Rania tertunduk, merasa sangat malu. Baru kali ini dia diperlakukan seperti ini oleh lelaki.
"Mas lepaskan," menurunkan tangan Haris yang masih memegang dagunya.
Haris mengecup bibir Rania dengan cepat. Lalu duduk di kursi meninggalkan Rania yang masih mematung karena terkejut mendapat ciuman.
"Kamu mau sampai kapan berdiri di situ?" Haris tertawa kecil melihat tingkah Rania.
wajah Rania memerah, lalu berjalan ke dapur untuk menghindari Haris.
"Permisi sebentar ya?" Rania berjalan cepat.
"Mba Livi?"
"iya, kenapa?" tanya Livi yang sedang memasukkan adonan kue ke dalam oven.
"Mba Livi sudah berapa kali jatuh cinta?" Rania memberanikan diri untuk bertanya.
"Gak tau. Memangnya kenapa Ran?"
"Apakah rasanya seperti ini?" tanya Rania sambil memegangi dada dengan kedua tangannya.
"Seperti ini apa?" Livi mendekati Rania dan tersenyum.
"Jantungku berdebar debar, badanku lemas mba," jelas rania.
Livi tertawa, lalu merangkul Rania yang tinggi badannya hanya sepundak livi.
"Apa kamu jatuh cinta sama haris?"
"Mba, aku bahkan tidak tau bagaimana rasanya jatuh cinta."
"Kalo begitu, kamu tanya sama googling. Kamu ketik disana RASANYA JATUH CINTA. Nak kalo penjelasannya sama kaya yang kamu rasain, berarti benar kamu jatuh cinta sama haris. Hahahaha." Livia malah meledek.
"Aaaa mba Livi!" rania merengek seperti anak kecil saja. Biasanya dia selalu tegas.
Livi tertawa melihat tingkah adik sepupu yang baru pertama jatuh cinta ini.
"Kamu akan merasa sangat bahagia saat bertemu orang itu. Itulah yang namanya jatuh cinta dhe." Livi mendewasai rania.
"Apa aku salah jika langsung merasa bahagia saat bertemu orang yang baru ku kenal?" Rania masih penasaran apa itu jatuh cinta.
Belum Livi menjawab, terdengar suara klakson mobil lagi dari luar.
"Siapa lagi tuh yang datang?" Livi berjalan menuju teras rumah.
Rania mengikutinya.
Haris sudah berada diluar, sedang menyambut mama dan papa Livi. Melihat mama dan papanya datang, Livi langsung berlari ke kamar.
"Om tante, apa kabar?" Rania salim dengan om dan tantenya.
"Baik, kamu sendiri sayang?" jawab tante april ramah.
"Dimana Livi, kenapa dia tidak keluar?" tanya om nya.
"Ada di dalam, mari masuk om tante." Rania mempersilakan mereka masuk
Haris menarik tangan Rania yang berjalan di belakang om dan tantenya.
"Kamu siapkan menjadi istriku?" tanya Haris ramah.
Rania tidak ada pikiran lain selain mengangguk.
"Baik.Ayo kita masuk!" Haris menggandeng tangan Rania. Rania melirik tangannya yang di pegang Haris.
"Livi keluar kamu!" bentak papanya.
Menunggu beberapa saat...
Tak ada jawaban. Rania dan Haris saling pandang.
"Livi papa hitung sampai dua,kalo gak keluar papa seret kamu pulang," papa Livi berwajah kesal.
"I iya pa maafin Livi pa, Livi bandel, maaf pa... maaf. " Livi keluar dari kamar, berjalan sambil mengatupkan kedua tangannya.
"Bagus.Sini kamu!" ucap papa Livi sangat tegas.
Livi mendekat.
Mamanya, tertawa kecil melihat tingkah anak sulungnya seperti itu.
"Jelasin ke papa, kenapa kamu pergi tanpa ijin dari papa?"
"Livi kan cuma pengen refresing aja pa. Livi juga udah gede'kan, lagian papa dan mama sibuk kerja terus." Livi membela diri.
"Tapi apa susahnya kamu berpamitan, mama sama papa sampai kesal sekali menghubungi kamu tapi tidak bisa terus!" Papa masih kesal.
"Maaf pa. Lain kali gak akan Livi ulangi lagi," Livi memejamkan matanya dan masih mengatupkan tangannya sambil sedikit membungkuk.
Rania dan Haris ikut tersenyum.
Livi yang suka menggurui Rania ternyata semanja itu di depan orang tuanya.
"Ya sudah," jawab papa Livi sambil duduk.
Livi mengusap dadanya dan merasa lega.
Melirik Haris dan Rania.
Mereka semua duduk.
"Bau enak apa ini?" tante april memandang Rania.
"Kue nya?" Rania dan Livi berteriak bersamaan. Berlari ke dapur.
"Ah untung tidak gosong," Rania merasa lega.
"Ayo kita potong mba."
"Coba bawa sini. Kamu bikin minuman ya?" ucap Livi sambil memegang pisau roti.
"Siap." Rania tersenyum.
Setelah siap, mereka membawa kue dan minuman dingin ke ruang tamu.
"Silahkan om tante, mas Haris. Mumpung masih hangat," pinta Rania menaruh nampan kue di meja.
"Wah pintar sekali kamu," puji tante april.
"Mba Livi juga pintar kok tan," Rania tersenyum.
"Oh ya, nak Haris ini siapa?" tanya om nya.
"Saya teman Rania om tante," Haris tersenyum ramah.
"Ma, pa, Haris mau ngajakin Rania nikah lho," ucap Livi lirih di telinga mama papanya.
"Benar begitu nak Haris?" om langsung bertanya serius.
"Rencananya om, maka dari itu saya kemari ingin bertemu om dan tante ingin meminta restu," jawab Haris mantap.
"Syukurlah, kami sangat senang dan sangat setuju. Akhirnya Rania menemukan sandaran hatinya," ucap tante april terharu.
"Ya.Kita sebagai keluarga, merasa bahagia, karena selama ini kasihan melihat Rania berjuang sendirian menghidupi dirinya dan Devi," ucap omnya lagi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments