Untuk satu mayat Zombie setidaknya membutuhkan dua puluhan detik untuk mengambil Inti Monster di dalamnya, memang terdengar singkat, namun jika menghitung waktu untuk berjalan dan berpindah ke seluruh mayat zombie yang ada, maka membutuhkan satu sampai dua jam.
Natan Alexander kembali berjalan setelah mengambil semua Inti Monster, dan memilih berjalan di jalan utama yang dipenuhi oleh mobil-mobil. "Aku akan pergi ke pangkalan militer untuk mencari peluru di sana, aku sendiri menduga jika di sana akan dibuat menjadi camp pengungsian."
Kendati mengetahui jika di sana dijadikan camp pengungsian, Natan Alexander tetap pergi ke sana untuk mencari barang berharga. Ia juga bisa pergi secara diam-diam karena Stealth miliknya telah mencapai level tujuh. Sehingga kehadirannya sudah bisa dikatakan bergabung dengan udara sekitar.
Alasan Natan Alexander pergi ke sana juga bukan karena serta-merta mengambil amunisi, namun ingin mencari tahu apakah ia bisa bertemu dengan orang yang dikenalnya di sana.
Namun sebelum pergi ke sana, tentunya ia harus menyimpan semua senjata yang diambilnya dari rumah mewah ke dalam Inventory.
"Aku mulai menyesal karena tidak membeli senjata di NPC Shop."
Pada tubuh Natan Alexander saat ini hanya ada Item yang dibelinya dari NPC Shop, dan satu pisau militer yang disembunyikannya di dalam Defense Cloak.
Natan Alexander melihat sekitarnya. "Benar-benar hancur, minimarket di sini juga telah dijarah, meski masih menyisakan beberapa rak. Hal ini tidak boleh disia-siakan, aku juga telah menaikkan level Inventory, sehingga memiliki ukuran dua ratus meter kubik lebih." Ia berjalan menuju bangunan yang bagian depannya telah hancur, dan terlihat jejak darah di depannya.
Banyak mayat tergeletak, dan luka itu bukan disebabkan oleh serangan monster, melainkan manusia. Ia bisa mengetahuinya karena melihat luka yang dibuat terlalu rapi, dan seperti mengetahui tempat-tempat fatal yang dapat membuat manusia mati dengan cepat.
Natan Alexander merenggangkan kedua tangannya, membuat semua makanan di sana memancarkan cahaya putih yang cukup menyilaukan mata, dan kemudian semua makanan di sana menghilang saat cahaya itu meredup.
Proses penyimpanan sangat berbeda-beda, jika ia melakukannya dari jauh, maka barang yang akan disimpan mulai memancarkan cahaya. Berbeda sekali dengan memasukkannya ke dalam kubus yang telah diciptakan di depannya.
Natan Alexander berjalan keluar setelah sudah mengambil semua makanan di rak yang tersisa, dan melanjutkan perjalanan menuju pangkalan militer. Ia berjalan untuk waktu yang singkat, kemudian kembali berhenti saat melihat rambu lalu lintas yang terpasang pada pipa besi.
Ia mengalirkan Mananya pada pisah militer, kemudian mengayunkan pisau itu, memotong pipa besi di bagian bawah dan atasnya. "Meski tidak sebaik pedang, tapi ini sudah cukup untuk menyerang sekaligus menjaga jarak." Ia memainkan pipa besi dengan cara memutar-mutarnya, kemudian mengikatnya di punggung.
Natan Alexander terus berjalan dan terkadang melompat antar bangunan untuk mempercepat sampai di pangkalan militer. Ia bahkan mengabaikan Zombie di jalan utama, karena ia berpikiran Zombie adalah monster yang sangat mudah untuk dipancing. Bahkan jika ia sudah sampai di tempat tujuan, ia masih bisa memancing Zombie untuk datang.
