Hujan turun deras,
Aku menatap kosong, dan sudah lama sekali aku menunggunya reda, tapi, sampai langit menggelap hujan justru semakin deras, kemudian aku sedikit mengantuk, karena aku memang orang yang seringkali tidur disepertiga malam, aku beranjak dari anak tangga yang kududuki lalu mencari tempat yang nyaman untuk memejamkan mataku. Tertidur aku dilobby. Setelah aku terbangun dari tidurku, hal yang pertama aku lihat hanyalah lampu jalanan yang menyala, dan semua lampu ruangan sudah dimatikan, kemudian aku melihat jam yang menempel didinding, aku berjalan keluar lalu melewati pos satpam yang langsung dibukakan gerbang kampus oleh petugas yang berjaga. Berjalan aku sendirian.
Jalanan tidak dilewati oleh kendaraan,
Hampir larut malam,
Menyebrang dijalanan begitu mudahnya dilakukan, padahal, disiang harinya kalian harus menunggu waktu yang tepat untuk sampai kesebrang jalan, dan juga, melakukannya itu membutuhkan keberanian, sudah banyak jumlahnya kendaraan yang bersentuhan satu dengan yang lainnya yang pernah kulihat. Dinginnya angin berhembus. Aku memasukkan tanganku kedalam saku jaketku, karena hujan yang turun membuat udara lebih dingin berbeda dengan malam yang seperti biasanya, sampai pada akhirnya, aku sudah didepan kosanku lalu menggeser gerbangnya sedikit, kemudian aku berpapasan dengan seorang laki - laki dan perempuan yang berjalan berdampingan. Mereka terlihat bahagia.
Teorinya. Mencintai adalah hal yang sederhana, tapi, kita sendirilah yang merumitkannya, kemudian cinta itu mudah untuk dilakukan semua orang, sebenarnya, hal yang membuatnya sulit itu terletak dikata salingnya, dan biarkan setiap orang memiliki cintanya tersendiri, serta, pengungkapan cintanya itu yang berbeda disetiap orangnya. Prakteknya sulit dilaksanakan. Manusia selalu diselimuti oleh perasaan yang tidak bisa dikendalikannya, dan juga, manusia itu tidak pernah bisa membunuh perasaan itu sepenuhnya, itulah sebabnya manusia akan mempunyai kecenderungan bertindak diluar batas kewajaran, makanya, cinta itu bukan sekedar memiliki ataupun dimiliki, bahkan diri kita sendiri bukanlah milik pribadi.
...*********...
"Nila" ucapku
"Iya" ucap Vanila
"Aku boleh nyakitin kamu gak?" ucapku, bertanya
"Boleh" ucap Vanila
Vanila menatapku tajam,
"Tapi. Aku gak bakalan maafin kamu, lagian, emang aku pernah ngelarang kamu nyakitin?" ucap Vanila, tersenyum dengan jahatnya
"Enggak" ucapku
"Yaudah" ucap Vanila
Aku mendekatkan wajahku, "Aku cuman pengen manggil nama kamu"
"Masa?" ucap Vanila
Aku menahan tawa,
"Nama kamu bagus. Kayak nama ikan" ucapku, tertawa lepas
Vanila menatapku datar, tapi, sudah menjelaskan bagaimana kemarahannya, "Rasanya sakit banget"
"Katanya boleh nyakitin" ucapku, tersenyum simpul
Vanila langsung terdiam,
"Maaf" ucapku
Langit yang cerah,
Dibalkon. Kalian bisa melihat dengan jelas seluruh lantai dari yang terbawah sampai teratas, kemudian aku melihat pasangan kekasih yang semalam berpapasan denganku memasuki kamar dan awalnya, kuperhatikan mereka sedang bercanda gurau, lalu, pintu kamarnya itu tertutup dengan rapatnya dalam waktu yang lama. Tebaklah. Mereka berdua keluar dari kamarnya, dan menyadari adanya keberadaanku, lalu, perempuan itu berjalan dengan menundukkan kepalanya, sedangkan, laki - laki itu membuang wajahnya saat melewatiku, kemudian aku kembali memperhatikan awan yang berjalan sangat lambat itu dilangit yang berwarna kekuningan.
Aku berusaha melupakannya seperti biasa, dan seakan aku tidak pernah melihatnya, karena aku tidak ingin menghakimi siapapun dalam hidupku, lagipula, apapun yang dilihat oleh manusia itu pasti selalu membuatnya percaya itu kenyataannya, padahal, kita hanyalah seperti orang bodoh yang terus dipermainkan oleh penglihatan tersebut. Memang aku pendiam. Aku tidak bisa berkomentar apapun dalam kehidupan, dan bagiku, diamku sudah menjelaskan semuanya daripada yang ingin kusampaikan, lalu, aku lebih menyukai suatu hubungan manusia yang saling mengerti tanpa harus menunjukkannya secara langsung. Maksudku. Percuma kita dekat seseorang kemudian menyapanya setiap hari, bercerita tentang banyak hal, tapi disaat kita mengalami kesusahan, serta lain sebagainya mereka itu malah tidak memperdulikannya padahal kita sudah menganggapnya teman, dan aku lebih menyukainya, seseorang yang tidak pernah menyapa, tidak pernah bercerita, serta lain sebagainya, tapi, disaat kita mengalami kesusahan dialah orang pertama yang menawarkan bantuan.
