IV. WHO YOU

...'Dia. Sesosok pria misterius yang selalu membayangi masa lalunya.'...

.......

.......

KAKI kecil bocah itu berlari menerobos derasnya hujan tanpa henti. Tubuhnya basah kuyup. Suara gemuruh guntur bercampur kilatan petir di langit semakin memperburuk keadaan.

Tubuh mungilnya jatuh ke badan jalan. Ia meringis, menahan sakit. Lututnya berdarah akibat membentur aspal cukup keras. Perih. Dia segera bangkit dan mengabaikan lukanya ketika bayangan hitam yang mengikutinya dari kejauhan semakin mendekat. Tiara menggigil kedinginan. Air hujan serasa menusuk tulangnya.

“Mom ... Aku takut.”

Ia kembali terjatuh. Tubuhnya tak bisa digerakkan lagi. Tenaga anak itu sudah terkuras habis. Takut. Itu yang dia rasakan. Tetesan air menghujani tubuh mungilnya yang terbaring lemas di atas aspal.

Mata merah darah itu menyala di tengah gelapnya malam. Senyuman sang iblis tersamarkan oleh derasnya hujan. Tangan dinginnya terulur ke arah leher gadis itu. Jantung Tiara kecil berdetak cepat. Makhluk penghisap darah itu mendekatkan wajahnya.

‘Tolong … Tolong aku. Siapa saja!'

Pria itu menyeringai lebar menampakkan kedua taring miliknya. Tiara menutup matanya. Pasrah. Ia sudah siap untuk mati.

“ARGHH— “

Tiba-tiba pekikan keras keluar dari mulut vampir tadi. Manik biru itu melebar mendapati seseorang tengah menusuk dada vampir tadi dengan sebuah katana. Sedetik kemudian, vampir itu menghilang. Sosok tadi berjalan menghampirinya. Ia memakai jubah bertudung warna hitam. Gadis kecil itu tak bisa melihat wajah sang penyelamat dengan jelas. Sosok tadi menarik tubuh kecil Tiara ke dalam pelukannya.

“Jangan pergi. Ara takut.”

Tangan kanannya terulur menyentuh wajah anak itu. Pandangan mereka berdua bertemu sekilas. Ia kembali memeluk erat tubuh anaknya itu dengan erat.

“Maaf, Ara. Ayah datang terlambat.”

Tiara kecil tersenyum mendengar perkataan pria itu, sebelum dirinya tak sadarkan diri.

‘Ayah? Bukannya ayahku sudah meninggal? Siapa dia?'

...***...

Iris biru shappire itu membuka perlahan. Tiara mengerjap beberapa kali sebelum kesadarannya benar-benar terkumpul. Bau obat-obatan langsung menusuk indera penciuman gadis itu. Ia berada di ruangan bernuansa putih seperti kamar pasien. Ia menoleh ke samping. Seorang gadis cantik tengah duduk sambil memegang erat tangannya yang tersalur dengan selang infus.

“Tiara? Kau sudah sadar?!”

Ia tampak senang melihat gadis di depannya bangun. Claire berteriak memanggil nama William. Pria bersurai cokelat itu tengah berbaring di sofa. Ia segera bangun dan berjalan menghampiri mereka.

“K-kau sudah siuman?” tanya William.

Tiara mengangguk pelan dan tersenyum ke arah mereka berdua. Tangan kanannya diperban dan dia merasa bagian lehernya juga diperban. Claire dan William langsung membantu gadis itu duduk bersandar pada bagian atas ranjang.

“Aku bisa sendiri. Kalian tak usah khawatir.”

Jujur dia benci terlihat lemah di depan orang lain. Tatapan kasihan itu membuatnya muak. Entah apa alasannya.

“Bagaimana kami tidak khawatir? Kamu sudah tak sadarkan diri selama dua hari!”

“A-apa? Dua Hari?!”

“Aku akan pulang dan beres-beres basecamp dulu. Biar senior yang akan menjagamu di sini," ucap Claire.

“Aku sudah sehat, kok. Aku juga ikut pulang."

“Tiara Kim. Kau tetap di sana. Ini perintah," tegas pria dengan surai cokelat itu.

“Iya."

William menarik kursi kayu mendekat ke samping ranjang. Pria itu menatap khawatir gadis di depannya. “Kenapa kau bisa pingsan malam itu?"

“Aku tidak tahu, Kak. Tubuhku tiba-tiba lemas dan kepalaku pusing."

“Aneh. Hmm, apa kau lapar?"

Tiara langsung menganggukkan kepala beberapa kali. William tersenyum melihat gadis itu berubah antusias kalau sudah menyangkut urusan makanan.

“Aku akan membelikan makanan untukmu. Jangan coba-coba kabur."

“Iya, Kapten."

William mengacak pelan rambut hitam Tiara pelan. Kemudian, ia keluar dari ruangan. Gadis itu mengalihkan pandangan ke arah jendela besar di samping ranjangnya. Tanpa sadar ia kembali teringat mimpinya tadi.

‘Siapa dia? Kapan aku pernah melihatnya? Kenapa aku tidak bisa mengingat wajahnya?' batinnya dalam hati.

Kepala gadis itu kembali berdenyut. Mimpi tadi terasa amat nyata. Dia seperti pernah mengalami kejadian itu sebelumnya. Dèjavù. Bisa dibilang begitu. Rasa nyeri di kepala Tiara semakin bertambah. Anehnya, dia samasekali tidak ingat kejadian di mimpi tadi. Yang dia ingat, setelah insiden kematian ibunya ia jatuh pingsan dan dibawa ke rumah sakit oleh bibinya.

