V. YOUR NAME

Tiara tengah berusaha melepaskan selang infus yang menempel di tangannya. William yang baru masuk ke dalam ruangan, segera berlari dan memukul kepala gadis itu cukup keras.

“Aw! Sakit ....”

“Jangan dilepas! Kau sudah gila?”

“Aku sudah sehat.”

“Statusmu masih pasien. Hentikan. Kau bisa melukai tanganmu.”

“Baik.”

'Kenapa aku bisa mematuhi perintah pria ini? Aneh.'

William meletakkan kantung plastik yang dia bawa tadi ke atas nakas meja. Kemudian, dia mengeluarkan isinya satu per-satu. Ada beberapa kotak berisi makanan dan dua botol air mineral berukuran sedang.

“Ingin kusuapi?”

“Aku bisa sendiri.”

“Ini untukmu," ucap William sambil memberikan bubur di tangannya pada Tiara.

Tiara baru sadar tangannya sedang diperban dan dia tidak bisa memegang sendok yang diberikan William. Dia bukan kidal.

“Kenapa?”

“Huh? Tidak—“

“Berikan padaku.”

“Apanya—“

Tanpa banyak bicara, William mengambil alih kotak makanan yang gadis itu pegang. Tiara hanya pasrah ketika pria dengan manik cokelat itu menyuapkan bubur tadi padanya.

“Master menyuruh kita datang ke markas,” ucap William sambil menyuapkan bubur pada Tiara.

“Apa ada misi mendadak lagi?”

“Bukan. Ini masalah isi kotak itu.”

“Kotak?”

“Ya. Master bilang akan menjelaskan tentang isi kotaknya.”

“Jadi, kita bisa bertemu master?!”

“Ya. Kurasa begitu.”

Tiara tersenyum simpul. Bertemu dengan pemimpin organisasi Hunter adalah hal yang paling dia inginkan sejak pertama kali bergabung dengan organisasi ini. Tidak ada yang tahu seperti apa wajah ketua mereka, kecuali tim Alpha. Tim Alpha adalah senior mereka. Mereka tim terbaik yang dimiliki organisasi. Mereka juga yang menjadi pengawal pribadi sang master.

“Besok kita ke sana, Kak.”

“Master bilang tunggu keadaanmu pulih dulu.”

“Aku sudah sembuh.”

“....”

“Tanganku sudah tidak apa-apa. Jadi—“

'PLAKK!'

Tiba-tiba William memukul tangan kanan gadis itu pelan. Tiara menjerit. Rasa sakitnya bahkan menjalar sampai ke tulang.

'Apa dia berubah bodoh sekarang? Bisa-bisanya dia memukul tanganku yang masih SAKIT!?' batin gadis itu kesal.

“Kenapa kau memukulku?!”

“Kau bilang sudah sembuh, kan? Aku hanya mengujinya. Salah?”

“Jika kau ulangi lagi . . . Aku akan membunuhmu.”

“Beraninya kau mengancam leader-mu sendiri. Apa kau mau dihukum, Tiara Kim?"

“Tidak. Maaf.”

“Bagus. Jadilah anak penurut, Oke?”

“Hn.”

William tersenyum menang dan menyuruh gadis bersurai hitam itu segera tidur. Sebagai ketua tim, dia punya keistimewaan yang tidak dimiliki anggota lain. Jika Tiara tidak ingin mendapatkan hukuman, dia harus mematuhi setiap perintah yang keluar dari bibir Pria itu.

‘Kenapa aku dulu tidak mendaftar jadi leader saja?'

...***...

Keesokan harinya, Tiara dan William dalam perjalanan pulang ke base camp. Mobil sport warna silver milik pria itu melaju kencang di jalan raya. Tangan gadis itu juga sudah pulih. Akhirnya, Dokter Peter memperbolehkannya untuk pulang.

“Kapan kita akan bertemu Master, Kak?"

“Sore ini.”

