Setelah mengantar Lilian kembali ke kediamannya, Seint dan Artem kembali pulang ke istana. Selama perjalanan Seint tidak mengeluarkan sepatah katapun meski Artem mencoba berbagai macam cara untuk membuatnya membuka suara.
"Ayolah Seint....apakah kau masih marah kepada ku?" Ucap Artem biasa (tanpa embel yang mulia) untuk memancing Seint berbicara.
Seint hanya menatap lurus ke depan tanpa menengok ke arah Artem sedikitpun. Ia masih kesal dengan Artem pasalnya saat mengantar Lilian pulang, gadis itu selalu mengajak Artem berbicara dan mengabaikan keberadaannya.
Kekesalan Seint bertambah saat Lilian menawarkan diri untuk mengobati luka yang ada di pipi dan tangan Artem hasil yang ia dapatkan saat bertarung dengan para bandit.
Melihat tatapan tajam dari Seint yang seolah-olah ingin memakannya hidup-hidup membuat Artem bergidik ngeri dan segera menolak tawaran Lilian.
Namun memang naas nasib Artem, bukannya marah kepada Lilian, Seint malah marah kepadanya dan tak ingin berbicara.
"Emangnya apa salah ku? Seharusnya kau marah kepada Lilian bukan kepada ku." Ucap Artem frustasi.
Seint berhenti berjalan dan memandang tak suka ke arah Artem, aura yang ia pancarkan membuat Artem meneguk ludah berkali-kali.
"Kau." Ucap Seint gantung.
"A..a..apa..?" Ucap Artem gugup.
"Hanya memanggilnya nama" Seint memicingkan mata ke arah Artem.
"Lalu kenapa? dia sendiri yang bilang, sebaiknya panggil hanya dengan nama saja biar akrab dan Awwwww.........." Ringis Artem sebelum menyelesaikan ucapannya karena Seint menendang kakinya dengan sangat keras dan meninggalkannya sendiri menahan rasa sakit bekas tendangan Sein.
Sesampainya di istana, Seint langsung menuju aula pertemuan untuk memberikan laporan kepada ayahnya bahwa misi yang ia kerjakan telah selesai.
Melihat ke datangan Sein, prajurit yang menjaga pintu aula memberinya hormat dan membukakan pintu. Saat memasuki aula terlihat deretan orang-orang kepercayaan Ayahnya menunduk memberi hormat pada Seint, dengan muka datarnya ia berjalan mendekati singgah sana yang sekarang di duduki oleh orang nomor satu di kerajaan Appollonia.
Seint menekuk lututnya dan memberi hormat "Lapor Yang Mulia .... Misi berhasil diselesaikan." Ucapnya tegas.
Sang ayah mengangguk singkat dan mengangkat kepalanya bangga dengan apa yang di raih oleh anaknya. "Kerja bagus, sekarang pergi beristirahatlah" Ucap Sang Ayah penuh dengan wibawa.
Seint mengangguk singkat dan berjalan keluar dari aula pertemuan.
°°°
Disebuah taman seorang gadis duduk termenung dengan tangan yang menopang dagu disalah satu meja taman, sesekali ia menguap dan memandang bosan kearah beberapa buku yang berada di depannya.
Gadis itu menghelas napas pelan dan menegakkan tubuhnya. "Kapan tugas-tugas ini selesai, tangan ku rasanya ingi patah dan mata ku terasa perih."
"Sabar Nona kalau anda selalu mengeluh, tugas yang anda kerjakan akan terasa berat." Ucap sang pelayan.
Lilian melirik kesal ke arah Rosa. "Tugasnya memang berat, kenapa ayah menghukum ku untuk membaca semua buku-buku itu belum lagi aku harus menulis resume dari setiap buku."
"Seharusnya nona bersyukur diberikan hukuman ringan seperti ini." Ucap Rosa.
"Kalau ringan kenapa bukan kau saja yang mengerjakannya?" Ucap Lilian kesal.
"Tidak bisa Nona, saya tidak akan melakukan kesalahan lagi, sudah untung Tuan dan Nyonya masih membiarkan saya hidup setelah kejadian itu." Ucap Rosa.
Lilian membuang muka tak mau menatap Rosa dan beralih menatap buku-buku yang ada di depannya. Tangannya terulur untuk meraih sebuah buku dan membukanya.
Sudah dua pekan lamanya ia menjalani hukuman setelah kejadian saat itu. Selepas kepergian Seint dan Artem mengantarkannya pulang Duke Marven, Illyria, Zheyan dan Asgar melemparkan berbagai banyak pertanyaan, bukannya prihatin dengan cerita Lilian sang ayah malah memberikannya hukuman untuk mempelajari semua tentang kerajaan Apollonia serta kerajaan tetangga bahkan ia harus membuat sebuah resume.
Seperti biasa Lilian ingin meminta pertolongan kepada tiga orang lainnya namun ketiga orang tersebut malah membuang muka dan tak punya niat sedikitpun untuk membantunya.
