Matahari sudah menampakkan sinarnya namun Lilian masih tertidur dengan lelap di dalam selimut tebalnya. Rosa yang memasuki kamarnya menghembuskan napas berat saat melihat Lilian masih setia dengan selimutnya.
"Nona ayo bangun ini sudah pagi, Tuan dan Nyonya akan marah jika tahu nona belum juga bangun." Ucap Rosa sambil menarik selimutnya.
"Rosa biarkan aku tidur sebentar saja aku masih ngantuk." Ucap Lilian serak.
"Cepatlah bangun Nona." Ucap Rosa sambil terus menarik selimut Lilian.
"Haisss Rosa biarkan aku tidur, kelas etika menyita waktu tidurku." Ucap Lilian.
Rosa menghembuskan nafas kasar saat Lilian tak mau bangun dari tidurnya, ia akhirnya pasrah dan memilih untuk menyiapkan makanan untuk Lilian.
Memang 2 minggu yang lalu Lilian mengikuti kelas etika. Ia belajar dari pagi sampai malam hingga waktu tidurnya pun ikut terkuras. Sepulang dari jamuan teh di istana Lilian berlari menuju kamarnya membuat orang-orang bingung. Sesampainya di dalam kamar ia mengobrak abrik kamarnya mencari buku catatan harian yang mungkin saja di tulis oleh Lilian dulu, namun buku yang ia cari tidak ada. Ia yang sedari tadi kelelahan pun membaringkan badannya di atas kasur dan tanpa sadar tertidur. Pagi harinya ia mulai mengikuti kelas etika dan kelas lainnya.
Sedangkan kabar tentang keahliannya dalam memanah pun sudah tersebar luas dan cepat kemana-mana membuat keluarga Duke Marven awalnya kewalahan menanganinya. Selama 2 minggu belajar etika membuat rumor itu semakin lama semakin tak terdengar lagi pasalnya Lilian tak terlihat karena sibuk mengejar kelas etikanya.
Lilian menggeliat dalam tidurnya dan perlahan membuka matanya, ia lalu menyikap selimutnya dan mendudukkan badannya. Ia mencari keberadaan Rosa namun yang di cari tak menunjukkan batang hidungnya. Ia lalu memutuskan untuk membersihkan diri dan berjalan menuju kamar mandi.
Setelah selesai mandi dan berpakaian lengkap Lilian menatap pantulannya di cermin, Ia tersenyum dan bergumam, "Cantik." Tiba-tiba Rosa masuk dan membawa nampan berisi makanan di tangannya.
"Nona silahkan makan dulu." Ucap Rosa.
"Apa kau sudah makan?" Tanya Lilian.
"Sudah Nona." Ucap Rosa.
Lilian menganggukkan kepalanya dan mulai menyantap makanannya dengan diam.
"Rosa aku ingin keluar jalan-jalan hari ini." Ucap Lilian setelah menyelesaikan makanannya.
Rosa terlihat ragu dengan ucapan Lilian. "Tapi Nona, bagaimana kalau tuan tak mengijinkan?"
"Aku sudah dua minggu terkurung disini Rosa, aku bisa mati kebosanan disini." Ucap Lilian kesal.
"Tapi bagaimana caranya kita bisa meyakinkan Tuan, Nyonya dan kakak mu Nona?" Ucap Rosa.
"Ya kau gunakan saja kebohongan yang sering kita gunakan waktu keluar kediaman." Ucap Lilian enteng.
Rosa menghembuskan napas kasar. "Baiklah." pasrahnya.
°°°
Setelah mendapat ijin dari ayah, ibu dan kakaknya yang memakan waktu yang sangat lama Lilian bisa bernafas lega karena bisa kembali menghirup udara segar.
Lilian menghirup dalam-dalam udara disekitarnya seolah-olah ia baru merasakan kebebasan setelah bertahun-tahun lamanya ia terkurung.
Mereka memilih pergi ke pasar untuk sekedar membeli kudapan, selama mengikuti kelas etika Lilian di suguhi kudapan khas yang biasa di jual di pasar dan siapa sangka Lilian bahkan sangat menyukainya.
Saat memilih kudapan yang akan ia beli, Lilian mencium bau yang selalu menjadi candu untuknya, "Permen kapas." gumamnya. Ia menengok ke kanan dan ke kiri mencari asal bau tersebut hingga ia berjalan mengikuti arah bau tersebut. Saat Lilian sibuk mencari asal bau tersebut, Lilian tidak sadar jika ia sudah berjalan jauh meninggalkan Rosa.
Sedari tadi ia tak bisa menemukan penjual yang menjual permen kapas akhirnya ia pun menyerah saat ia sudah merasa lelah, ia berbalik dan baru menyadari kalau Rosa tidak mengikutinya. Ia berjinjit dan menengok kanan dan kiri mencari Rosa namun karena suasana pasar yang ramai membuatnya tak bisa menemukan keberadaan Rosa.
