XVI. ALONE

...'You smile, but you want to cry....

...You talk, but you want to be quiet....

...You pretend like you’re happy, but you aren’t.’...

.......

.......

...***...

GADIS dengan surai hitam itu meletakkan buket bunga tulip ungu itu ke atas batu nisan yang ada di depannya. Tangannya mengusap pelan sebuah nama yang terukir di nisan tadi. Kim Hana. Di samping tempat peristirahatan ibunya, ada sebuah makam yang biasanya selalu mereka berdua kunjungi berdua, makam ayahnya.

"Ibu ... Ayah. Aku harap kalian berdua bahagia di sana."

Salju kembali turun dari langit secara perlahan. Kepala gadis itu mendongak ke atas menatap langit yang dipenuhi hiasan kepingan es putih yang jatuh ke bawah. Menakjubkan. Begitu indah. Ia kembali menunduk.

"Biasanya kita selalu mengunjungi makam ayah tapi sekarang aku yakin ibu senang karena sudah bersama dengan ayah. Semoga kalian berdua tenang di sana. Tetap awasi Ara, ya."

Ia melangkahkan kakinya keluar dari area pemakaman. Tiara berjalan menuju halte bus terdekat. Ia berniat pergi ke perpustakaan kota yang letaknya cukup jauh dari daerah ini. Tiara ingin mengembalikan buku yang dipinjamnya waktu itu. Penjaga perpustakaan bisa lebih mengerikan dari Hyung-seok jika dia telat mengembalikan buku dari sana.

'DEG!'

Ia mematung. Perasaan tak enak langsung menghantuinya. Aura gelap yang begitu pekat yang tak asing. Dia merasa aura ini bukan lagi milik seorang vampir. Lebih mirip hawa keberadaan iblis.

'Aura ini--'

Gadis itu mengedarkan pandangan matanya ke sekitar. Ia melangkah maju melewati halte bus tadi. Aura sang pangeran terasa semakin kuat.

"Dari gang sebelah sana. Arah jam sepuluh."

Ia segera berlari ke arah gang sempit itu. Tak salah lagi. Aura membunuh ini memang berasal dari pria yang dulu pernah mematahkan tangannya dua kali. Langkahnya terhenti ketika ia melihat Louis sedang berdiri di sana bersama dengan seorang gadis yang memakai seragam sekolah menengah atas. Tiara mengernyitkan dahi nya.

'Sedang apa dia?'

"Kau cantik."

"B-benarkah? Terima kasih," ujar pelajar tadi sambil tersipu malu.

"Apa yang kau inginkan? Katakan."

"Aku menginginkanmu," kata pelajar cantik itu sambil menarik dasi hitam milik Louis yang membuat wajah mereka saling berdekatan.

Iris merah scarlett milik Louis tampak begitu mempesona di mata sang pelajar. Batu permata yang berkilauan dengan indahnya, menarik sang korban agar tenggelam dalam fatamorgana keindahannya yang semu. Tanpa sadar iblis itu akan menghisap jiwa korbannya sampai tak tersisa.

Tangan kekar milik Louis menarik pinggang gadis dengan surai pirang itu agar lebih mendekat ke arahnya. Pria itu masih menatap intens buruannya. Ia tersenyum kecil mendengar nafas berat sang gadis.

"Kau ingin bersenang-senang, hm?" bisiknya pelan.

"Berhenti di sana, brengsek!" teriak Tara sambil mengarahkan pedang miliknya ke leher pria itu.

Louis memejamkan matanya sebentar. Ia tampak menikmati aroma manis yang tiba-tiba memenuhi indera penciumannya. Ia melepaskan pelajar tadi. Kemudian, beralih menatap Tiara. Iris scarlett milik sang pangeran beradu pandang dengan manik biru milik gadis hunter yang ada di depannya.

"Aromamu manis."

'CLANG!'

Ia menepis pedang itu dengan tangan kanannya. Iris mata gadis itu melebar saat melihat pedang kesayangannya terlepas dari tangannya sendiri. Pedang itu terlempar beberapa meter kemudian jatuh ke tanah.