Hukumannya tidak sampai disitu, Lilian tidak boleh keluar dari kediamannya bahkan tidak boleh mendekati gerbang sampai waktu yang sudah ayahnya tentukan, entah sampai kapan ia harus berdiam diri di kediamannya. Jika ia melanggar maka hukumannya akan bertambah.
Saat Lilian sedang sibuk dengan hukumannya, Zheyan dan Asgar datang dan duduk tepat dihadapannya.
"Sudah sampai mana resumenya?" Tanya Zheyan.
Lilian menutup bukunya dan menatap kearah Zheyan. "Masih dua buku lagi." Ucapnya malas.
Zheyan mengangguk. "Bagus.... Kalau begitu cepat selesaikan." Ucapnya enteng.
Lilian mengerucutkan bibirnya kesal, bukannya memberikannya semangat Zheyan malah menyuruhnya mengerjakan hukumannya dengan cepat.
"Tak perlu cemberut begitu Lilian...semakin cepat kau menyelesaikan hukuman mu maka semakin cepat pula kita berangkatnya." Ucap Asgar semangat.
Lilian mengerutkan kening bingung. "Berangkat kemana?"
Asgar tersenyum senang. "Kita akan mengunjungi perkebunan milik keluarga mu karena sebentar lagi pihak istana akan mengadakan sebuah festival." Ucap Asgar girang.
Lilian membulatkan matanya dan tersenyum senang ke arah Zheyan dan Asgar."Festival apa?"
Zheyan dan Asgar mengedipkan mata beberapakali menatap Lilian, mereka lupa jikalau sang adik tidak mengingat apapun termasuk acara-acara yang biasa di adakan tiap tahun.
"Namanya festival keluarga yang biasa di adakan tiap tahunnya, masing-masing keluarga akan melombakan hasil dari kediaman masing-masing....misalnya keluarga kita penghasil senjata dan perkebunan terbesar di kerajaan ini, nahhh untuk tahun ini Ayah, Ibu dan Kakak berniat untuk melombakan hasil dari perkebunan kita." Jelas Zheyan panjang lebar.
Lilian mengangguk mengerti. "Lalu kita akan mengunjungi perkebunan?"
"Iya setelah kau selesai dengan hukuman mu, jadi cepat selesaikan." Ucap Asgar.
Lilian mengangguk dengan girang lalu kembali menatap Asgar bingung. "Lalu kalau ini lomba antara kediaman lalu kenapa kau harus ikut bersama kami?"
"Haissss aku kan termasuk keluarga mu, iyakan Zheyan?" Ucap Asgar kesal dan menyenggol tangan Zheyan.
Zheyan tersenyum dan mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Asgar.
"Tapikan tetap saja kediaman Baron harus mempersiapkan sesuatu untuk di lombakan." Ucap Lilian.
Asgar menghela napas. "Keluarga kakak kan penghasil kayu dan bahan pangan terbesar, jadi perkebunan milik keluarga Duke berdekatan dengan perkebunan milik Baron, sekalian saja kakak ikut kalian." Jelas Asgar.
"Oooo gitu" ucap Lilian.
"Sekarang cepat selesaikan hukuman mu." Ucap Zheyan berdiri dari tempat duduknya dan mengacak rambut Lilian.
"Ihhh Kakaaaaaak." Teriak Lilian.
Zheyan hanya tersenyum ke arah Lilian dan menarik Asgar agar ikut bersamanya pergi. Setelah kepergian ke dua kakaknya, Lilian kembali semangat mengerjakan sisa hukumannya. Ia tak henti-hentinya tersenyum sambil membayangkan kebebasannya.
°°°
Akhirnya hari kebebasan yang di nanti-nanti Lilian tiba, tiga hari yang lalu Zheyan dan Asgar datang memberikan kabar yang membuatnya semangat mengerjakan hukumannya dengan cepat.
Tak pudar-pudar senyuman menghiasi wajah cantiknya setelah sang ayah mengatakan hukumannya telah selesai saat resume terakhir ia serahkan kepada ayahnya.
Setelah mengemasi beberapa barang yang akan mereka butuhkan dalam perjalanan, Lilian dan Zheyan berjalan bersama menuju ruang utama kediaman sang ayah untuk berpamitan. Di Sana Duke Marven dan Illyria ternyata sedang menunggu kedatangan ke dua anaknya.
Ketika melihat Lilian dan Zheyan memasuki ruangan utama, Illyria berdiri dari duduknya dan langsung mendekati putrinya "ingat selama perjalanan kau harus menuruti semua kata-kata kakak mu dan jangan membuat ulah"
Mendengar ucapan ibunya, Lilian menghela napas pelan dan mengangguk singkat. "Iya Ibu".
Setelahnya Illyria menatap ke arah putranya "Jaga adik mu baik-baik jangan sampai dia terluka dan tetap awasi dia agar jangan sampai dia terpisah dari mu."
