, Nara pamit dulu !" pekikku
"Suut ! Masa pamit sama orangtua gitu caranya, ga sopan !" Rama menarik tanganku dan masuk ke ruang makan.
"Om, tante, bang Akhsan, kita pamit dulu, assalamualaikum !" ucapnya membungkuk dengan tidak melepaskan tanganku.
"Wa'alaikumsalam, salam buat Abah haji, Rama !" ucap mamah.
"Iya tante," kami salim.
Lalu Rama naik ke sepeda motornya, ia hendak memasang kan helm di kepalaku. Namun aku menolak, "aku bisa sendiri !"
"Itu kalo kamu sendiri, ga lagi bareng sama aku. Sekarang kan kamu bareng aku, pacarmu !"
"Klik..." ia memasangkan helm.
Aku membelalakkan mata, "sejak kapan aku jadi pacar kamu ?" bentakku.
"Aamiin kan saja, semoga hari ini kamu jadi pacarku," ucapnya pede.
"Dasar gila !" fikirku, tapi tak tau kenapa ada rasa gelenyer geli dihatiku, di setiap gombalan receh Rama. Di mulut tak mau, namun hatiku tak menolak, bukankah mulut itu bisa berbohong ? Hahhh ga tau lah.
Aku naik motor dibonceng Rama.
"Kenapa kamu jemput aku ? Kan aku udah bilang mau bareng Rika dan Vina," ucapku.
"Kapan kamu bilang ?"
"Waktu kemarin di sekolah," ucapku ngegas.
"Oh, itu kan di sekolah, siapa tau kalo udah di rumah berubah pikiran, lagipula udah terlanjur jemput juga kan ?!" jawabnya.
Di depan pasar teman-teman ku sudah menunggu termasuk Gilang.
"Ra, kamu yakin bakal masuk pasar ?" tanya Rika sedikit canggung.
"Memangnya kenapa ?"tanyaku.
"Bukannya kamu satu geng sama anak-anak komplek elite ya, ko mau-maunya masuk pasar, mereka kan anti banget sama yg beginian !" jawab Vina.
"Eh, Nara gue mah beda, iya ngga yang ? Dia mah baik hati dan tidak sombong orangnya, calon masa depan !" satu lengannya memeluk diriku dari samping membuatku menepiskan tangannya.
"Waduh, bener ini mah peje ya !" ucap Gilang.
"Haaaa !!! Seriusan, kalian pacaran ?" tanya Rika dan Vina.
"Ih, engga--engga !" sanggahku.
"Do'akan saja, semoga hari ini dia jadi pacarku. Biasanya do'a anak yg terdzolimi itu selalu di dengar," kekeh Rama pada mereka bertiga.
"Si@*lan kamu," ucap mereka bertiga tak terima disebut anak yg terdzolimi.
Akhirnya kami masuk ke pasar dan bertanya pada setiap pedagang, kadang kami juga sejenak berhenti karena Rama dan Gilang yg saling menyapa dengan para pemuda yang seperti preman pasar lainnya. Termasuk para pedagang yang seperti nya sudah akrab dengan mereka, beberapa pengamen jalanan di pojokan pasar, bagian luar juga ada beberapa anak anak yang bergerombol.
Saat kami para cewe sedang berbincang.
"Sebentar ya, aku sama Gilang ada perlu dulu ke belakang, bentaran ko," ucap Rama yang menarik Gilang dan terburu-buru diangguki kedua temanku.
Aku penasaran mereka hendak pergi kemana, karena rasa penasaran ku, akhirnya aku membuntuti mereka. Menyusuri jalan-jalan koridor pasar, di pojokan pasar yang aga sepi, kulihat Rama dan Gilang menghampiri gerombolan anak berpakaian seperti anak-anak punk mereka berjongkok dan sebagian lagi duduk. Walaupun dari kejauhan, tapi aku bisa melihat beberapa dari mereka ada yang merokok, bahkan yang lebih membuatku heran apa yang mereka lakukan dengan lem perekat. Dari baunya saja sudah menyengat di hidung, apa mereka sedang membetulkan sepatu yang lepas atau membuat prakarya ? Ahh ! Tidak mungkin, anak-anak itu tampak seperti teler. Aku jadi ngeri sendiri, beginikah pergaulan Rama ?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 166 Episodes
Comments
Ney🐌🍒⃞⃟🦅
jgn liat dr luarnya ajj ya👍
2023-09-26
2
flowers city
🤣🤣😂😂🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-03-29
0
flowers city
auto ngakakk...😂🤣😂😂😂😂😂🤣🤣😂😂😂😂😂😂😂😂
2023-03-29
0