Lilian bahkan merutuki dirinya sendiri karena terlalu fokus dengan arah bau tersebut hingga membuatnya tak menyadari arah mana yang ia ambil tadi saat berjalan. Lilian menghembuskan napas berat dan mencoba mencari keberadaan Rosa, namun sejak tadi Lilian tak bisa menemukan Rosa.
Lilian terus mencoba mencari Rosa hingga ia keluar dari pasar, karena merasa kelelahan ia kemudian duduk beristirahat di sebuah balok kayu yang berada di sebrang jalan. Tangannya mengipas-ngipas wajahnya karena kepanasan dan setelah berpikir lama ia memutuskan untuk pulang biarkan pengawalnya saja yang akan mencari Rosa pikirnya.
Setelah Lilian berjalan cukup jauh ia bingung jalan mana yang biasanya ia lalui dengan Rosa saat ke pasar, ia menengok ke kanan dan ke kiri berharap ada orang yang dapat ia tanyai namun jalan tersebut sangat sepi.
Dari jauh ia mendengar suara dentingan seperti besi, Lilian berjalan mengikuti suara tersebut. Makin lama suara dentingan itu semakin besar dan tidak cuman satu suara yang Lilian dengar ada beberapa suara dentingan. Hingga Lilian sampai pada sumber suara tersebut, ia membulatkan matanya sempurna, ia merasa kakinya tak bisa ia gerakan, jantungnya berdetak dengan cepat dan tenggorokannya tercekat.
Didepan sana Lilian melihat beberapa orang yang sudah terkapar di atas tanah dengan bergelumuran banyak darah. Suara dentingan tadi di hasilkan dari pedang yang digunakan beberapa orang yang sekarang saling menyerang.
Terlihat beberapa orang yang memiliki baju sedikit kumuh mengerubungi dua orang, meski mereka hanya berdua namun mereka sangat mendominasi pertarungan tersebut. Lilian yang menyaksikan pertarungan bukannya berlari menjauh ia malah tak bergerak sedikit pun dari posisinya.
Salah satu dari mereka bahkan sekarang mendekati Lilian dan mengayunkan pedang ke arah Lilian namun sebelum pedang itu menyentuh kulitnya sebuah tangan menariknya menghindari pedang tersebut.
Lilian bahkan belum bisa merespon apapun saking terkejutnya, ia hanya merasakan tubuhnya ditarik searah dengan pergerakan orang yang menyelamatkannya. Hingga tiba-tiba tangannya di tarik cukup kuat berlari menjauhi tempat tersebut.
Setelah berlari cukup jauh Lilian menghempaskan tangannya dari genggaman orang yang sedari tadi menariknya. Lilian menghirup udara sebanyak yang ia bisa, dengan nafas yang masih ngos-ngosan ia menatap orang yang telah menariknya.
"Apa kau akan membuat ku mati karena kehabisan nafas?" Ucap Lilian kesal.
Orang tersebut nampak berpikir kemudian mengangguk. "Bagus juga, dari pada mati karena terpotong."
Lilian menganga tak percaya dengan jawaban orang tersebut. "KAU......" ucap Lilian terpotong karena orang tersebut menyela.
"Harusnya kau bersyukur." Ucapnya gantung.
Lilian mengernyit bingung "Bersyukur kenapa ? Bersyukur karena aku tidak mati terpotong melainkan mati kehabisan nafas?" Ucap Lilian tambah kesal.
"Bersyukur karena sudah ku tolong." Jawabnya cuek.
"Apa aku minta kau tolong?" Ucap Lilian meninggikan suaranya.
Orang tersebut mengangkat sebelah alisnya dan menarik tangan Lilian kembali.
"Kau mau bawa aku kemana?" Tanya Lilian.
"Kembali ke tempat tadi." Ucapnya datar.
Lilian benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran orang tersebut lalu menarik paksa tangannya lagi.
"Apa kau sudah gila?" Tanya Lilian yang sudah benar-benar kesal.
Orang itu menghembuskan nafas berat lalu menatap tepat ke arah Lilian. "Kau sendiri yang bilang jika tak meminta tolong jadi akan aku kembalikan kau ke tempat tadi."
"Enak saja, kau pikir aku tak capek berlari sejauh ini ? Sekarang kau malah mau mengantar ku kembali ke mereka." Tanya Lilian.
Orang tersebut menatap Lilian malas lalu ia menunjuk ke arah Lilian. "Kau......pergilah."
Lilian membulatkan mata. "Enak saja...kau yang telah membawa ku kesini jadi kau juga yang harus...." Ucapnya terhenti saat orang tersebut kembali menyela.
"Mengembalikan mu ke tempat tadi?" Ucap orang tersebut.
"E...e..engak k...kau ha...harus mengantar ku pulang." Ucap Lilian terbata.
"Kenapa aku harus mengantar mu pulang?" Ucapnya.
Lilian menghembuskan nafas pasrah lalu berucap. "Aku tak tau kemana arah pulang."
Orang tersebut tersenyum sinis, "Kau bahkan berani berjalan sendiri tanpa pelayan ataupun pengawal saat kau tak tau jalan pulang."
