XII. HIS FIRST TIME

SUARA kicauan burung memasuki indera pendengaran Tiara. Iris biru shappire itu terbuka perlahan. Ia mengamati wajah seorang pria yang berada tepat di depan matanya. Ketampanan yang tak masuk akal.

'Apa aku sedang berada di surga?'

Ia melonjak kaget melihat pria itu membuka matanya. Tiara segera bangun dan mendapati kalau dirinya masih berada di dalam hutan yang semalam.

“Apa yang kulakukan disini?”

Pandangannya turun ke bawah. “Di mana kemejaku?"

Dia berusaha keras untuk memutar kembali memori ingatannya, mengingat kejadian tadi malam. Ia langsung memegangi lehernya sendiri untuk memastikan apakah ada bekas luka yang tertinggal di sana. Aneh. Tidak ada luka apapun.

“Sudah ingat?”

Tanpa pikir panjang, dia segera berlari meninggalkan sosok pria yang ditolongnya semalam. Tiara tak memperdulikan ranting-ranting kayu yang melukai kakinya. Yang dia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya agar dia bisa menjauhi makhluk penghisap darah itu sejauh mungkin.

'Bodoh. Kenapa aku baru sadar kalau dia itu seorang vampir?! Sial. Dimana jalan keluarnya?'

Ia melihat cahaya dari balik pepohonan. Tiara segera berlari ke depan, berharap dia akan melihat jalan setapak. Dia langsung menghentikan langkahnya tiba-tiba ketika kakinya keluar dari hutan dan melihat danau dengan air yang begitu jernih membentang luas di depannya.

“Tidak bisa melarikan diri lagi?”

Ia berbalik. Pria bertubuh tinggi itu sudah berdiri tepat di depannya.

“Jangan mendekat!” ancam Tiara.

“Kau takut?”

Gadis itu menoleh ke belakang. Ia berdecak kesal.

'Sial, Aku tidak bisa berenang.'

“Tentu saja tidak.”

“Bohong.”

“Aku tidak bohong.”

“Lalu… Kenapa kau berjalan mundur?”

“Sudah kubilang jangan mendekat!”

“Aku sudah di depanmu, Bodoh.” ujar Louis sambil mendekatkan wajahnya ke arah Tiara.

Gadis itu terkejut dan refleks segera melangkah mundur menjauhi pria di depannya.

“Jangan melangkah lagi.” perintah Louis.

“Tidak mau.”

“Dengarkan aku dulu.”

“Aku tidak—“

'BYUURR!'

Tubuh mungil itu jatuh ke dalam danau. Tiara coba menggerakkan tangannya keluar dari air. Ia tidak bisa berenang. Hanya sekedar untuk berteriak minta tolong pun dia tidak bisa. Kepalanya keluar masuk ke dalam air. Ia sudah kehabisan nafas. Tubuhnya melemas dan mulai tenggelam ke dasar danau.

Beberapa cuplikan memori melintas di pikirannya. Ingatan ketika dia masih bersama dengan ibunya. Malam saat ibunya terbunuh oleh vampir. Momen pertama kali bergabung menjadi anggota hunter juga saat dirinya bertemu dua vampir sialan yang mematahkan tangannya waktu itu.

'Aku akan menyusul ibu.'

Semuanya mulai gelap. Tubuhnya seakan mati rasa. Tiara melihat seberkas cahaya dari ujung sana. Ia berlari menghampiri cahaya itu. Bahunya gemetar melihat sosok perempuan dengan surai hitam yang tengah tersenyum padanya. Sosok yang begitu familiar. Ibunya. Matanya mulai memanas.

“Ibu!” teriaknya.

Tiara langsung memeluk erat tubuh ibunya. Ia menangis terisak. Rasa rindunya pada sang ibu sudah tidak bisa terbendung. Bahkan wajah ibunya tidak berubah masih tetap cantik seperti dulu. Iris hijau emerald itu menatap lembut putri tunggalnya.

“Jangan menangis, Ara.”

“Aku merindukanmu.”

“Kau sudah besar sekarang, ya.” ujarnya sambil membelai rambut gadis itu lembut.

“Aku sangat merindukanmu.”

“Ibu juga merindukanmu.”

“Aku ingin disini bersamamu, Bu. Aku benci sendirian.”

“Benarkah?”

Gadis itu mengangguk cepat. Wanita cantik di depannya tertawa pelan sambil menarik hidung putrinya gemas. Tiara kembali memeluknya erat. Ia masih saja menangis. Dia merasa bahagia sekali bisa melihat dan memeluk ibunya lagi seperti sekarang. Apa dia sedang bermimpi? Kalau benar, lebih baik dia tidak bangun lagi.

“Kau tak boleh mati.”

Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang mendengar suara bariton tegas yang entah darimana asalnya.

'Perasaan apa ini?'