Hanya dalam waktu dua menit, Natan Alexander sudah menempuh jarak dua puluhan kilometer, dan hampir tiba pangkalan militer. Ia tidak lagi melompat antar bangunan, melainkan berjalan di jalan utama dan melepaskan penyamarannya dari Stealth.
Pangkalan militer itu sendiri berada di tikungan jalan, atau bisa dikatakan membelah dua jalan utama.
Natan Alexander melihat banyak kontainer yang menghalangi gerbang pangkalan, bahkan di depan pagar beton juga terparkir bus militer yang kokoh.
"Mengapa di pangkalan militer bisa ada kontainer? Apakah ini kontainer milik suatu perusahaan, yang diberhentikan di tengah jalan?"
Natan Alexander melihat sekitar, mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Hingga pandangannya tertuju pada mobil besar yang terbalik, yang sepertinya itu adalah mobil yang mengangkat kontainer.
"Siapa di sana?!"
Natan Alexander mendongak, melihat siapa sebenarnya yang berteriak. Bisa terlihat seorang pria berusia tiga puluhan tahun, mengenakan seragam loreng, sepatu boot hitam, dan membawa senjata api.
Pria itu memiliki rambut berwarna hitam dengan potongan rapi, rambut-rambut halus di bagian wajahnya, dan terdapat luka di alis kirinya.
Natan Alexandre mengangkat tangannya perahan, membuka jubah yang menutupi kepalanya. "Mayor Arief! Ini aku, Natan!"
Pria itu sedikit terkejut, kemudian mencoba tenang dan mengarahkan senjatanya pada Natan Alexander. "Apakah kau benar-benar dia? Bisa saja kau adalah monster jenis baru yang bisa menyamar."
Natan Alexander terdiam sejenak tidak habis pikir dengan dugaan aneh Mayor Arief. "Anda adalah orang yang mengajarkanku menembak di Pelatihan Tembak, Anda tidak ingin dipanggil dengan sebutan hormat ataupun formal. Sehingga aku lebih terbiasa menggunakan kata 'Kau' ..."
"Kau pernah sakit perut saat berbicara dengan wanita cantik, dan meninggalkannya karena terburu-buru pergi ke toilet, terus—"
"Cukup!" Mayor Arief berteriak, kemudian menunjuk Natan Alexander dengan moncong senjata dan memberi tanda untuk naik ke atas kontainer. "Cepat naik dasar anak sialan!"
Natan Alexander tertawa kecil saat melihat Mayor Arief yang kesal, terlebih ditertawakan oleh rekan kerjanya yang menjaga gerbang timur. Ia berlari-lari kecil, dan menginjak jalan dengan tenaga yang lebih, kemudian melompat naik ke atas kontainer.
"Berapa banyak pengungsi yang berada di sini?"
Mayor Arief mengalihkan pandangannya lurus ke depan melihat jalan utama. "Sekitar sepuluh ribu, kami tidak tahu apakah pasokan makanan kami dapat bertahan. Tapi untungnya di pangkalan ada kebun pisang, jagung dan umbi-umbian."
Mayor Arief menoleh ke kiri menatap Natan Alexander. "Karena kau dari arah timur, apakah kau melihat ada cahaya berwarna biru yang terbang ke langit? Seharusnya itu berasal dari tempatmu tinggal—" Ia menghentikan perkataannya saat merasakan ada yang aneh.
"Kau berasal dari sana seorang diri, bagaimana caramu selamat? Apakah di sana tidak ada monster?" Mayor Arief menyentuh kedua lengan atas Natan Alexander dengan erat.
Natan Alexander menoleh ke kiri, melihat jalan utama yang memang cukup sepi. "Aku hanya melihat sepuluh manusia di sana, sepertinya itu mahasiswa. Mereka terbunuh oleh monster berlevel empat puluh. Monster? Di sana adalah sarangnya, dan aku berhasil selamat setelah membunuh lebih dari seribu monster."