Zheyan tersenyum lembut ke arah sang ibu dan memeluk ibunya. "Ibu jangan khawatir, Zheyan pastikan putri ibu akan baik-baik saja sampai kami kembali." Ucapnya menenangkan sang ibu.
Duke Marven berjalan mendekati putranya dan menepuk pundak Zheyan. "Ayah serahkan dia kepada mu."
"Iya Ayah." Ucap Zheyan.
Lalu Duke Marven beralih menatap ke arah sang putri. "Ingat kau tak boleh nakal, dengarkan semua kata-kata kakak mu dan jangan sampai terpisah dari kakak mu." Lalu ia memeluk putrinya dengan hangat.
Lilian merasa ingin menangis saat mendapat kasih sayang dari keluarganya sekarang, ia teringat akan keluarganya yang dulu, entah bagaimana kabar mereka sekarang.
Duke Marven mengurai pelukannya dan mengelus kepala putrinya. "Segeralah kembali."
Lilian mengangguk dan memeluk ibunya erat "Lilian janji nggak akan buat masalah dan akan selalu mendengarkan kakak."
Setelah berpamitan kepada kedua orang tuanya, Lilian dan Zheyan berjalan menuju gerbang kediaman diantar oleh kedua orang tuannya. Di sana Asgar ternyata sudah menunggu di atas kudanya.
Zheyan berjalan menuju kuda yang telah disiapkan untuknya sedangkan Lilian berjalan menuju kereta kudanya bersama Rosa. Sebelum Lilian memasuki kereta kuda, ia melirik ke arah Zheyan dan Asgar bergantian.
"Kenapa kalian berangkat dengan menunggangi kuda sedangkan aku dengan kereta kuda?" Ucap Lilian.
Zheyan menatap kearah Lilian. "Karena kau adalah wanita, jadi memang sepatutnya kau naik kereta kuda saja."
"Emangnya kenapa aku adalah seorang wanita ? Emangnya disini ada aturannya kalau seorang wanita tidak boleh menunggangi kuda?" Ucap Lilian nyolot.
Semenjak Lilian kehilangan ingatannya, Zheyan selalu saja menghela napas saat berbicara dengan adiknya. entah mengapa sejak sadar dari koma, Zheyan merasa membutuhkan tenaga ekstra hanya untuk berbicara dengan gadis itu.
"Karena putri para bangsawan disini lebih menyukai naik kereta kuda daripada menunggangi kuda secara langsung." Jelas Asgar.
"Tapi aku kan ingin menunggangi kuda juga." ucap Lilian.
"Memangnya kamu bisa menunggangi kuda?" Tanya Zheyan.
Lilian hanya menggeleng mendengar pertanyaan dari Zheyan. "Tetapi aku ingin".
"Lantas bagaimana caranya kau mau menunggangi kuda sedangkan kau tak bisa menunggangi kuda?" Ucap Asgar frustasi.
Lilian menatap Asgar kesal dan berjalan sambil menghentakkan kakinya menuju kereta.
"Kalau keluarga Duke berhasil menang dari lomba kakak berjanji akan mengajari mu cara menunggangi kuda." Ucap Zheyan.
Lilian yang hampir memasuki keretanya berhenti saat mendengar ucapan Zheyan, ia langsung berbalik dan tersenyum cerah ke arah Zheyan. "Janji ya?"
Zheyan tersenyum dan mengangguk ke arah Lilian, Lalu ia menatap ke arah ayah dan ibunya memberi tanda bahwa semua akan baik-baik saja. Lalu Zheyan beralih menatap kearah Lilian yang sekarang sudah memasuki kereta kudanya bersama Rosa.
"Kenapa kau berjanji mengajarinya menunggangi kuda ? Kau tau sendiri tiap tahunnya keluarga Marquis selalu saja unggul dalam lomba ini, meski Lilian kehilangan ingatannya namun tak merubah apapun dari Lilian termasuk sifatnya." Ucap Asgar.
Zheyan menghela napas untuk ke sekian kalinya. "Entahlah... Aku hanya tak tega melihatnya murung, mungkin saja tahun ini keluarga Duke berhasil menang."
"Ya....aku harap juga begitu." Ucap Asgar.
"Kenapa kau malah menginginkan keluarga Duke menang ? Seharusnya kau berharap keluarga Baron yang menang." Ucap Zheyan sambil menarik tali kekang kudanya agar berjalan maju.
"Lilian lebih menginginkannya dari pada keluarga Baron." Ucapnya sambil tertawa pelan.
Lalu mereka berangkat menuju perkebunan bersama beberapa prajurit yang mengikutinya dari belakang.
Melihat rombongan kedua anaknya semakin menjauh Duke Marven da Illyria masuk kembali ke dalam kediamannya.
°°°
Akhirnya part ini selesai juga . . . . . .
Tetap terus dukung Author ya 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments
ASC
makasih ydh up thor
2021-04-21
1