XIV. CALL ME MASTER

SEORANG gadis dengan surai cokelat kemerahan itu melangkah masuk ke dalam ruangan. Ia membuka tirai putih di depannya, membiarkan cahaya mentari pagi menerobos melalui jendela. Claire menggelengkan kepalanya pelan melihat bungkusan selimut di atas kasur.

"Tiara, ayo bangun!" teriaknya sambil menarik selimut tebal itu.

"Engghh ... Iya-iya."

"Cepatlah mandi. Hari ini master menyuruh kita berkumpul."

Tiara mengangguk kecil menanggapi perkataan Claire. Gadis bermata hazel itu menatapnya.

"Kamu pulang jam berapa semalam? Kami mencarimu kemana-mana, tapi kamu malah sudah tertidur pulas di kamar."

Tiara tersenyum sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal menanggapi ucapan Claire. Tidak mungkin dia bercerita tentang kejadian kemarin pada gadis yang sudah dia anggap seperti saudara kandungnya

itu. Ia tak ingin William juga mengetahui hal ini.

"Dasar. Lain kali jangan matikan ponselmu. Aku dan kapten jadi khawatir karena kamu tidak bisa dihubungi."

"Iya, Kak. Aku janji.”

“Sudah cepat mandi sana. Kita harus segera berangkat ke markas besar."

Tiara meletakan tangan di pelipisnya, memberi hormat. "Yes, Ma'am!"

Claire berjalan keluar kamar dan turun ke lantai bawah menuju arah dapur. Tiara masih duduk di tepi ranjang. Tubuhnya remuk. Pria keji itu menghajarnya habis-habisan kemarin malam. Ia berdecak kesal, sebelum melangkah gontai menuju kamar mandi.

...***...

Tanpa mengatakan apapun pria itu menyeret paksa tubuh mungil Tiara menuju hotel mewah yang tak jauh dari taman tadi. Gadis itu memberontak coba melepaskan diri dari genggaman Louis.

"Hei, lepaskan aku!"

"...."

"Aku bukan budakmu. Kau dengar?!"

Langkah pria itu terhenti. Ia berbalik. Tangan besarnya mengacak rambut gadis itu pelan. Sebuah senyuman menyeramkan di wajah Louis membuat Tiara bergidik ngeri.

"Bicara sekali lagi." Louis berbisik pelan, "dan aku akan menghancurkan kepala kecilmu itu detik ini

juga."

'A-apa? Pria ini benar-benar sakit!'

"...."

"Bagus. Anjing pintar."

Mereka berdua masuk ke dalam hotel mewah tadi. Para karyawan hotel sudah berbaris rapi di area lobby, menyambut kedatangan sang pangeran. Mereka memberikan hormat kepada pria bertubuh tinggi

itu.

'Aku baru tahu ada tempat seperti ini.'

Seorang wanita dengan surai rose gold berjalan mendekat. Gaun mewah berwarna violet terang yang ia kenakan sangat kontras dengan kulit putih mulus miliknya. Ia menundukkan kepalanya memberikan hormat. Kemudian, wanita cantik tadi tersenyum ke arah Louis.

"Selamat datang, Pangeran."

"Siapkan kamar untukku."

"Yes, My Prince. Mari saya akan mengantar anda."

Krystal yang merupakan pemilik hotel mewah itu membawa mereka berdua naik ke lantai paling atas.

"Sebuah kehormatan anda memilih hotel kami, Pangeran Louis."

"Hn."

"Apa gadis ini punya hubungan khusus dengan anda?" tanya wanita itu sambil melirik ke arah Tiara.

Dari raut wajah Krystal tampak jelas bila dia tidak menyukai kehadiran Tiara. Wajah cantiknya sudah membuat banyak pria tergila-gila. Mereka bahkan memuja Krystal layaknya seorang dewi. Ia bisa menaklukkan semua pria. Hampir semuanya, kecuali Louis. Hanya pria itu yang tidak bisa ia miliki.