“Apa yang sebenarnya terjadi?"

...***...

Claire segera memasukkan tangannya ke dalam saku mantel yang dia kenakan. Salju mulai turun perlahan. Kepalanya mendongak ke atas menikmati butiran salju yang menyentuh wajahnya. Tangan Claire terulur menyentuh kepingan-kepingan es yang jatuh dari langit itu.

'Indah sekali.'

Ia kembali berjalan. Gadis itu terlihat menguap beberapa kali. Ia coba menahan rasa kantuk yang menderanya. Lingkar matanya terlihat menghitam. Mereka berdua rela tidak tidur demi menjaga adik kecil mereka itu. Ditambah Tiara tak sadarkan diri selama berhari-hari, ia jadi semakin khawatir. William berbohong mengatakan Tiara hanya pingsan selama dua hari. Kenyataannya, hampir setengah bulan gadis itu terbaring koma di rumah sakit.

Dia segera mempercepat langkahnya. Keadaan jalanan masih cukup ramai, banyak orang dan mobil yang berlalu lalang. Akan tetapi, dia harus tetap waspada karena gadis bertubuh tinggi itu bukan seorang fighter seperti Tiara yang bisa merasakan aura vampir.

“Argghhh—“

Tiba-tiba terdengar jeritan seseorang dari arah gang yang berada tak jauh di depannya. Claire harus melewati gang sempit itu untuk pulang. Karena itu satu-satunya rute tercepat agar dia bisa segera sampai ke base camp.

Gadis itu mengeluarkan pistol hitam dari balik jaket, melangkah perlahan. Iris hazelnya melebar. Seorang pria tengah menghisap darah korbannya. Claire bisa melihat wanita itu memakai seragam kantoran.

“Apa yang—“

Claire hampir saja berteriak melihat tubuh wanita tadi berubah menjadi kurus kering. Lebih terlihat seperti tengkorak dibalut kulit. Lalu, pria tadi melempar jasad gadis itu sembarangan. Bagai sampah yang sudah tak berguna.

“Kau ingin tetap mengintip dari sini?”

Claire dengan cepat mengarahkan pistolnya ke belakang. Pria tadi sudah berdiri di depannya. Ia hanya tersenyum tipis sambil melirik senjata api di tangan gadis itu.

“Apa ini? Hanya mainan itu yang kau bawa?"

‘Sepertinya dia vampir bangsawan. Aku tidak mungkin bisa melawannya sendiri. Apa yang harus kulakukan?!'

“Kau takut, Nona hunter?"

“Takut? Padamu? Jangan bercanda.”

Gadis itu coba mengarahkan tinjuan tangan padanya. Sialnya, pria itu dapat menghindari serangannya dengan mudah. Sebuah tendangan keras mengenai perut gadis dengan surai cokelat kemerahan itu. Tubuhnya terpental beberapa meter dan menghantam tembok di belakangnya.

“Uhuk!”

Cairan merah pekat mengalir keluar dari mulut Claire. Pria tadi menatapnya remeh sambil berjalan mendekat. Mata merahnya menyala dalam kegelapan.

“Payah.”

“Kau—“

“Apa kalian memang lemah seperti ini? Ck. Tidak disangka. Kalau aku jadi kamu, aku akan keluar dari organisasi busukmu itu.”

Tangan Claire mengepal kuat mendengar sindiran dari mulut pria ini. Dia boleh meremehkan dirinya yang tidak bisa bertarung. Namun, tidak dengan organisasi hunter yang sudah dia anggap seperti keluarganya sendiri. Claire menepis kasar tangan pria itu yang hendak menyentuhnya. Ia berusaha bangkit dan menyeka darah di bibirnya.

“Akan kutunjukkan, kalau kami tidak selemah yang kau kira.”

Tangan gadis itu mengambil busur panah dari balik punggungnya. Kemudian, ia menarik tali busurnya. Tiga anak panah muncul dari sana. Cahaya putih menyelimuti anak panah milik Claire.

“Archer?”

'WUSH! SRET! SRETT!'

Dia mengarahkan tiga anak panah tadi pada Evan. Panah-panah itu melesat secepat kilat. Evan coba menghindar dengan melakukan salto di udara. Pria bersurai pirang itu berhasil menghindari dua anak panah. Akan tetapi, satu panah yang lain berhasil menggores lengan kanan pria tampan itu. Ia terlihat memegangi lengannya sambil meringis, menahan sakit.

‘D-Dia tidak mati? Siapa dia sebenarnya?' batin Claire.

Belum sempat Claire mengeluarkan serangan lain, pria di hadapannya itu tiba-tiba menghilang. Netra hazelnya menatap sekitar. Ia yakin vampir sialan tadi masih berada di sekitar sana.

“Kau mencariku, Nona?”

Ia mendongak ke atas. Tampak pria bertubuh jangkung tadi berdiri di atas pagar pembatas balkon salah satu gedung. Sudut bibirnya terangkat membentuk seringaian kecil. Rambut pirangnya sedikit berantakan tertiup angin.

“Pertarungan ini kita tunda. Kau tidak akan mati malam ini.”

Ia mengedipkan matanya ke arah Claire dan tertawa pelan sebelum menghilang dari sana. Beberapa detik kemudian, Claire baru menyadari siapa sosok pria tadi sebenarnya. Pangeran kedua yang terkenal suka main perempuan. Evan Kingsley.

“Womanizer sialan.”

...🌷🌷🌷...

Terpopuler

Comments

foxy lady

foxy lady

tiara’s cast in my imagination as lily collins btw

2021-02-08

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!