Zahra berjalan dengan langkah kaki yang riang sembari sesekali bernyanyi burung kakak tua. Setelah memasak dua porsi lontong, Zahra sudah boleh pulang untuk istirahat. Untuk satu Minggu kedepan Zahra akan melewati masa percobaan.
Harap-harap anak nyonya itu suka dengan masakan ku. Zahra membatin.
Zahra memilih berjalan kaki karena memang ingin berhemat. Pekerjaan koki itu belum tentu menjadi miliknya karena bisa saja anak nyonya itu lidahnya terkilir atau hilang rasa.
Langkah kaki Zahra perlahan melambat melihat sebuah mobil yang terparkir di depan rumah nya.
"Mobil siapa itu?" Zahra membatin.
Zahra pun mencoba mengintip dari pagar.
"Bukannya itu keluarga ayah. Untuk apa mereka datang ke rumah? Di sana ada Silvi juga."
Sepertinya Zahra harus menunggu dan sedikit menguping pembicaraan mereka. Sayangnya posisinya terlalu jauh sehingga ia hanya bisa melihat dari kejauhan.
"Mengapa nenek Silvi memarahi ibu?"
Zahra melihat ibunya berusaha menahan tangis dengan terus mengucek matanya. Zahra sudah tidak tahan lagi, ia pun berjalan mendekati orang-orang itu.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, ibu. Zahra pulang," ucap Zahra membuat Saras terkejut.
"Apa Zahra mendengar semuanya?"
"Wa'alaikumusalam warohmatullahi wabarakatuh, kau sudah pulang, nak. Istirahatlah," ucap Saras menyambut tangan Zahra yang mengecup punggung tangannya.
"Ayo ibu, kita masuk." Zahra menarik tangan Saras untuk masuk.
"Masuklah terlebih dahulu. Ibu akan menyusul," ucap Saras khawatir melihat tatapan tamu tak di undang.
"Kita masuk saja Bu, Zahra punya kabar gembira untuk ibu." Zahra tetap bersikukuh. Rasa hormat sudah tertelan melihat sikap mereka pada ibunya.
"Hei, kau. Anak pel*cur! Sombong sekali dirimu," sinis Silvi.
"Hmmm, lalu mengapa kalian datang ke tempat pel*cur ini? Pergilah, kami tidak menerima tamu!" usir Zahra.
"Berani sekali kau ini! Memangnya siapa kau, ha? Kau hanya anak dari pel*cur. Jangan berlagak sombong dan sok suci. Pakaian besar mu itu tidak mencerminkan hati mu yang kotor!" teriak Silvi.
"Meskipun hati ku kotor. Tapi, aku masih mengingat kewajiban ku sebagai seorang muslimah."
"Muslimah. Muslimah... Cih, luarnya seperti muslimah, tapi dalamnya memang ja*ang." Kini ibu Silvi pula yang menyindir.
"Sudahlah Zahra, ayo kita masuk." Saras tidak tahan lagi, ia menarik tangan putrinya itu lalu mengunci pintu membiarkan keluarga Nonik berteriak kesal di luar sana.
"Nenek, lihatlah mereka. Mereka itu sangat menyebalkan!" ucap Silvi tak terima dengan perlakuan Zahra.
"Kita lihat saja nanti. Apakah mereka akan bertahan dengan kesombongan mereka. Mari kita buat mereka berlutut bahkan bersujud di kaki kita." Keempat orang itu tersenyum licik lalu berjalan keluar dari halaman rumah.
Di dalam rumah.
"Ibu, kalau mereka datang ibu tutup saja pintu. Mereka pasti hanya akan membuat ibu bersedih lagi," ucap Zahra duduk di atas ranjang memeluk sang ibu.
"Iya, maafkan ibu."
"Untuk apa mereka datang, bu?" tanya Zahra penasaran.
"Tidak ada," jawab Saras berbohong. Dia pikir Zahra bisa di bohongi dengan mudah, Zahra tahu bahwa ibunya kini tengah berbohong.
"Zahra, katanya kau punya kabar gembira. Apa itu?" tanya Saras mencoba mengalihkan pembicaraan.
Zahra baru ingat kalau ia punya kabar gembira. Gara-gara keluarga Silvi kegembiraannya tiba-tiba saja lenyap.
"Ibu, aku terpilih menjadi koki di keluarga kaya. Untuk satu Minggu ini aku akan bekerja dalam masa percobaan, tapi aku akan tetap di gaji selama satu Minggu itu. Kalau nanti anak nyonya pemilik rumah suka dengan semua masakan ku, aku akan di angkat jadi koki pribadi secara permanen." Saras sangat senang melihat antusias Zahra dalam bercerita.
