"Nik"
Aku masih terdiam, sembari membaca buku,
Tanaya mengambil bukuku, "Nik tahu gak? Faisal masih tetep ngajak terus, padahal aku selalu nolak ajakan dia, sampai capek aku nolak ajakannya"
"Kembaliin itu bukuku" ucapku
"Makanya aku didengerin" ucap Tanaya
"Males" ucapku
Tanaya bercerita kepadaku. Faisal itu seakan ingin merebutnya dariku, padahal kamipun juga tidak mempunyai suatu hubungan yang lebih selain pertemanan, tapi, dia itu menceritakannya seakan aku harus menjaga serta mempertahankannya, dan memang aku siapanya, bahkan dia sampai memberikanku handphonenya agar aku yang menanggapi pesan dari orang itu. Tanaya itu mempunyai dua handphone. Kulihat semua pesan masuk yang ada dihandphonenya, kebanyakan yang mengiriminya pesan itu adalah laki - laki, dan mereka itu kebanyakan mengajaknya berkenalan, entahlah mereka itu mendapatkan kontaknya darimana, perempuan cantik memang seakan dipermudah hidupnya dalam hal apapun, terutama dalam percintaan yang seharusnya mudah untuknya menarik perhatian.
Perempuan yang cantik itu biasanya sulit didapatkan hatinya, tapi, disaat kalian sudah mendapatkan hatinya mereka akan susah berpaling, dan mereka sampai melakukan apapun dalam berkorban, lalu, kesempatan itulah yang seringkali dimanfaatkan oleh laki - laki untuk keuntungan pribadinya sendiri. Setelah dia bercerita. Aku melihatnya berjalan kearahku membawa perlengkapan dari permainan yang dimana kita bisa membeli suatu negara, dan membangun rumah ataupun hotel dinegara tersebut, lalu, kalian bisa masuk penjara kalau mendapatkan enam angka dadu sejumlah tiga kali, permainan itu ditemukan olehnya dilaci lemarinya, setelahnya kami berdua seringkali memainkannya.
"Tanaya" ucapku
Aku mengocok dadu, "Mending kita taruhan"
"Taruhan?" ucap Tanaya
Aku menahan tertawa saat menjelaskan, "Kalau aku menang, kamu harus nikah sama aku nantinya"
"Terus. Kalau aku kalah?" ucap Tanaya, menatapku dengan lekatnya
"Aku harus nikah sama kamu nantinya" ucapku
Tanaya memalingkan wajahnya, "Pantesan banyak cewek yang dikecewain. Kamu ngasih mereka semua harapan"
"Bercanda" ucapku
"Harusnya cewek tertentu yang denger bercandanya" ucap Tanaya, melirikku
"Maaf" ucapku
...*********...
Diperjalanan. Aku menolong seorang perempuan yang terjatuh dipinggir jalan, dan wajahnya begitu pucat, kemudian aku duduk menemaninya sampai orangtuanya itu datang, kemudian, orangtuanya itu berterimakasih kepadaku sudah menolong anaknya, lalu, mengantarkan anaknya itu kerumah sakit, padahal aku hanya membantu anaknya itu bangkit dari jatuhnya. Setelahnya kulanjutkan perjalanan. Dikampus aku harus menaiki tangga, karena mahasiswa itu memang tidak boleh menggunakan lift, awalnya, mahasiswa diharuskan memprioritaskan ibu hamil, lansia serta difabel, sekarang dipasang larangan bagi mahasiswa didinding yang berada didekat lift, dan kenyataannya masih banyak mahasiswa yang menggunakan lift tanpa merasa bersalah, sedangkan aku sudah tidak menggunakan lift semenjak disindir secara halus oleh dosenku, kemudian temanku yang berjalan dengannya mendengar aku dibilang tidak mempunyai otak.
Begitulah singkat ceritanya,
Makanya. Setiap kali aku melihat lift didepanku, aku langsung teringat bahwa diriku tidak mempunyai otak, dan itulah yang seakan menjadi pengingat agar aku menggunakan tangga dikampus, walaupun aku terkadang sesekali menggunakan lift disaat tidak ada orang. Aku melewati koridor yang cukup panjang, kemudian menemukan kelasku yang didepannya terdapat bangku berwarna biru, dan aku membuka pintu, kemudian, menjabat tangan dosenku lalu berjalan menuju kursi dibarisan kedua seperti biasanya, aku duduk memperhatikan papan tulisku yang sudah dipenuhi oleh berbagai macam rumus disana.