Bagiku. Manusia yang sosial itu bukan mereka yang berbaur dengan mudahnya, mempunyai teman dalam jumlah banyak, menceritakan banyak hal dan lain sebagainya, aku mempunyai pandangan berbeda, manusia yang sosial itu adalah mereka yang mempunyai empati dan simpati terhadap lingkungan disekitarnya, tapi, kebanyakan orang hanya mengartikan sosial dalam arti yang terbilang sempit. Tidak semua orang sama denganku. Pendapatku tentang banyak hal tidak searah dengan kebanyakan orang, mungkin, itulah penyebab aku hanya mempunyai sedikit teman, dan lagipula, aku juga pribadi yang tidak menyukai sesuatu yang berlebihan serta kekurangan, lalu, aku selalu hidup dititik tengah yang tidak jelas kemana arahnya.
"Apa?" ucapku
Vanila tersenyum manis,
"Kamu jarang senyum. Tapi. Sekali ngelakuin aku ngelihatnya senyummu itu tulus banget" ucap Vanila, menawarkan arum manisnya
"Aku jadi malu" ucapku
Aku menahan senyumku, "Semuanya itu buatku?"
"Dasar" ucap Vanila
Vanila menatap tajam,
"Enggaklah. Aku cuman mau ngasih kamu, harusnya, tadi kamu itu beli sendiri" ucap Vanila, cemberut
Aku tertawa kecil,
"Cepetan kamu ngambilnya" ucap Vanila
"Iyo" ucapku
Aku mengambil sedikit arum manisnya, kemudian potongan besarnya aku jauhkan darinya, lalu, aku memberikan potongan kecil yang kuambil itu kepadanya, dan Vanila langsung menyipitkan kedua matanya, rasanya, semua yang kujalani bersamanya itu menyenangkan walaupun pasar malam yang membosankan sekalipun. Tidak semuanya itu pasti indah, dan tidak segalanya itu pasti cerah. Vanila mengidap penyakit yang tidak bisa aku sebutkan, tapi, senyuman diwajahnya itu seakan tidak pernah memperdulikannya, dan terkadang, justru malah aku sendirilah yang sedih disaat melihatnya, kemudian dia memintaku untuk berbohong manis didepannya, sekalipun dia mengetahui bahwa semuanya itu hanyalah kebohongan belaka, karena dia sudah bosan melihat kenyataan yang pahit.
Mungkin,
Itulah yang membuatku lebih memilih kebohongan yang manis daripada kejujuran yang pahit, dan lebih menghargai setiap pertemuan yang ada dalam hidupku, semenjak kepergiannya itu menjadikan semuanya pelajaran, terkadang, aku penasaran dengannya yang bagaimana caranya bisa melihat dunia secara unik. Aku harus jahat dan aku harus baik. Katanya aku diminta untuk menempatkan diriku pada dua hal yang berlawan, agar aku bisa melihat dunia yang indah seperti dirinya, dan sekarang aku sudah melakukannya, tapi, masih juga belum mendapatkan perubahan apapun dalam hidupku, atau aku membutuhkan waktu yang panjang untuk menyamakan sudut pandangnya didunia yang sempurna.
Menjawab itu sulit, dan menenggelamkan itu mudah,
Pertanyaannya.
"Ngene" ucap Vanila
"Harusnya kamu ngerti. Cewek itu cuman butuh kenyamanan sama pengertian cowok" ucap Vanila, menyindirku dengan jelasnya
"Cuman?" ucapku
Vanila melihatku lekat,
"Nyaman secara finansial?" ucapku, mencoba berpendapat
Vanila tersenyum manis, "Enggak. Seiring cewek dewasa yang dilihat itu gimana tanggungjawabnya, lagian, percuma uangnya banyak tapi selingkuhannya banyak juga. Ada banyak cowok yang kaya sama ganteng, tapi, susah nyari yang tanggungjawab"
"Percoyo aku waelah" ucap Vanila
"Sesat" ucapku
"Pertimbangin aku sumber yang terpercaya" ucap Vanila
"Gak" ucapku
Masihku begitu menyesal. Aku tidak bisa ada disampingnya, padahal itu adalah saat dimana aku melihat kepergiannya, dan sekarang, aku berdiri sendirian hanya dengan bayangannya yang selalu menghantuiku, kemudian aku tidak mengetahui caranya untuk menghilangkan bayangannya dari pikiranku. Meluka yang mendalam. Hal yang mendasar yang perlu dipahami yaitu manusia itu mempunyai perasaan, dan wajarlah, kemarin, sekarang ataupun nantinya kita pasti akan terluka oleh perasaan itu sendiri, kemudian aku berusaha melatih perasaanku agar terus bereaksi terhadap apapun yang terjadi dalam kehidupan.
Aku terus hidup tanpa jiwa,
Menyedihkan.
Seperti itu berulang terus menerus aku yang melihat pemandangan sekitarku disaat menuju kekosan, dan hanya aku seorang yang berjalan, walaupun, ada sekumpulan remaja yang bermain gitar dipertigaan gang, aku hanya iri kepada mereka yang terlihat bahagia dalam menjalani kehidupannya, karena aku tidak bisa melakukannya padahal sudah banyak waktu kuhabiskan mencobanya. Memanglah itu membosankan. Setidaknya aku harusnya mempunyai seseorang yang menemaniku untuk menemukan jalan kehidupanku, tapi, semua orang malahan pergi meninggalkanku secara perlahan, apalagi, tidak mungkin aku menolak kepergian seseorang dalam artian yang sebenarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Hendra Hermawan
mampir
2021-09-24
1
Nami😴
nopel kembaran aku harus baik AHAHWH
2021-04-29
1
IM Lebelan
kebohongan yang manis hnya akan menambah deret kejujuran yang pahit,menumpuk dan sulit memulainya nanti.nice,
semangat thor.
2021-04-05
1