"Alhamdulillah. Ibu sangat senang. Kau pasti bisa sayang. Semangat," ucap Saras menyemangati Zahra.
"Kalau nanti Zahra berhasil menjadi koki. Zahra mohon tinggalkan pekerjaan itu, Zahra janji akan membahagiakan ibu." Zahra menggenggam tangan Saras menatap penuh harap.
Air mata Saras tumpah melihat perjuangan anaknya yang berusaha menariknya dari dunia malam.
"Terimakasih, sayang" Saras memeluk sang putri. Bersyukur karena Sang Maha Pencipta memberikan ia putri yang sangat mencintainya.
Dia juga memang ingin keluar dari dunia hina itu. Karenanya lah, anak nya putus sekolah dan selalu di hina sebagai anak pel*cur.
Semoga ada cara lain untuk membayar hutang itu. Semoga saja.
"Karena anak ibu sedang senang, ibu akan memasakkan makanan kesukaan Zahra. Bersihkan dirimu, ibu akan segera memasak."
"Baik bu."
Zahra pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, sedangkan Saras pergi ke dapur untuk memasak.
Di kamar mandi, Zahra tak henti-hentinya tersenyum karena ia sudah mendapatkan pekerjaan.
"Sudah tujuh hari. Haid ku sudah kering," ucap Zahra berniat mandi wajib.
******
Setelah selesai membersihkan diri, Zahra kini duduk di kursi belajar nya untuk mengeringkan rambutnya. Ia memang tidak sekolah lagi, tapi ia masih ingin belajar dan merasakan bagaimana rasanya bersekolah. Ia sering membawa lembaran-lembaran soal dari tempat sampah di depan sekolah SMA dan SMK untuk di kerjakan ulang.
"Sayang ayo makan," ucap Saras masuk ke dalam kamar.
"Iya ibu."
"Ibu bantu yah." Saras membantu mengeringkan rambut Zahra menggunakan handuk.
"Ibu, nanti malam jangan pergi yah. Nyonya pemilik rumah tadi memberikan Zahra uang muka sebagai hadiah kemenangan pertama. Ibu bisa menggunakan uang itu," ucap Zahra memohon sembari mengeluarkan amplop putih dari tas ranselnya.
Saras hanya terdiam tak dapat mengatakan apa-apa karena ia juga bingung. Setiap malam ia juga tak ingin pergi, namun ada hutang yang harus ia bayar. Apa malam ini ia bisa tak pergi dan menemani Zahra
Terlihat Zahra membuka isi amplop, di sana ada uang 500 ribu. Zahra langsung memberikannya pada Saras.
"Ini untuk ibu, Zahra mohon malam ini jangan pergi."
Bagaimana ini? Saras bingung harus melakukan apa. Apakah keluarga Nonik mau menerima uang dari Saras.
"Ibu tidak janji sayang," ucap Saras tak enak hati.
"Ibu, Zahra mohon."
"Baiklah, ibu akan mencoba membicarakan nya pada bos ibu." Saras menerima uang itu lalu melanjutkan mengeringkan rambut Zahra.
"Yasudah ayo kita makan sayang, rambut mu sudah kering." Zahra mengangguk, sekarang masih jam setengah dua belas. Nanti jam setengah lima sore ia harus pergi ke mansion Raymond untuk memasak makan malam tuan muda nya.
*****
16.11
Zahra kini sedang membereskan peralatan shalat nya. Ia baru saja siap melaksanakan shalat dan mengaji sebentar. Ia harus segera pergi ke mansion Raymond.
Zahra pun langsung memakai pakaiannya yang sederhana. Memakai gamis warna hitam, jilbab kurung panjang warna coksu, kaus kaki, handsock dan sendal jepit.
"Ibu, Zahra pergi yah." Zahra mencari sang ibu.
"Iya sayang, hati-hati."
Zahra mengecup pipi sang ibu. "Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumusalam warohmatullahi wabarakatuh."
Zahra pun pergi meninggalkan rumah menaiki taksi menuju mansion Raymond. Sedangkan Saras tersenyum bahagia karena malam ini ia di perbolehkan tidak pergi ke club. Itu semua karena Saras memberikan uang yang di berikan Zahra.
_
_
_
_
_
_
typo bertebaran dimana-mana harap bijak dalam berkomentar yah.
jangan lupa like komen dan vote🥰
dukungan kalian sangatlah berarti
tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Risa Istifa
🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹🌹
2022-08-23
0
Noviatul Walidah
smoga daniel gk ngapa2in zahra
2021-12-16
0
Qiza Khumaeroh
msih berhrap nnt zahra tdk dilukai daniel,,,
2021-08-25
0