Lilian menatap orang tersebut dengan wajah cemberut, "Aku tadi sedang mencari sesuatu di pasar, saking fokusnya mencari aku tak tau kalau Rosa ternyata tak mengikuti ku, saat tersadar aku sudah kehilangan keberadaan Rosa hingga aku memutuskan untuk mencarinya namun setelah lama mencari bukannya menemukannya aku malah berjalan keluar pasar hingga aku memutuskan pulang duluan dan saat di jalan aku malah tersesat, hingga akhirnya aku mendengar suara dentingan besi." Ucapnya panjang lebar.
"Dan kau malah mengikuti arah suaranya?" Ucap orang tersebut.
Lilian mengangguk, "Saat aku sampai ternyata yang ku lihat hanya ada darah di mana-mana."
"Dan kau hanya diam dan menonton bukannya berlari." Ucapnya sinis.
"Aku bukannya menonton....aku kaget melihat darah di mana-mana saking kagetnya aku bahkan tak bisa menggerakkan kaki ku untuk berlari menjauh." Ucap Lilian kesal.
"Aku bahkan tak sadar kapan aku mendapatkan luka ini." Ucap Lilian lagi sambil melihat lengannya yang sekarang mengeluarkan darah.
Mata orang tersebut membulat sempurna dan menarik tubuh Lilian menghadap ke arahnya, ia mencoba menahan amarahnya dan menatap tajam ke arah Lilian, "Apa kau sangat bodoh hingga tangan mu tergores saja kau tak merasakannya?" Ucapnya dengan suara meninggi.
Lilian meneguk ludahnya sendiri, takut menatap mata orang tersebut. Saat ia mau menjawab tiba-tiba seseorang datang.
"Pangeran Sein apa kau tak apa-apa?" Ucap Artem yang baru saja datang.
"Aku tidak apa-apa, apa kau membawa saleb luka luar?" Tanya Seint.
"Ya aku membawanya, apa kau terluka?" Tanyanya lagi dengan wajah khawatir.
"Tidak bukan aku tapi dia." Tunjuk Seint ke arah Lilian.
Artem melihat ke arah tunjuk Seint dan kembali menatap ke arah Seint sambil menyodorkan saleb.
Seint mengambil saleb yang diberikan oleh Artem dan menarik tangan Lilian. Setelah mendudukkan Lilian di sebuah batu, Sein mengoles saleb ke lengan Lilian dengan hati-hati. Sesekali Lilian meringis karena merasakan panas di kulit putihnya.
Hening Pun tercipta cukup lama membuat suasana terasa canggung, Lilian yang tak bisa ada di suasana tersebutpun mencoba mencairkan suasana dengan memberikan beberapa pertanyaan.
"Emm... Ngomong-ngomong apa yang kalian lakukan tadi?" Lilian menatap Seint penasaran.
"Kau sudah melihatnya." Jawab Seint yang masih sibuk mengoles saleb ke lengan Lilian.
Lilian menatap Seint sinis, "Maksud ku kenapa kalian berkelahi ? Apa kalian memperebutkan sesuatu ? Terus orang yang terkapar di tanah tadi apakah mereka sudah mati ? Atau mereka hanya tak sadarkan diri ? Atau....." Sebelum ia meneruskan ucapannya, Seint menatapnya tajam.
"Cerewet," Seint berdiri dan menatap Lilian, "ayo," ucapnya.
Lilian menatap Seint bingung " kemana.?"
Seint menghembuskan napas "pulang."
Lilian berdiri dan menatap Seint kesal, "Kau bisa tidak kalau ngomong jangan singkat ? Orang yang tak mengerti ucapan mu serasa orang bodoh."
Seint tersenyum sinis ke arah Lilian, "Memang kau bodoh."
"KAU......." Sebelum Lilian mengucapkan sumpah serapahnya, Artem menyela.
"Nona sebaiknya kita pulang" ucap Artem.
Lilian menatap Seint dan Artem kesal dan berjalan menghentakkan kakinya meninggalkan mereka, setelah beberapa langkah berjalan ia terdiam dan berbalik.
"Arahnya kemana?" Ucap Lilian dengan wajah angkuh yang di buat-buat.
Artem tak bisa untuk tidak tersenyum melihat kelakuan aneh Lilian sedangkan Seint sendiri dengan ahlinya menyembunyikan senyumnya dengan wajah datar khas miliknya.
"Bodoh." ucap Seint setelah berjalan melewati tubuh Lilian.
Lilian hanya bisa menghela napas pelan tanpa mau menimpali ucapan Seint, ia berjalan mengikuti Seint dengan Artem yang berjalan dibelakangnya.
.°°°°
Semoga pembaca suka, jangan lupa kritik dan sarannya ya 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
@⒋ⷨ͢⚤L♡Marieaty♡
lumayan menegangkan dan lucu
2022-03-04
0
tukang nyimak
mengkritik?? enggak ah.. takut diomelin😁😁😁😁😁😁
2021-06-21
0
Allisya Hurairah
suka sangat
2021-05-10
5