“Yang benar? Kalau begitu ayo cepat pulang.”

“Tunggu. Aku ingin membeli sesuatu," ujar William sambil menunjuk minimarket di samping mobil mereka dengan dagunya.

“Akan kutunggu disini.”

“Jangan kemana-mana. Aku takkan lama.”

“Siap, Kapten."

William tersenyum dan masuk ke dalam minimarket. Netra biru shappire itu menatap sekitar. Salju menyelimuti pepohonan, gedung, dan juga jalanan. Udara kota Seoul terus menurun. Ia jadi ingin cepat-cepat pulang ke base camp. Setidaknya di sana ada penghangat ruangan yang masih berfungsi. Jadi, dia tak perlu merasa kedinginan.

Tiba-tiba, dia merasakan aura seorang vampir. Mata biru sapphirenya menangkap seorang gadis yang tengah duduk bersama pria bersurai cokelat keemasan di dalam sebuah café. Ia menyipitkan matanya.

“Kak Claire? Dia berkencan dengan pria itu?”

Gadis itu berjalan cepat menuju cafe yang berjarak beberapa meter dari tempatnya tadi. Ia berhenti ketika mencapai pintu masuk.

“Selamat datang, Nona.” sapa salah satu maid saat Tiara membuka pintu.

Tiara membalasnya dengan senyuman. Claire dan pria misterius itu duduk di meja di dekat jendela besar cafè itu. Ia memilih duduk di salah satu meja yang tak jauh dari tempat duduk mereka berdua.

“Apa anda ingin memesan sesuatu, Nona?” tanya salah satu pelayan.

“Cokelat panas. Satu.”

“Baik. Satu cokelat panas. Apa anda tidak ingin memesan makanan atau dessert kami?”

“Tidak, terimakasih.”

“Mohon tunggu sebentar.”

Tiara menyilang kan kedua tangannya di depan dada. Ia harus berkonsentrasi sekarang. Lalu, gadis itu memejamkan mata dan mulai menajamkan indera pendengarannya.

“Boleh kutahu namamu siapa?” tanya pria itu.

“Claire Anderson.”

“Cantik.”

“A-apa?”

“Maaf. Namamu sangat cantik.”

“Oh. T-terimakasih.”

“Gwan Yeong-jun. Kau bisa memanggilku Yeong-jun.”

“Senang bertemu denganmu, Yeong-Jun -ssi.”

“Jangan terlalu formal padaku, Nona Claire.”

“Oh. Baiklah.”

“Apa boleh kalau aku ingin mengenalmu lebih jauh?”

“Hm? Kenapa?”

“Karena aku—“

“Ini pesanan anda, Nona. Silakan,” ucap pelayan tadi sambil meletakkan pesanan Tiara ke atas meja.

Gadis itu mendengus kesal. Ia menatap cangkir itu sebal. Pelayan tadi beranjak pergi ke arah pelanggan yang lain.

“Harusnya aku tidak memesan apapun.”

Ia melirik ke arah mereka berdua yang tengah tertawa. Wajah Claire tampak lebih ceria dari biasanya. Ia merasa gadis itu memang menyukai pria di depannya. Benar, dia memang tertarik pada Yeong-Jun sejak awal.

‘Yeong-Jun . . . Namanya yang tak asing. Aku yakin pernah mendengar nama ini sebelumnya.’

Sesekali gadis cantik itu meminum coklat panas yang tinggal setengah. Claire dan Yeongjun berjalan ke arah kasir. Pria tampan itu membayar makanan mereka dan keluar dari cafè. Matanya kembali fokus pada asap coklat panas yang mengepul ke atas.

“Apa yang sedang direncanakan pria itu? Kenapa dia mendekatinya?”

Sebuah jitakan yang cukup keras mendarat di kepalanya. Tiara mendongak ke atas dan mendapatkan tatapan tajam dari William. Sial, dia lupa segera kembali setelah menguntit acara kencan rekannya.