'Tidak mungkin. Bagaimana bisa dia melakukannya?'

Seringai kecil muncul di bibir Louis. Pria itu mencekik leher Tiara dengan tangannya. Gadis itu mencoba melepaskan cengkraman tangan Louis tapi sia-sia. Kekuatan pria bertubuh tinggi itu sangat jauh di atas dirinya yang hanya seorang manusia normal.

'S-sial. Aku tidak bisa bernapas.'

Tangan gadis itu mencoba meraih pedang dari balik punggungnya. Berhasil. Ia menarik pedang tadi dan mengayunkan pedang itu ke atas kepala pria di depannya.

'WUSH! TAKK!'

Matanya membulat sempurna melihat Louis berhasil menahan ayunan pedangnya hanya dengan satu tangan tanpa terluka sedikitpun.

"Kau pikir senjata mainan seperti ini bisa melukaiku?"

Pria itu mematahkan bilah pedang milik Tiara dengan satu tangan. Ia kemudian melempar tubuh gadis itu ke samping. Tubuh Tiara terpental dan menghantam tembok dengan keras. Gadis itu mengerang kesakitan. Darah mengalir keluar dari mulutnya. Ia jatuh tersungkur ke bawah.

Pelajar dengan rambut pirang tadi menjerit histeris melihat pertarungan tak wajar dua orang di depannya. Tubuhnya menggigil hebat ketika melihat manik merah milik Louis yang tak wajar. Ia segera berlari meninggalkan tempat kejadian. Louis sudah tidak peduli dengan pelajar tadi, karena dia sudah menemukan makan malam yang sempurna. Hanya untuk dirinya.

Pria tampan itu berjalan mendekat. Tiara berusaha bangkit dengan menopang tubuhnya. Kepalanya menunduk ke bawah. Ia menggigit bibir bawahnya sendiri. Tubuhnya seakan remuk untuk kedua kalinya. Ia baru ingat tangannya juga belum lama pulih. Rasa nyeri yang luar biasa menjalari tubuhnya.

"Hm? Kau menyerah?"

"Aku akan membunuhmu, bajingan!"

"Membunuhku? Haha. Gadis bodoh."

Louis menarik rambut hitam milik gadis itu dengan kasar memaksanya untuk mendongak ke atas. Tatapan tajam dari pria di depannya itu membuat jantungnya seakan berhenti berdetak. Begitu menusuk.

Pria bertubuh tinggi itu menjilat bibirnya sendiri, "aku penasaran. Apa kau tetap akan melawan jika aku menyentuhmu seperti ini."

Tiara sadar cepat atau lambat dia pasti akan mati ditangan pria itu. Tangan sedingin es milik Louis menyentuh pipinya. Pria itu menyeringai kecil menampakkan sepasang taring di sudut bibirnya. Wajah tampan milik pria itu mendekat ke arahnya.

Tubuh gadis dengan netra biru itu menggigil hebat ketika hembusan nafas dingin menerpa lehernya. Suara bariton tegas yang ia dengar seakan membuat seluruh sel syaraf tubuhnya lumpuh.

"Kau takut?" bisik Louis tepat di telinganya.

Ia tak menjawab. Iris scarlet di depannya tampak indah namun mengerikan disaat yang bersamaan. Keringat dingin membasahi pelipisnya. Mata merah milik pria itu membuatnya mengingat kejadian beberapa tahun yang lalu. Sebuah mimpi buruk yang tak ingin ia ungkit lagi.

Memori demi memori menyeruak kembali memaksa masuk ke dalam pikirannya. Ia mengacak kasar surai hitamnya sendiri. Manik biru sapphire itu menatap nanar pria tampan di depannya. Mayat. Darah. Pembantaian.

"B-berhenti! Jangan mendekat!"

Pria dengan surai hitam itu memilih diam mengamati perubahan perilaku Seomi. Gadis itu memeluk kedua lututnya sendiri. Tubuhnya menggigil hebat. Louis tertawa kecil. Ada rasa puas melihat korbannya ketakutan. Menarik.

