Haris dan apri melajukan mobil dengan kencang. Haris tak sabar ingin mengutarakan maksudnya ketika bertemu Rania nanti.
Melihat Haris yang menyetir mobil dengan kencangnya, Apri penasaran sebenarnya apa yang mau Haris lakukan.
*****************************
Rania juga sama penasarannya, kenapa tiba-tiba Haris ingin menemuinya.
Terdengar suara mesin mobil.
Rania pun mengajak Livi untuk melihat apakah mobil Haris atau bukan.
Mereka mengintip dari balik tirai.
"Itu Apri dan Haris," ucap Livi menatap Rania.
Seketika itu wajah Rania pucat masam, Rania khawatir dengan masalahnya dan Haris.
Rania menggenggam erat tangan Liviana.
Pintu di ketuk.
Livi berjalan lalu membuka pintu, Rania mengikutinya di belakang.
"Dimana Rania?" Haris yang berada tepat di depan Livi langsung mencari cari sosok Rania.
"Aku disini," Rania menjawab dengan lirih.
"Ikut aku!" Haris menarik lengan Rania, menyuruhnya masuk ke mobil. Dalam hitungan detik mobil itu sudah tidak kelihatan.
Apri dan Livi sampai melongo melihat tingkah Haris.
Livi pun menyuruh Apri masuk, kemudian Devi mengajak mereka bermain.
Di dalam mobil..
Rania sangat ketakutan, melihat Haris tersenyum sinis meliriknya.
Rania tidak berani berbicara. Rasanya mau pingsan saja.
Haris membelokkan mobilnya di dekat danau. Rania semakin ketakutan.
"Inikan danau?? Apa dia mau membunuhku???" Rania meremas jari-jarinya kuat.
Haris menoleh ke arah Rania. Tersenyum padanya, lalu mendekatkan wajahnya pada Rania.
Rania gemetaran, berkeringat dingin dan sangat khawatir.
Haris semakin terobsesi menjadikan Rania sebagai alasan untuk menghindari perjodohannya dengan Hanindya.
"Apa yang perempuan ini pikirkan, kenapa dia menutup matanya?" Haris tersenyum lebar.
Mencolek lengan Rania. Rania membuka matanya. Dadanya berdegup tidak karuan.
"Rania. Kamu kenapa?" ucap Haris lembut. Sangat lembut di bandingkan pertemuan mereka kemarin.
"E e tidak mas. Maaf," Rania terbata bata.
"Kenapa minta maaf?" Haris tersenyum.
"Maaf, apa yang mau mas Haris bicarakan?" Rania sangat gugup.
"Baik. Seperti yang aku bilang kemarin. Aku tetap akan meminta pertanggung jawaban atas keteledoranmu menjatuhkan kamera mahalku."
"I iyaa mas, saya akan bertanggung jawab," Rania masih menundukkan kepalanya.
Haris menatapnya dekat.
"Aku mau kamu ikut aku pulang, lalu kita menikah," ucap Haris mantap.
"Apa!!!" Rania membelalakkan matanya.
"Emm, kamu menikah denganku kemudian hidupmu akan terjamin."
"Ta tapi mas.Saya gadis kampungan yang bahkan sangat tidak pantas berdekatan dengan Anda," ucap Rania sangat lirih.
"Anggap saja aku ini pangeran, yang diutus untuk menyelamatkan hidupmu," Haris masih bersikap tenang.
"Maaf, saya tidak bisa mas, terlalu kurang ajar jika saya menginginkan suami sesempurna mas Haris," Rania berusaha menolak.
"Aku minta sekali lagi, jadilah istriku!" Haris semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Rania.
Rania terdiam, terpojok di pintu mobil. Lalu tangan Haris mengusap anak rambut Rania. Rania bernafas keras.
"Apa alasan mas Haris ingin menjadikan saya istri? Apa untuk dijadikan selingan?" Rania memberanikan diri untuk bicara.
Haris tersenyum sinis.
"Tidak. Aku masih lajang. Aku merasa ada hati sejak pertemuan kita yang pertama."
"Tapi waktu itu mas memarahi saya bahkan ingin menghancurkan hidup saya dengan memecat saya dari pekerjaan," Rania membela diri.
"Aku minta maaf. Tapi aku sangat ingin menikahimu. Kamu adalah gadis yang aku cari," Haris masih merayu.
"Bagaimana dengan adikku?"
"Kamu bisa mengajaknya hidup bersamaku setelah kita menikah," jawab Haris mantap.
"Apa sebenarnya maksud mas Haris. Bagaimana aku hidup nanti? Aku bahkan tidak mengenali sifatnya." Rania kebingungan.
"Mas tolong menjauh. Aku bisa mengganti kamera mas yang rusak." Rania mendorong tubuh Haris yang nyaris menempel pada tubuhnya.
"Tapi aku mau kamu. Aku akan mencintaimu seperti aku mencintai diriku sendiri," Haris sedikit memaksa lalu ******* bibir Rania.
Rania membelalakkan matanya.
Mendorong tubuh haris yang besar, tapi tidak mampu.
Haris melepas ciumannya. Menatap Rania lagi.
"Aku akan menjagamu dan Devi dengan baik." Haris kembali merayu.
Rania menangis. Tidak tau keputusan apa yang harus dia ambil.
"Saya mau, tapi dengan syarat, mas Haris tidak mendadak menikahiku. Kita jalanin hubungan dulu sebagai teman," Rania masih tertunduk.
"Huuuft. Baiklah. Tapi bersikaplah sebagai kekasihku ketika bertemu dengan orang tuaku," Haris membelai rambut Rania lagi.
Rania mengangguk. Mengusap air matanya. Lalu Haris mengendarai mobilnya lagi menuju rumah Rania.
"Jangan bilang ke Apri atau Livi. Mengerti?" ucap Haris tegas di tengah-tengah perjalanan.
Rania mengangguk.
"Gadis pintar." Haris tersenyum karena bisa menaklukan Rania semudah ini.
Tak berapa lama mereka sampai. Rania masuk rumah diikuti Haris.
Apri, Devi dan Livi sedang tertawa berbincang-bincang entah tentang apa. Sampai Devi tertawa sampai terbahak bahak.
"Ehem ada yang mulai ada rasa nih kayaknya." Livi melirik Haris dan Rania.
"Devi ini sudah malam, kamu bobo duluan gih!" Rania menghampiri Devi yang duduk di dekat Apri.
"Mba dari mana?" tanya Devi.
"Dari luar sayang, Mba dan mas Haris berbincang di luar," memeluk Devi.
Devi mengangguk lalu melirik Haris yang hanya berdiri diam.
"Aku takut Mba di apa-apain sama om itu," ucap Devi polos.
"Tidak.Mas Haris orangnya baik seperti mas Apri. Udah sana bobo dulu."
Devi pun masuk ke kamarnya.
Haris dan Rania duduk bersebelahan.
Apri dan Livi memandangi mereka merasa agak aneh..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments