Perintah untuk mengukir lima puluh wajah guru, diterima Zhang Xiuhan dengan sedikit kebingungan. Bukan karena ia melupakan beberapa urutan gerakan, melainkan karena setelah memberi perintah, guru Zhillin mengatakan bahwa ia ingin beristirahat dan tak ingin diganggu.
Pesannya, Zhang Xiuhan tak boleh memanggil atau mengganggunya selama guru Zhillin tak memulai percakapan.
Zhang Xiuhan mulai melaksanakan perintah dengan hati tak tenang, ia khawatir sesuatu yang tak baik menimpa guru mungilnya. Zhang Xiuhan mulai mencari batu besar yang lain, lalu melukiskan wajah gurunya menggunakan gerakan jurus Tarian Dewi Pencabut Nyawa.
Setelah beberapa saat berlalu, sudah ada sekitar sepuluh batu besar yang terukir wajah guru Zhillin. Zhang Xiuhan mulai mencari-cari lagi batu yang berukuran besar, tapi ia hanya menemukan setidaknya 7 batu saja.
Itu artinya, ia harus mencari benda lain untuk digunakan sebagai media melukis wajah gurunya. Setelah menyelesaikan 7 batu besar terakhir, Zhang Xiuhan masuk ke hutan lagi, ia mulai melukis wajah gurunya di batang pepohonan yang berukuran cukup besar.
Setelah melihat sudah ada begitu banyak pohon yang terlukis wajah gurunya, ia mengitung ulang dan ternyata untuk mencapai 50 lukisan wajah guru, ia masih berhutang 12 gambar lagi.
Hari sudah petang, Zhang Xiuhan berencana melanjutkan tugasnya pada keesokan harinya lagi. Maka, ia kembali pulang di gubuk sederhananya yang terletak tak begitu jauh dari sungai Yangtze.
Rencananya, esok Zhang Xiuhan akan melukis wajah gurunya di sisi-sisi gua di Lorong Setan.
Hari sudah siang ketika Zhang Xiuhan membuka matanya untuk bangun tidur. Tak biasanya ia bangun sesiang itu. Biasanya ia memang dibangunkan guru Zhillin saat matahari belum muncul di ufuk timur. Menurut guru Zhillin, bangun tidur mendahului matahari itu sangat bagus untuk kesehatan.
Hari itu, Zhang Xiuhan sudah mulai merasa tak enak perasaannya. Guru Zhillin benar-benar tak memperdengarkan suaranya, batin Zhang Xiuhan. Ia pun segera bangun sebab hari sudah siang, sementara ia belum menyelesaikan tugas terakhir yang dibebankan oleh gurunya.
"Ternyata melukis wajah guru di Lorong Setan tidaklah mudah." Zhang Xiuhan mulai menyadari sulitnya berkonsentrasi mengeluarkan jurus Tarian Dewi Pencabut Nyawa di tempat yang nyaris hampa udara. Meski demikian, Zhang Xiuhan tetap melanjutkan melukis wajah gurunya di sana.
Sesuatu yang dikerjakan dengan tingkat kesulitan yang tinggi akan memberikan hasil yang luar biasa juga, setidaknya begitu yang pernah dikatakan oleh gurunya.
"Akhirnya... Tugasku selesai..." Zhang Xiuhan memijit-mijit pundaknya yang pegal. Ia keluar dari Lorong Setan dengan hati gembira. Zhang Xiuhan mengira jika tugasnya selesai, guru Zhillin akan memperdengarkan suaranya.
Ternyata Zhang Xiuhan keliru. Gurunya tetap diam tak bersuara. Untuk pertama kalinya Zhang Xiuhan menyadari bahwa ia berada di sebuah pulau purba yang tak dihuni manusia. Keheningan guru Zhillin membuatnya merasakan kesepian yang tak pernah ia rasakan sebelumnya.
Zhang Xiuhan memang selalu melakukan semua hal sendirian, menangkap ikan, memanggangnya, dan memakannya sendirian. Tidur sendiri, berlatih fisik sendiri, membangun gubuk sendiri, dan semua aktivitas ia lakukan seorang diri karena memang ia satu-satunya manusia di Pulau Lingkaran Setan.
Hanya saja biasanya dia tak pernah merasa sendirian karena guru Zhillin selalu mengajaknya mengobrol, atau setidaknya marah-marah. Karena selalu mengobrol bersama, Zhang Xiuhan sering lupa jika guru Zhillin hanya berwujud suara. Nyatanya, meski tak memiliki bentuk fisik, suara guru Zhillin mampu mengusir rasa sepi Zhang Xiuhan.
Kini, bagi Zhang Xiuhan, ia lebih memilih untuk dimarahi gurunya ketimbang harus sama sekali tak mendengar suara gurunya itu. Setidaknya sudah lima hari guru Zhillin diam tak bersuara.
Selama lima hari itu Zhang Xiuhan menyibukkan dirinya melakukan banyak latihan fisik, latihan pengendalian tenaga dalam, dan mengumpulkan berbagai sumber daya yang sebelumnya telah diperintahkan oleh guru Zhillin.
Bahkan, di malam hari pun Zhang Xiuhan sibuk berlatih. Ia memberanikan dirinya berenang di sungai Yangtze malam-malam, membiarkan dirinya diserbu ikan-ikan kanibal dan kemudian menciptakan gelombang air yang membuat ikan-ikan kanibal itu berenang menjauh.
Lalu ia akan melesat dari satu pohon ke pohon lain, dari dahan ke dahan dan tak akan berhenti kecuali ia merasa begitu lelah. Jika belum juga dihampiri kelelahan, Zhang Xiuhan akan bermain-main dengan telur Elang Api.
Ia berharap ketika guru Zhillin melihat keberhasilannya dalam melakukan banyak latihan, suara gurunya akan muncul untuk memuji, atau mengkritik ini dan itu. Nyatanya, semua hal-hal hebat yang dilakukan Zhang Xiuhan tak dapat memicu gurunya untuk bersuara.
***
Dua minggu telah berlalu dan guru Zhillin tak kunjung memperdengarkan suaranya. Untuk mengusir kesepian Zhang Xiuhan melukis wajah gurunya, dia mulai berbicara sendiri seperti orang gila.
“Murid tak bisa membayangkan jika harus melalui kesunyian seperti ini sampai sepuluh tahun ke depan.” Zhang Xiuhan menunduk, ia duduk sembari merapatkan lututnya untuk menopang wajahnya. Ia ingin menangis, tapi jiwanya menolak, maka ia hanya hanya membatin dan terus membatin berharap gurunya suara gurunya akan terdengar di telinganya.
Murid berjanji akan berlatih dengan sangat serius. Berjanji akan melakukan apa pun yang guru perintahkan, dan….
Belum selesai Zhang Xiuhan membatin, suara gurunya mendadak muncul…
“Benarkah akan melakukan apa pun yang kuminta?”
“Guru!!! Guru sudah kembali… Iya, Guru… Semuanya! Murid berjanji!” Zhang Xiuhan berucap antusias.
“Dasar murid lamban… Aku hampir mati kebosanan menunggu kalimat itu!” Zhillin mendengus kesal.
“Guru… Mengapa harus seperti itu, jika memang Guru ingin murid melakukan sesuatu, katakan saja, jangan menggunakan cara-cara yang merepotkan satu sama lain.”
“Sudah kuduga, Kau memang murid kurang ajar! Tak patuh dan suka membantah!”
Mendengar gurunya murka, Zhang Xiuhan mendadak pucat wajahnya. Ia takut ditinggal sendiri lagi oleh gurunya, maka ia menaruh Pedang Naga Emas di depannya dan mulai bersujud menyembah.
“Maaf, Guru… Maaf… Maaf… Guru jangan pergi lagi… Maafkan murid yang bodoh dan keras kepala.”
“Aku harus berjuang melawan kebosanan hanya demi mengajarimu sesuatu, dasar murid bodoh!” Zhillin kembali mengomel dan Zhang Xiuhan tak juga berhenti bersujud sambil meminta maaf.
Guru Zhillin memang sengaja melakukan hal demikian, karena ada misi besar yang harus dikerjakan dengan tekad yang bulat dan semangat yang membara.
Jika tak diterpa kesepian selama berhari-hari terlebih dahulu, Zhillin khawatir Zhang Xiuhan akan menolak misi besar yang akan ia tugaskan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 391 Episodes
Comments
Mas Bos
kisahnya terkesan santai dan kocak
2023-02-04
0
Albertus Sinaga
dalam kesepian,dgn banyak kegiatan pasti hilang
2023-01-24
0
Heru Sugiarto
Mantap
2022-08-14
0