“Sudah kubilang jangan kemana-mana. Kenapa kau tak mau mendengarkan ku, Adik nakal?!”

“Maaf. Ah— Tadi aku kelaparan. Jadi langsung kemari.”

“Kau kan bisa menungguku sampai selesai dulu.”

“Maaf, Kak Willy. Aku memang salah.”

William menghela nafas sejenak. Ia terlihat berusaha mengendalikan emosinya. Kemudian, dia mengacak surai hitam milik Tiara pelan.

“Aku memaafkanmu. Tapi ingat, jangan diulangi lagi. Apa kau masih lapar?”

“Tidak. Ada hal penting yang harus kukerjakan.”

“Hal penting?”

“Tolong antar kan aku ke perpustakaan utama, Kapten.”

“Untuk apa? Bukannya kau ingin cepat-cepat pulang?”

“Kau banyak bertanya. Ayo—“ ajak gadis itu sambil meletakkan beberapa lembar uang di atas meja.

Ia menarik tangan William dan mereka berdua berjalan keluar dari cafè tadi. Gadis itu biasanya dia tak pernah menarik orang seperti sekarang. Memalukan. Langsung dilepaskannya pegangan tadi saat sudah sampai di depan mobil.

“Ah— Maaf."

“Ayo masuk. Kau bilang ingin pergi ke perpustakaan, kan?”

“Iya.”

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan perpustakaan utama. Mereka turun dari mobil dan bergegas masuk ke dalam. Seorang wanita yang merupakan penjaga perpustakaan itu menyambut dengan ramah. Kacamata merah selalu bertengger di wajah cantiknya.

“Tumben sekali kalian mampir. Apa ada yang perlu kalian cari?” tanya wanita ber-name tag ‘Hyuna Kwon’ itu.

“Kak Hyuna, aku ingin mencari buku tentang silsilah keluarga kerajaan vampir darah murni. Apakah ada?”

“Hm? Untuk apa kau mencari buku semacam itu?”

“Ada sesuatu yang ingin kuketahui.”

“Sebentar … biar kuingat-ingat dulu.”

“Keluarga kerajaan?” gumam William.

Hyuna menjentikkan jarinya. “Ah, sepertinya ada. Coba kucari. Tunggu sebentar,ya.”

Tiara mengangguk merespon pernyataan wanita itu.

“Apa ada masalah?" tanya William pada Tiara.

“Begini, Kapten. Aku ingin mencari informasi tentang vampir bernama Yeong-Jun dan dua vampir brengsek waktu itu.”

Tak lama kemudian, Hyuna menghampiri mereka dengan membawa dua buku kuno tebal di tangannya. Ia lalu meletakkan dua buku tadi ke atas meja. Debu sedikit berterbangan ketika buku itu menyentuh meja. Mereka berdua bisa menebak sudah berapa lama buku itu tersimpan di sana.

“Maaf, Ara. Namun, hanya ini yang kupunya.”

“Terimakasih, Kak. Ini sudah lebih dari cukup. Boleh kupinjam?”

“Silakan. Apapun untuk kalian.”

“Sekali lagi terimakasih. Kami pamit.” ujar William.

“Iya. Hati-hati di jalan.”

William kembali fokus dengan jalanan. Sesekali ia melirik gadis di sampingnya. Satu alisnya terangkat ketika melihat Tiara memandangi dua buku di tangannya sambil tersenyum senang. Tangan kanannya terulur menyentuh dahi gadis itu, memastikan suhu badan masih normal atau tidak. Tiara segera menepis tangan pria itu. William tertawa pelan.

“Kau sudah gila, ya?” ejek William.

“Aish ... Terserahlah.”

...***...

Note:

* -Ssi adalah akhiran nama yang digunakan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya atau kepada orang yang kita hormati. Bisa juga dipakai saat baru bertemu dengan orang untuk pertama kali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!