'Jangan menyentuhnya.'

Seringai muncul di bibir pria itu ketika mendengar suara dari dalam pikirannya. Suara sang pangeran. Tidak biasanya pria itu mengganggu jam makannya seperti sekarang.

"Apa kau tertarik dengan gadis ini, Pangeran?"

'Dia milikku, Bodoh.'

"Lalu, kau bisa apa? Selama nafsu makanku belum terpenuhi, kau tak akan bisa mengendalikan tubuh ini."

'Jangan terlalu yakin.'

"Apa?"

'Selama ini aku hanya membiarkanmu.'

Louis beranjak dari tempatnya. Ia melangkah mendekati pedang milik Tiara yang terlempar tadi. Ia hendak mengambil pedang itu dengan tangan kanannya. Namun, ada sesuatu yang menahannya. Sang iblis.

"Apa yang ingin kau lakukan?"

'Membunuhmu.'

"Kau bercanda?!"

Pria dengan netra scarlet itu coba mengambil pedang tadi. Gagal. Seolah ada dinding penghalang antara tangan kanannya dengan pedang yang hanya berjarak sekitar sepuluh sentimeter itu. Iblis yang tengah mengendalikan tubuhnya tersenyum menang.

"Kenapa kau tidak meraihnya?"

'Tutup mulutmu.'

"Tak ada gunanya. Pemikiranmu terlalu dangkal. Apa kamu pikir mainan itu bisa melukaiku?"

"Pecundang."

"Apa maksudmu?"

"Kau tidak membiarkanku mengambil pedang itu. Artinya, kau takut."

"Haha. Mana mungkin."

"Jadi?"

"Baiklah. Aku akan membiarkanmu mengambilnya. Coba kulihat kau bisa apa dengan sampah itu."

Pria tampan itu mengambil pedang tadi. Ia memejamkan matanya sejenak. Wajahnya tampak serius. Ia tengah berkonsentrasi penuh dengan kekuatan Dark Flame-nya.

Sedetik kemudian, sebuah api berwarna hitam pekat keluar dari tangannya. Kemudian, kobaran api itu menjalar perlahan membakar setiap inchi pedang di tangannya. Ketika pria itu membuka mata, Iris kanannya berubah warna menjadi hitam gelap. Louis berhasil menguasai sebagian tubuhnya. Hanya sebagian tetapi berakibat fatal bagi sang iblis.

"Kau gila?!"

Pria itu tersenyum tipis. Ia mengarahkan mata pedang itu ke arah perutnya sendiri. Iblis dalam dirinya itu kian memberontak ketika mengetahui isi pikiran sang pangeran. Sisi iblis pria itu tak menyangka, Louis benar-benar gila.

"Kau ingin membunuh kita berdua?!"

'Salah. Aku ingin membunuhmu.'

"Oi. Oi. Itu sama saja!"

'Berisik.'

Cairan hitam kental keluar dari mulutnya ketika pedang itu menembus perut hingga tulang belakang milik Louis. Darah keturunan iblis. Cairan hitam itu mengalir keluar dari luka di perutnya membasahi kemeja biru tua yang ia kenakan.

"Sial."

Dalam hitungan detik, pedang itu berubah menjadi butiran debu yang hilang tertiup angin. Luka di perut pria tampan itu pun menutup dengan sendirinya. Louis segera menyeka darah yang keluar dari mulutnya dengan tangan.

Ia berdecak kesal, "dasar merepotkan."

Pria itu berjalan mendekati Tiara. Gadis itu tampak depresi. Sorot ketakutan tergambar jelas di mata biru sapphire nya ketika ia beradu pandang dengannya.

"J-Jangan mendekat! Kumohon … Pergi!"

Gadis dengan surai hitam itu menangis. Tubuhnya gemetar. Makhluk yang telah membantai seluruh keluarganya. Vampir. Mata merah menyala itu. Taring. Mayat. Darah.

