XIX. KATANA

...'Sebilah pedang misterius yang akan memberinya petunjuk.'...

.......

.......

...☘ ☘ ☘...

TIARA langsung menutupi wajahnya dengan selimut tebal warna ungu pastel itu ketika Claire membuka gorden di samping ranjangnya. Cahaya matahari yang masuk ke dalam kamar terasa menyilaukan. Gadis dengan surai cokelat kemerahan itu menarik selimut yang menutupi tubuh fighter tim mereka, memaksa Tiara agar segera beranjak dari kasur.

"Ayo bangun, Ara! Sampai kapan kau mau tidur?!"

"Lima menit lagi, Kak."

"Lima menit apanya? Ini sudah pukul tujuh!"

"Enghh-- Tiga menit lagi."

"Bangun! Kalau kamu tidak bangun juga, akan kupanggil William agar dia saja yang membangunkanmu."

"Panggil saja."

"Kapten--"

"Kak Claire!" potong Tiara yang langsung bangkit dari tidurnya.

Gadis cantik itu tertawa melihat refleks Tiara saat dirinya menyebut nama sang leader. Masih jelas diingatannya ketika ketua mereka itu coba membangunkannya tempo hari.

Awalnya pria bersurai cokelat gelap itu membangunkannya dengan lembut. Karena dirinya yang tak kunjung bangun, tanpa belas kasihan William mengguyurnya dengan seember air. Padahal sekarang masih musim dingin, walaupun waktu itu pemanas ruangan masih menyala. Tetap saja itu cara yang kejam untuk membangunkan seorang gadis.

"Pffftt-- harusnya sejak tadi aku memanggil nama William agar kau cepat bangun."

"Terserah."

Claire kembali tertawa keras melihat Tiara menggembungkan pipinya kesal.Namun, tak lama kemudian Claire tiba-tiba terdiam. Gadis itu menatap Tiara dengan seksama.

"Tiara."

"Apalagi?"

"Kenapa pagi ini ... bibirmu tampak berbeda dari biasanya?"

"B-berbeda?"

Iris hazel nya melebar. Tiara tidak tahu apa yang tengah dipikirkan gadis itu. Firasatnya mengatakan Claire sedang memikirkan sesuatu yang aneh. Ia kini percaya, jangan pernah meremehkan insting seorang wanita.

Gadis bertubuh ramping itu langsung memasang senyum aneh sambil mendekat ke arahnya. "Apa jangan-jangan kau sudah berciuman dengan seorang pria?"

"A-APA?!"

"Siapa orangnya? Kenapa kau tidak bercerita padaku? Ayo katakan padaku, siapa first kiss-mu itu."

"Aku tidak ber-- Pokoknya itu hanya sebuah kecelakaan! Bukan berarti setiap bibir kita bertabrakan dengan sesuatu itu bisa disebut ciuman."

"Hehe. Jadi, benar dugaan ku. Kamu dengan pria itu benar-benar--"

"Cukup, Kak! Ini tidak seperti yang kamu bayangkan."

"Kamu tidak perlu malu, Tiara. Toh, umurmu kan sudah legal untuk melakukannya."

"Sudah jangan dibahas lagi. Aku mau mandi."

"Hei, ceritakan dulu siapa pacarmu!"

"Minggir. Aku mau mandi."

"Aku akan minggir setelah kau cerita siapa pria misterius ini."

"Kak William! Kak Claire, Nih!"

"Eh? Kenapa jadi bawa-bawa kapten?"

Ketua mereka yang tengah menyiapkan sarapan di dapur hanya bisa geleng kepala mendengar kegaduhan dari lantai atas. Ia takut lantai base camp akan roboh karena ulah mereka berdua.

"Siapapun pasti akan stress jika mengurus mereka."

...***...

"Ara, Master memanggilmu."

Gadis dengan surai hitam itu mengangguk dan segera mengikuti langkah kaki Alex. Mereka berdua berjalan menuju ruangan dengan pintu warna putih yang berada di ujung lorong. Ruangan sang master. Pria itu berhenti ketika berada di depan pintu.

"Masuklah."

"Iya, Kak. Terimakasih."

Tiara pun menarik gagang pintu dan masuk ke dalam. Seorang pria dengan kemeja putih polos itu tampak sedang sibuk mengutak-atik sesuatu. Tangannya dengan lihai menyatukan berbagai benda yang ada di atas mejanya menjadi sebuah senapan jarak jauh. Ia kemudian meletakkan senjata itu dan beralih menatap Tiara. Gadis itu segera menundukkan kepalanya memberikan hormat pada pemimpin mereka.

"Boleh kulihat pedangmu?"

"Yes, Sir."