Mayor Arief membuka matanya lebar dengan mulut yang terbuka, ia kehabisan kata-kata saat mendengar jawaban Natan Alexander. "Bagaimana caramu?"
"Membunuh sedikit demi sedikit, menggunakan senjata yang ada, dan membunuh dengan cara sembunyi-sembunyi. Harusnya kau juga memiliki layar interface, tingkatkan saja pada statistik yang berada di layar interface menggunakan Point Status." Natan Alexander menolehkan kepalanya kembali menatap Mayor Arief, dan ia melihat level Mayor Arief baru menyentuh angka 20.
Mayor Arief melepaskan tangannya pada lengan atas Natan Alexander, kemudian ia duduk di atas kontainer dengan kedua kaki yang menggantung. "Apakah di sana masih ada monster?" tanyanya pelan.
Natan Alexander mengangguk dan duduk di sebelah Mayor Arief. "Sepanjang jalan, masih ada sekitar dua ribu zombie. Apakah aku perlu menarik perhatiannya?" tanyanya menatap lurus ke depan, kemudian menoleh ke kanan.
Mayor Arief tertegun dengan apa yang didengarnya. Ia tidak pernah berharap akan mendapatkan jawaban seperti itu. "Apakah kau bodo—"
Natan Alexander menghentikan ucapan Mayor Arief dengan cara mengangkat tangan kanannya. "Tidak perlu khawatir, aku memiliki cara tersendiri." Ia mengeluarkan dua granat dari balik Defense Cloak.
Natan Alexander menarik pemicu granat, kemudian melemparkannya jauh-jauh sekuat tenaga secara bergantian, sebelum Komandan Arief sempat untuk menghentikannya.
Mayor Arief menepuk dahinya melihat apa yang dilakukan Natan Alexander, dan tidak sempat menghentikannya. Akhirnya, ia memerintahkan bawahannya untuk berjaga-jaga.
Mayor atau Danki Arief melompat turun dari kontainer, ia lebih memilih menembak di bawah ketimbang dari atas kontainer.
Bawahan Mayor Arief sendiri terbilang cukup sedikit untuk ukuran kompi, tapi setelah diberitahu, ternyata anggota lain berada di tempat berbeda dari pangkalan militer, dan sebagiannya lagi mencari perbekalan.
Dua puluh orang termasuk Mayor Arief bersiaga dengan senjata yang terarah pada jalan utama, bersiap-siap jika ada Zombie yang datang dalam jumlah besar. Berbeda dengan Natan Alexander yang duduk santai tanpa beban.
Hingga dua jam berlalu, akhirnya mereka sudah melihat gelombang Zombie yang bahkan jumlahnya lebih banyak dari apa yang dikatakan Natan Alexander tadi.
Bukannya takut, Natan Alexander yang melihat itu menaikkan sudut bibirnya, dan mengeluarkan Sako TRG dari balik Defense Cloak. Ia tidak perlu lagi menyembunyikan senjata apinya, karena yang menjaga di sini adalah Mayor Arief.
Dua puluh orang lain terperangah tak percaya dengan senjata yang dikeluarkan Natan Alexander, itu adalah senjata yang seharusnya tidak boleh digunakan oleh warga sipil, bahkan tentara pun harus memiliki keahlian khusus dan tes panjang.
"Kau bisa membeli senjata di NPC Shop, setidaknya saat berlevel dua puluh, kau akan menemuinya. Cahaya biru yang melonjak naik ke langit adalah tanda bahwa NPC Shop muncul."
...
***
*Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 273 Episodes
Comments
dewa imut
entah kenapa aku dapat ramal apa yang terjadi selanjutnya /Sweat/
2024-03-19
1
penggemar_Uangkecil?!
👍👍
2024-03-04
1
JOE NATHAN ALFARYZy
next next next next
👍🏿👍🏿👍🏿👍🏿👍🏿👍🏿👍🏿
2023-05-06
1