Jantungnya seakan melompat keluar ketika pria itu tiba-tiba memeluknya erat. Manik biru sapphire nya melebar. Gadis itu memberontak dalam pelukan Louis. Tubuhnya masih menggigil hebat memaksa pria itu untuk memeluknya lebih erat.

"LEPAS! AKU TIDAK MAU MATI! TIDAK! LEPASKAN!"

Pria dengan surai hitam itu membelai lembut rambut Tiara. Gadis cantik di depannya begitu rapuh. Seolah-olah akan hancur jika dia melepaskannya. Dia yakin gadis bertubuh mungil itu sudah melewati masa yang berat. Sehingga trauma nya kembali muncul karena sesuatu.

"Tidak apa-apa. Aku disini, Ara." bisik nya lembut.

Tangisan Tiara perlahan mereda. Tubuhnya berhenti menggigil walaupun bahunya masih sedikit gemetar karena sesenggukan. Louis melonggarkan pelukannya. Ia menarik dagu gadis itu ke atas. Kedua obsidian gelapnya itu menatap netra biru sapphire di depannya.

Louis mendekatkan wajahnya ke arah Tiara. Tubuh gadis itu refleks sedikit melonjak saat pria dengan surai hitam itu menyentuh bibirnya. Ia serasa tersengat aliran listrik. Jantungnya berdegup kencang ketika pria itu ******* bibirnya pelan. Manis. Damn! Louis mengumpat dalam hati ketika bagian bawahnya ikut menegang karena mendengar erangan Tiara. Ia tak sengaja menggigit bibir bawah gadis itu.

Satu menit kemudian, pria itu melepaskan pagutannya. Ia tertawa pelan melihat gadis itu tampak kehabisan oksigen. Wajah Tiara berubah merah padam. Ia segera mendorong dada bidang pria itu menjauh, menyadari jarak muka mereka yang terlalu dekat.

"Tidak ingin melanjutkannya?"

"M-mana mungkin!?"

Pria itu kembali tertawa melihat gadis dengan netra biru itu melotot horor padanya. Tiara hendak beranjak dari pangkuan Louis tetapi rasa sakit tiba-tiba menjalari area punggungnya. Dia tidak bisa berdiri.

"Masih ingin melanjutkan yang tadi?"

Wajah gadis itu kembali merah padam. Dia malu. Pria di depannya benar-benar menyebalkan. Rasanya ia ingin memukul kepala pria itu.

"Pukul saja."

"Apa?"

"Kau bilang tadi ingin memukulku."

'Dia bisa membaca pikiranku? '

"Bisa jadi," sahut pria itu dengan wajah datarnya.

Gadis itu memilih diam. Tak bicara sepatah katapun. Dia tahu pria di depannya sudah mengetahui seluruh isi pikirannya. Menyebalkan. Tiba-tiba Louis mengangkat tubuh mungil Tiara ala bridal style dengan kedua lengan kokoh miliknya.

"Hei! Turunkan aku!"

"...."

"Kau tuli?!"

Tidak ada respon dari Louis. Pria dengan surai hitam itu terus berjalan keluar dari gang tadi.

"Oy, brengsek! Turunkan aku!"

Louis melirik gadis itu sekilas. Kemudian, dia kembali berjalan menuju mobil mewah berwarna hitam mengkilap yang terparkir tak jauh dari sana. Beberapa pasang mata menatap mereka aneh karena Tiara terus berteriak dan mengeluarkan kata-kata kasar untuk memaki pria yang tengah menggendongnya. Harga dirinya jatuh.

'Gadis ini benar-benar merepotkan.'

Pria bersurai abu-abu gelap itu memberikan hormat pada tuannya. Ia segera membuka pintu belakang mobil mewah itu agar tuannya bisa masuk ke dalam. Setelah keduanya masuk, Lee segera menutup pintu mobil. Pria bertubuh tinggi tegap itu berjalan memutar dan masuk ke dalam mobil.

"Kita ke mansion-ku."

"Yes, My Lord."

...***...

Terpopuler

Comments

Mahdaleni Leni

Mahdaleni Leni

moga mereka jd mate y...

2021-02-14

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!