Ia segera mengeluarkan kain beludru merah yang membungkus pedangnya dalam posisi terikat. Tiara langsung memberikan pedang itu pada pria di depannya. Sang master pun menerimanya. Kemudian, pria tampan itu membuka ikatan kain tadi. Keningnya sedikit berkerut melihat pedang itu patah menjadi dua.

"Bagaimana bisa?"

"Maaf, Master. Seharusnya saya lebih berhati-hati."

"Tidak apa-apa. Kenapa hanya ada satu?"

"Seorang vampir bangsawan menghancurkannya."

"Siapa?"

"Louis Kingsley."

Dahi pria itu berkerut. "Apa kau bertarung dengannya ... sendirian?"

"Waktu itu keadaannya mendesak, Master. Jadi, saya tidak sempat menghubungi anggota yang lain. Maafkan saya."

Pria itu menghela nafas pelan. Kemudian, ia bangkit dari kursinya. Lalu, pria bertubuh tinggi itu berjalan mendekat. Tangan besarnya terulur mengacak rambut hitam milik Tiara.

"Jangan diulangi lagi," ujarnya sambil tersenyum.

'Apa ini? Pria ini terasa familiar.'

Tiara hanya mengangguk pelan. Tak tahu harus merespon perlakuan sang master bagaimana. Anehnya, sejak awal pria itu terasa tak asing. Padahal ia tak pernah sekalipun bertemu dengan pria di hadapannya.

"Ngomong-ngomong, aku sudah siapkan senjata baru untukmu. Kali ini kau harus menjaganya."

"Iya. Saya janji."

Pria itu berjalan ke arah lemari kaca di samping mereka. Lalu, ia membuka pintu lemari dan mengambil sebuah kotak kayu panjang. Di setiap sisinya dipenuhi dengan ukiran-ukiran artistik bernilai seni tinggi. Ia pun membuka kotak tersebut. Di dalamnya terdapat sebuah pedang katana dengan gagang berwarna hitam legam.

"Ambilah."

Tiara pun mengambil pedang tadi. Dengan perlahan gadis itu mengeluarkan katana dari wadahnya. Kedua sisinya tampak berkilauan terkena cahaya lampu menggambarkan ketajaman pedang tersebut. Perbedaan katana dengan pedang lain adalah mata pedangnya yang melengkung ke luar.

Di dekat gagangnya terdapat ukiran yang ditulis dengan huruf kanji. Ia menyukai pedang katana itu karena sangat ringan dan bentuknya yang indah. Ia segera menggoreskan ujung ibu jarinya ke arah sisi pedang yang tajam.

'CRASS!'

Cairan merah pekat mengalir keluar dari luka tadi. Kemudian, Tiara menempelkan ibu jarinya ke salah satu sisi pedang katana tersebut. Lalu, dia mengoleskan darah tadi dari bilah pedang bagian bawah sampai ke ujung mata pedang. Selesai. Tiara menyarungkan pedang tadi kedalam wadahnya lagi.

"Pedang itu milikmu sekarang."

"Terimakasih, Master."

"Kau boleh pergi."

"Iya, saya pamit."

Gadis dengan surai hitam itu memberikan hormat sekali lagi sebelum keluar dari ruangan. Di luar, Alex masih berdiri menunggunya. Akan tetapi, dia sekarang tidak sendirian ada Lucas dan David juga di sana.

"Tanganmu kenapa? Apa karena proses penandaan?"

"Iya. Hanya luka kecil."

"Ulurkan tanganmu," perintah Alex.

Tiara pun mengulurkan tangannya ke depan. Pria itu mengeluarkan plester luka dari saku celananya. Lalu membalut luka di bagian ibu jari Tiara dengan hati-hati.

"Selesai."

"Terimakasih, Kak. Maaf aku sudah merepotkanmu."

"Tak apa--"

"Kau ini memang merepotkan, bodoh." potong Lucas.

Sebuah tinju mengenai rahang bawah pria bersurai hitam itu. Lucas sampai terhuyung ke belakang karena tinjuan keras dari pemimpin tim mereka.

"Jaga bicaramu. Ara itu junior kita. Harusnya kau bisa memberikan contoh yang baik padanya."

"Hn."

Entah kenapa gadis itu merasa bersyukur William yang menjadi leader timnya. Bayangkan saja jika leader mereka adalah David, kepalanya bisa bergeser ke belakang karena tinjunya hanya karena berkelahi dengan Claire seperti pagi tadi.

Mereka berempat berjalan melewati lorong menuju aula utama.

"Tiara," panggil David.

"Iya, Kak?"

"Apa kamu menggunakan parfum yang berbeda hari ini?" tanya David serius.

"Tidak, kok. Apa baunya berbeda?"

"Sebenarnya bukan baumu yang berbeda, tapi auramu." jawab Lucas.

"Aura?"

...***...

Terpopuler

Comments

Bella Nadia

Bella Nadia

kapan update, thor?

2021-01-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!