Tak habis pikir Apri bisa sepuas ini menertawai Haris. Biasanya Haris memarahi Apri dalam keadaan apapun.Kali ini Apri puas bisa mengerjai Haris.
"Harusnya tadi aku merekamnya dan menjadikan alat untuk mengancam Haris kalo-kalo dia mau menindasku," Apri masih tertawa.
Apri meraba punggung Haris dan tiba-tiba...
"Permaisuri ku, kenapa tanganmu kasar dan besar. Sebelumnya apa pekerjaan kamu?" Haris mengigau lagi.
Apri mencari akal lagi.
"Maaf pangeran, aku hanya pekerja serabutan. Maukah pangeran menerima tanganku yang buluk ini?" jawaban Apri, Apri sungguh ingin tertawa sekeras kerasnya.
Haris menggenggam lagi tangan Apri lalu menciumnya berkali-kali.
Apri sudah sakit perut menahan tawanya, akhirnya tawa itu pecah.
Di mimpinya, Haris dan permaisuri mendapat serangan raksasa yang suaranya menggelegar. Kemudian Haris bangun dari kursi kerajaan, tapi kenyataannya Haris terbangun dari sofa nya lalu terjungkal
Apri masih terbahak bahak di atas kasur. Haris yang melihat Apri langsung memukul Apri menggunakan guling.
" Dasar otak cabul! Sekarang kamu juga sudah gila?!!! " Haris meneriaki Apri.
Apri menoleh pada Haris yang berdiri di tepi ranjang. Mengamati Haris sebentar lalu tertawa sampai badannya dijungkir balikkan di kasur.
"Haris, mana permaisurimu?" Apri bicara dengan ujung mata hampir menjatuhkan air mata sangking keramnya perut.
"Bagaimana dia tau mimpiku. Jangan-jangan aku mengigau tadi," Haris menonyor kepala apri lalu bergegas ke kamar mandi.
"Oh permaisuri ku, kita akan punya banyak anak!" Apri menirukan gaya haris dan tertawa lagi.
Apri mendengarnya dari dalam kamar mandi.
"Jadi tadi aku mengigau?" Haris tersenyum geli.
Sore ini sungguh sangat membahagiakan. Haris bahagia dengan mimpinya, Apri pun bahagia karena ada hiburan tak diundang.
Haris dan Apri lalu bercanda mengingat mimpi dan igauan Haris tadi. Mereka berdua tertawa sampai perut terasa capek.
"Huft mimpi yang indah!" Desah Haris.
Sore di rumah Rania.
Rania memasuki rumahnya.
"Kenapa pintunya terbuka? Devi, kamu dimana dek?" ucap Rania.
"Di sini mba, mba itu mba Livi menangis," Devi menunjuk kamar nya.
Rania dan Devi menghampiri liviana di kamar.
"Mba? Kamu kenapa menangis?" Rania bicara pelan dan mengusap pundak Livi.
"Papa sama mama kejam sekali kepadaku Ran, aku masih mau kuliah dan mengejar cita-citaku. Tapi kenapa aku selalu dipaksa menikah sama papa? Apa aku tidak boleh menentukan pilihanku sendiri? Hiks."
Rania mengerti kenapa om nya tadi marah-marah saat telfon. Ternyata ini penyebabnya.
"Sabar ya mba. Kenapa mba enggak mau? Bukannya orang tua selalu memberi yang terbaik buat anaknya?" Rania mencoba menenangkan.
"Aku mau pilihanku sendiri Ran. Aku sudah dewasa dan aku mau bapak ibu memberikan hak ku untuk memilih jodohku," Livi masih menangis.
Rania kebingungan.
Selama ini dia sendiri hidup dengan paksaan. Ya. Paksaan takdir yang mengharuskan Rania berjuang untuk hidupnya dan juga hidup Devi. Tanpa kasih sayang orang tua. Rania jadi ikut menangis meratapi nasibnya. Devi pun memeluk kedua kakaknya itu. Tidak tau apa yang terjadi.
"Maaf mba" Hanya itu kata-kata yang bisa Rania ucapkan.
Malam telah menggelapkan bumi.
Rania keluar kamar hendak menyiapkan makan malam. Devi masih menemani Liviana di kamar.
Livi sesekali memeluk Devi. Devi hanya diam dan menatap kakak sepupunya itu.
"Semoga nanti suamiku seorang yang berbesar hati, mau menerimaku apa adanya dan tulus menjadi imamku," Rania tersenyum tipis kenapa tiba-tiba dia berpikir sejauh itu.
Rania memasak telur semur kesukaan Devi.
Terlintas lagi wajah Haris di ingatannya. Rania menggeleng gelengkan kepalanya agar bayangan Haris menjauh.
setelah makanan siap, Rania memanggil Devi dan Livi untuk makan malam. Mereka bertiga makan dengan tenang
Setelah selesai makan, Rania membersihkan diri sedangkan Livi mengajari tugas sekolah Devi.
Malam Haris dan Apri.
"Coba kamu telfon Rania," perintah Haris pada Apri.
"Oke." Apri yang memang sedang memainkan ponselnya langsung menghubungi Livi, karena memang Apri belum punya nomor ponsel Rania.
Panggilan tersambung. Livi merasa senang, entah ini senang karena suka pada Apri atau hanya senang karena Livi punya teman mengobrol.
"Apri?" sapa Livi bersemangat.
[Hay Liv? Lagi apa?]
"Menemani Devi belajar. Kalo kamu?"
[Aku gak ngapa-ngapain hehe] Apri.
"Aku lagi bosan nih, temenin aku ngobrol ya!"
[Siap deh Liv. Mau ngobrolin soal apa?]
"Soal Rania," Tiba-tiba ponsel Apri di rebut Haris, Livi jadi bingung.
"Mana Rania?" tanya Haris ketus lagi.
"Di kamar mandi. Tunggu sebentar ya!" jawab Livi.
"Eh itu Rania. Rania sini!" Livi memanggil Rania yang sedang berjalan di depan kamar.
"Kenapa mba?" Rania mendekat.
"Ini Haris mau bicara sama kamu," Livi bicara lirih sambil menyerahkan ponselnya pada Rania.
Rania membelalakkan matanya lalu dengan ragu mengambil ponsel livi.
Mendekatkan ponsel di telinga.
"Ha halo?" ucap Rania mengawali.
"Rania ini aku Haris. Bisa kita ketemu?" Haris to the point banget.
"Bisa mas. Mau kapan?" Rania masih terbata bata.
"Oke sekarang aku menuju rumahmu," jawab Haris lalu mematikan telfonnya.
Rania merasa dag dig dug gemetar..
~hai readers sayang, author cuma mau ingetin nih jangan lupa tinggalkan like di bawah ya 🙏 terimaksih ~
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Nenni Muh Amin
livi du jodohkan dgn haris???
2021-02-17
1