Kemudian, ia melepaskan pelukannya pada sang ibu dan menyentuh dadanya sendiri. Aneh.

“Belum waktunya kau ada disini, Ara.”

“Apa maksud—"

“Hidupmu masih panjang.”

“Tidak …Tidak. Jangan tinggalkan aku!”

“Kita bisa bertemu lagi jika sudah waktunya. Jaga dirimu baik-baik.”

Tangannya hendak meraih tubuh sang ibu. Nihil. Ia tidak bisa memegang tangannya. Ibunya itu berjalan semakin jauh meninggalkan gadis itu sendirian. Jauh. semakin menjauh.

“Jangan pergi … Jangan tinggalkan aku … Ibu!”

...***...

Louis terkejut melihat gadis tadi masuk ke dalam danau. Ia tahu danau itu sangat dalam. Apalagi gadis tadi kelihatan tidak bisa berenang. Dugaan Louis benar.

“Dasar bodoh.”

Dengan cepat ia masuk ke dalam air. Ia berenang mendekati tubuh gadis dengan surai hitam itu. Tangan Louis meraih pinggang milik Tiara dan mengangkat tubuhnya ke atas. Ia segera menepi ke pinggir danau dan mengangkat tubuh mungil itu dengan tangannya. Louis meletakkan tubuh gadis itu di atas rerumputan.

“Hei! Bangun,” seru Louis sambil menepuk pipi Tiara pelan.

Tak ada jawaban. Kemudian, dia memeriksa denyut nadi di pergelangan tangan gadis itu. Sangat lemah. Raut wajah pria tampan itu berubah khawatir. Ia segera memberikan pernapasan buatan pada gadis yang sudah menyelamatkan nyawanya itu.

Sesekali dia menekan dada atas gadis itu kemudian memberikan napas buatan lagi. Akan tetapi, gadis itu tidak kunjung sadar juga. Denyut nadinya malah semakin lemah.

“Kau tak boleh mati.”

Louis terus melakukan pernapasan buatan kepada gadis itu. Untuk pertama kalinya dia merasa khawatir pada seseorang yang bahkan baru dia temui. Beberapa menit kemudian, gadis itu batuk-batuk dan mengeluarkan sedikit air yang masuk tadi dari mulutnya. Tanpa disadari pria itu tersenyum ketika melihat Tiara siuman.

Belum sempat ia berkata satu patah kata pun, gadis itu tiba-tiba memeluknya erat. “Jangan pergi. Kumohon.”

Tiara menangis sambil memeluk erat tubuh atletis pria di depannya. Sedikit ragu Louis membalas pelukan Tiara.

“A-aku takut sendirian. Aku takut.”

“Aku disini.”

...***...

Sepuluh menit berlalu, gadis itu mengutuk dirinya sendiri karena memeluk pria di depannya. Ia duduk cukup jauh dari tempat Louis istirahat. Rambutnya masih basah dan dia mulai menggigil kedinginan. Louis berjalan menghampirinya. Gadis dengan netra biru itu pura-pura sibuk mengalihkan pandangan ke arah danau. Malu. Itu yang dia rasakan.

“Eh?”

Louis menyelimuti tubuh gadis itu dengan kemeja hitam miliknya.

“Aku tidak—“

“Pakai saja.”

“Terima kasih.”

“….”

Tidak ada respon dari Louis. Pria tampan itu hanya menatap lurus ke arah danau dengan wajah datar.

“Boleh aku bertanya?”

“Hn.”

“Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Kau tampak tak asing.”

“Tidak.”

“Padahal aku yakin pernah melihatmu. Sial, aku lupa dimana.”

“Siapa namamu?”

“Namaku—“

“Kak Louis!”

Pria itu menoleh ke arah Evan yang tiba-tiba muncul dari belakang.

“Aku mencarimu kemana-mana.”

“Ada apa?”

“Kamu bicara dengan siapa tadi?”

“Aku— Dia hilang.”

Adiknya mengerutkan alis. Dia yakin beberapa menit lalu dari kejauhan, dia melihat kakaknya itu berbicara sendirian di tepi danau. Evan mengedarkan pandangan ke sekitar. Tak ada siapapun. Lagipula hutan ini masih berada di area kastil, tak sembarang orang bisa masuk kemari. Pikirnya.

“Dia? Siapa itu?”

“Kau tidak melihatnya?”

Adiknya itu menggeleng. Louis kembali menatap tempat dimana gadis itu duduk beberapa saat lalu.

‘Siapa dia sebenarnya?’

...***...

Terpopuler

Comments

Lilis Ferdinan

Lilis Ferdinan

masih nyimak, alurnya kemana,, ok, lanjuttttt

2022-10-16

0

😐울란😐

😐울란😐

aku bingung, aku nyimak ajalah😑😑

2021-03-12

1

Mahdaleni Leni

Mahdaleni Leni

sungguh novelnya sangat kereeeen....

2021-02-14

5

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!