"Telat aja terus" ucap Adrian
"Baru sekali telat. Tidak ada kata terlambat dalam menuntut ilmu" ucapku, mengarahkan telunjuk keatas
Aku meletakkan tasku, "Tadi. Nyasar aku dijalan"
"Dimana?" ucap Adrian
Aku mengeluarkan buku serta bolpoinku, sembari menahan tersenyum, "Dijalan namanya kehidupan"
"Kirain beneran nyasar" ucap Adrian
"Enggaklah" ucapku
Setelah perkuliahan selesai. Aku dan Adrian duduk santai dibangku yang ada didepan kelas, sembari mengamati adik tingkat yang lewat, kemudian temanku itu menunjuk setiap perempuan yang menurutnya cantik, bagiku, memperlakukan perempuan seperti itu seakan menyamakannya dengan piala bergilir yang akan diperebutkan. Tapi. Jurusanku itu memang gudangnya perempuan cantik, padahal kotanya sudah terkenal dengan kembangnya, dan rasanya, seakan mereka semua itu dikumpulkan kedalam jurusanku, wajarlah, ada banyak orang yang mempunyai suatu hubungan karena seringnya bertemu dikampus, bagiku, malahan aku semakin terbiasa melihat kecantikan seorang perempuan.
Memang ada banyak perempuan cantik, dan mereka itu mempunyai pesonanya serta karakternya tersendiri, kalau terus melihat kecantikan dari seorang perempuan itu tidak akan pernah berakhir, jadi, seharusnya kalian tidak membandingkannya karena dari awal memanglah sudah berbeda. Mengertilah. Aku duduk tenang sembari membaca buku dikursi panjang, dan belakangnya tepat jendela, aku seringkali berada dilantai tiga kampusku hanya untuk berdiam diri ataupun melakukan hal yang lainnya, suasana dilantai tiga itu sangat mendukung bagiku karena jarang dilewati oleh kebanyakan orang, sekaligus aku bisa melihat pemandangan jalanan yang ada dibawah kampusku dijendela.
"Nik"
"Kamu sendirian terus" ucap Tanaya
Tanaya lalu tersenyum, "Kita diomongin sama banyak orang"
Aku menoleh kearahnya,
Tanaya langsung duduk, kemudian melirik bukuku "Kayaknya. Apapun yang aku lakuin gak pernah bener dimata semua orang. Ngeselin"
"Semua jadi gosip. Kita dibilang pacaran" ucap Tanaya
"Kamu denger gak?" ucap Tanaya
"Denger" ucapku
Kembali dia tersenyum. Aku yang sedang membaca buku tentang potongan kehidupan sulit mendalaminya, karena suaranya itu mengacaukan ketenanganku dalam membaca, dan juga, dia melihatku terus menerus yang membuatku ingin menepuk pipinya dengan pelan, kemudian mengarahkan wajahnya kearah yang lainnya selain diriku. Terlihat dia bosan. Aku menutup bukuku lalu meletakkannya disampingku, kemudian aku menepuk pahanya yang membuatnya sedikit terkejut, dan tersenyum aku dibuatnya, kulihat pupil dimatanya itu membesar yang menandakan, bahwa aku seperti pahlawan yang menyelamatkannya dari keheningan suasana, kemudian dia mengubah posisi duduknya agar condong kearahku. Antusias.
Benarkah?
Terkadang kita hanya ingin didengarkan,
Mungkin itu benar.
Iya.
Padahal aku tidak begitu tertarik sekalipun dengan topik pembicaraan itu, tapi, rasanya dia ingin mengetahui bagaimana tanggapanku mengenai gosip yang beredar tersebut, sedangkan akupun juga sama dengannya ingin mengetahui bagaimana tanggapannya. Setiap kali melihatnya, dan setiap kali mendengarnya. Tanaya selalu membuatku lupa segalanya tentang hidupku, walaupun itu hanya bekerja dalam waktu yang sebentar, terkadang, aku penasaran tentang bagaimana perasaanku kepadanya dan mungkinkah aku mempunyai perasaan yang lebih kepadanya, atau, malahan hanya sekedar aku yang dipenuhi oleh perasaan bersalah terhadapnya selama ini, rasanya aku ingin menjaga serta melindunginya.
Entahlah.
...Manusia tidak akan bisa mengendalikan perasaannya. Manusia hanya akan bisa menahan perasaannya...
"Siapa yang bilang?" ucapku
Tanaya menatapku lekat, "Apanya? Orang yang bilang kita pacaran?"
Aku mengangguk pelan,
"Banyak" ucap Tanaya, tersenyum simpul
Aku beranjak dari tempat dudukku, sembari menahan tawaku, "Yaudah. Marilah kita akhiri obrolan ini"
"Kebiasaan" ucap Tanaya
"Enggak. Bercanda" ucapku, tertawa melihatnya kecewa
"Lucu" ucap Tanaya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Nami😴
sepi amat komen aje
2021-04-29
1