Ia sudah berkali-kali coba merayu pria tampan itu. Namun, hasilnya tetap nihil. Bahkan pria dengan wajah datar itu sama sekali tak tertarik padanya. Ia heran. Seorang pria yang terkenal dingin itu kini datang bersama gadis biasa dari kalangan bawah, manusia. Louis bahkan menggandeng tangan makhluk rendahan itu di depan matanya. Sakit. Hal itu sangat sulit diterima oleh nalarnya.

"Ya. Dia pacarku."

Kedua gadis itu terkejut mendengar jawaban singkat dari mulut Louis. Nyawa Tiara seakan melayang. Pria di depannya sungguh tidak bisa memahami situasi mereka.

Terlihat dengan jelas jika wanita pemilik hotel itu menyukai sang pangeran. Pria itu malah dengan santai mengatakan jika mereka berdua memiliki hubungan khusus. Gila. Tiara harus cepat menyelesaikan kesalahpahaman itu sebelum nyawanya terancam.

"Itu--"

Belum sempat Tiara menyelesaikan ucapannya. Mata onyx hitam pria itu menatapnya tajam. Dia hanya bisa mengumpat dalam hati. Tiara tahu pria itu akan langsung membunuhnya bila dia mengatakan satu kata lagi.

Krystal tersenyum kaku. "Jadi ... gadis ini benar-benar pacar anda, My Prince?"

"Apa kamu meragukan ucapanku?"

"T-tidak, Pangeran. Sama sekali tidak."

Kedua tangan Krystal mengepal kuat. Rahang bawahnya tampak mengeras. Benci. Ia membenci manusia itu. Rasanya dia ingin mencabik-cabik tubuh gadis di depannya detik itu juga. Jika dia tidak bisa mendapatkan Louis, maka tak ada gadis yang boleh mendapatkannya.

'Aku benar-benar tidak beruntung.' batin Tiara.

"Ini kamar anda, Pangeran. Jika Anda membutuhkan sesuatu, anda bisa memanggil saya."

"Hn."

"Apa anda ingin saya temani malam ini, My Prince?"

Tangan besar itu langsung menepis kasar tangan Krystal yang hendak menyentuh wajahnya. Wanita itu tampak kesal. Akan tetapi, sedetik kemudian ia kembali tersenyum manis pada Louis.

"Aku tidak tertarik denganmu. Lagipula aku sudah punya mainan disini," tolak Louis sambil melirik gadis

dibelakangnya.

Louis hendak berjalan masuk ke dalam, tapi langkahnya terhenti. Tangan Krystal menarik jaket hitamnya cukup kuat. Pria itu meliriknya sekilas. Ia sebenarnya malas harus berurusan dengan wanita satu ini.

"Apa yang membuatmu tertarik padanya, Louis? Dia hanya gadis biasa! Manusia hina ini tidak cocok bersamamu!"

Krystal menunjuk Tiara, "manusia hanyalah makanan. Mereka hewan ternak yang dungu dan lemah. Jelas sekali aku lebih baik dibandingkan gadis jelek ini!"

'Excuse me? Siapa yang kau panggil jelek, Nona? Hewan ternak?' batin Tiara.

"Kau ingin tau alasannya?"

Louis mendekatkan wajah tampannya ke arah Krystal. Tubuh gadis itu sedikit gemetar ketika mata violet gelapnya beradu pandang dengan kedua obsidian gelap milik sang pangeran mahkota. Tatapan tajam pria itu serasa menusuknya.

"Aku benci wanita murahan sepertimu," bisik Louis pelan.

Iris violet gelapnya melebar mendengar ucapan sadis dari pria bertubuh tinggi itu. Louis langsung menarik tangan Tiara, masuk ke dalam kamar meninggalkan Krystal yang masih berdiri di sana. Wanita cantik itu memegangi dadanya sendiri. Sakit.

"Aku ditolak. Lagi," gumam Krystal pelan.

...***...

Penthouse room dengan desain Eropa klasik begitu memukau mata biru sapphire milik Tiara. Ruangan yang didominasi warna putih bersih itu memiliki fasilitas yang lengkap dengan berbagai perabotan mewah mengisi ruangan. Pemandangan malam hari kota Seoul terlihat indah dari balik jendela besar kamar.

Louis melepaskan jaket hitam yang ia kenakan tadi dan menaruhnya di gantungan khusus yang berada di dekat pintu. Pria bertubuh tinggi tegap itu berbalik dan menatap Tiara. Gadis itu hanya diam. Ia tidak mengerti arti tatapan pria di hadapannya.

"Apa?" tanya Tiara ketus.

"Lepas jaketmu, sekarang." perintah Louis pada gadis itu.

"Tidak mau."

"Kau ingin aku sendiri yang melepasnya?"

Tiara mendengus kesal. Ia segera melepas jaket miliknya. Lalu, dia melempar jaket tebalnya tadi sembarangan.

"Sudah puas?"

"Panggil aku tuan."

"Cih, kau pikir aku akan melakukannya. Tidak, aku tidak sudi."

Louis menampar pipi gadis di depannya cukup keras. Darah segar mengalir keluar dari hidung Tiara. Tubuhnya sedikit terhuyung ke samping. Gadis itu menyeka cairan merah pekat itu dengan tangannya.

"Panggil aku tuan."

"Kau... brengsek."

Pukulan keras pria itu tepat mengenai perutnya. Tubuh Tiara terhempas ke belakang. Darah keluar dari mulutnya saat punggung rapuh itu menghantam tembok dengan keras. Gadis itu meringis, menahan sakit.

Tubuh mungilnya itu jatuh tersungkur ke lantai. Louis berjalan mendekat. Tangannya menarik rambut gadis itu kasar memaksanya mendongak ke atas. Iris biru sapphire itu beradu pandang dengan onyx hitam milik Louis.

"Apa kamu akan memanggilku tuan sekarang?"

"Walaupun kau membunuhku, jawabanku tetap sama."

"Ternyata kau lebih bodoh dari anjing."

"Aku manusia, brengsek."

"Sudah kubilang panggil aku tuan. Aku ini tuanmu!"

Pria itu membenturkan kepala Tiara berkali-kali ke lantai. Darah mengucur dari pelipis gadis itu. Pandangan Tiara mulai kabur. Ia bahkan tak bisa melihat wajah Louis dengan jelas ketika pria itu menarik kepalanya lagi ke atas.

Mata Tiara mulai memanas. Ia sudah tidak kuat menahan tangisannya sejak tadi. Sakit. Rasanya sakit sekali. Gadis itu menangis di depan pria yang dibencinya. Ia benci. Kenapa dirinya begitu lemah. Kenapa pada akhirnya dia hanya bisa menangis tanpa melakukan pembalasan apapun. Ia benci dirinya sendiri.

Louis mengangkat tubuh mungil Tiara dan memindahkan gadis itu ke atas ranjang. Gadis itu masih menangis. Tatapan pria dengan surai hitam itu berubah lembut. Ia menghapus air mata Tiara dengan ibu jarinya.

"Apa aku menyakitimu?"

Gadis itu tak menjawab. Semua tulang yang ada di tubuhnya seakan bergeser dari tempat semula. Sebenarnya, niat awal Louis hanya ingin menggertak Tiara. Akan tetapi, gadis itu sungguh membuatnya lepas kendali. Dia sendiri bingung kenapa dirinya tiba-tiba berubah lembut. Biasanya Louis dapat membunuh orang dengan mudah.

"Berhenti menangis."

"Ini sakit. Sialan."

"Ingin kupukul lagi?"

"Jika kau membunuhku sekarang... aku bersumpah akan menghantuimu seumur hidup!"

"Menarik."

"Maksudmu apa?"

"Hantu tak bisa mati, bukan. Sebaliknya, aku bisa menyiksamu setiap saat."

"Dasar iblis!"

'Aku memang setengah iblis.' batin Louis.

"Ingin mati sekarang?" tawar pria itu.

Tiara sambil mengalihkan pandangan ke arah lain, bergumam pelan. "Tidak jadi."

Pria tampan itu tersenyum tipis melihat raut wajah kesal gadis di depannya. Sangat tipis. Hampir tak terlihat.

'Apa tadi aku tersenyum? Rasanya ... sudah lama sekali.'

...***...

Terpopuler

Comments

Mahdaleni Leni

Mahdaleni Leni

weeeeew....makin kereeeeen..semangat thooor qm jenius👍🏼👍🏼👍🏼

2021-02-14

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!