Langsung kubuka pintunya,
Safira mengangkat bajunya. Aku tidak mengerti tentang pakaian yang dikenakannya, tapi, Safira memang selalu mengenakan pakaian yang seksi disetiap harinya, dan aku langsung memalingkan pandanganku serta menutup pintu kamarnya, lalu, aku berjalan menuju balkon karena momen canggung tersebut. Safira berjalan menghampiriku. Safira langsung menyikutku setelah duduk bersamaku, kemudian aku menahan senyuman saat dia menatapku dengan lekatnya, dan aku sudah mengakui bahwa itu murni kesalahanku, aku membuka pintu kamarnya tanpa mengetuknya terlebih dahulu, lalu, aku selalu berusaha untuk tidak menatapnya saat mengobrol, bahkan tanpa adanya momen yang canggung pun aku jarang sekali menatap seseorang. Safira menunjuk handphoneku.
Panggilan tak terjawab,
Tanaya,
Handphoneku kembali berdering, kemudian, aku langsung bergegas menuju kosannya, dan firasatku mengatakan hal yang buruk akan terjadi nantinya, Tanaya seringkali membicarakan kematian saat mengobrol bersamaku, aku pergi meninggalkan Safira begitu saja tanpa mengucapkan apapun kepadanya. Maafkan. Aku mengambil semua keputusan itu, karena tidak ada suara yang terdengar saat aku menerima panggilannya, dan belakangan, Tanaya sering menatap kosong ditambah membicarakan kematian yang membuatku sangat mengkhawatirkannya, tapi, semua pesanku yang aku kirimkan selalu diabaikannya yang semakin membuatku takut dengan kemungkinan tersebut.
Aku tidak peduli dengan nafasku yang menyesakkan dadaku, kemudian aku menabrak pintunya dengan cukup keras, dan kulihat, dia sedang memegang pecahan gelas yang bagian atasnya lancip dengan matanya yang sembab, aku berjalan mendekatinya perlahan sembari mengatur nafasku, tapi, disamping itu dia juga berjalan mundur seirama dengan langkahku. Menetes air matanya. Aku sudah tidak bisa berpikir jernih, dan tubuhnya itu gemetaran, kemudian aku langsung mencengkram tangannya yang memegang pecahan gelas, tatapan matanya itu menggambarkan jelas kesedihannya serta keputusasaannya, lalu, aku seakan bisa merasakan apa yang sedang dirasakanya itu. Begitu menggetarkan hatiku.
Sungguh.
"Tan" ucapku
Aku memegang pundaknya, "Kamu yang kuat. Aku akan terus nemenin kamu, tapi, buang kaca itu sekarang"
Tanaya langsung menjatuhkannya,
Aku mencoba bercanda,
"Kamu tahu gak? Aku cuman mau temenan sama kamu yang cantik kayak biasanya, aku gak mau temenan sama cewek yang gak cantik. Beneran" ucapku, tersenyum simpul
"Maafin aku ngecewain" ucap Tanaya, memaksa tersenyum
Aku menggelengkan kepalaku, "Aku gak akan maafin kamu, kalau, aku ngelihat kamu nangis. Kamu itu cantik"
"Minggir" ucap Tanaya
Tanaya merapikan rambutnya yang berantakan itu dengan sisirnya, kemudian dia memasang jepit berbentuk permen dirambutnya, dan entah kenapa aku tidak bisa memalingkan pandanganku darinya, setidaknya dia sudah berusaha tampil cantik seperti yang aku minta darinya, walaupun, aku masih menyimpan ketakutan misalnya dia mempunyai kesempatan untuk mengakhiri hidupnya kembali. Mungkin. Kebanyakan orang pasti lebih memilih kejujuran yang pahit daripada kebohongan yang manis, tapi, aku memilih yang sebaliknya, karena, aku sudah terlalu banyak menerima kejujuran dalam hidupku, dan wajarlah aku mengharapkan sesuatu yang berbeda, aku membutuhkan komposisi yang tepat agar hidupku itu mempunyai arti yang bermakna nantinya.
Aku merasa bersalah,
Secara tidak langsung akulah orang yang menghubungkan keduanya, akulah yang mengenalkan Tanaya kepada temanku itu, dan sekarang, aku merasa harus bertanggungjawab atas semua yang menimpa hidupnya, seandainya aku tidak mengenalkan kepada temanku itu pasti sekarang dia tersenyum seperti biasanya. Semenjak mereka berpacaran. Aku mendengar bahwa temanku itu seringkali memukulnya, tapi, aku hanya bisa terdiam karena tidak mempunyai hak apapun untuk mencampuri urusannya, walaupun itu adalah orang terdekatku sekalipun, dan aku sediki mengerti, Tanaya selama ini terus membohongi dirinya sendiri saat bersamaku dengan senyuman palsunya itu, kemudian dia juga tidak ingin aku terlibat dalam hubungannya tersebut.
...*********...
Menungguku.
Tanaya duduk manis didepan ruang kelasku,
Aku duduk bersamanya disaat semua teman kelasku berjalan melewatiku, dan mereka sekilas melihatku, aku sudah berjanji akan terus menemani dia untuk menebus kesalahanku, dan terkadang malahan aku terjebak dikosannya, padahal aku terbiasa langsung pulang saat perkuliahan berakhir, kemudian semua orang yang melihatku itu menganggapku berpacaran dengannya. Tertawa aku mendengarnya. Aku sudah putus hubungan dengan temanku, dan kupikir, memang itulah awal yang bagus untuk menjadi seorang musuhnya, masalahnya, bagaimana jika aku terlalu mendalami peran tersebut? Aku juga bahkan tidak bisa memperkirakan sampai kapan mengakhirinya,
Terkadang. Aku menyalahkan terus diriku sendiri, karena aku tidak menyesali apapun yang sudah kulakukan dan malahan, kalau aku tidak melakukannya justru membuatku semakin menyesalinya seumur hidupku, tapi, aku mengabaikan semua orang yang terlibat disekitarku menerima akibatnya. Maafkan aku mengecewakan. Hampir kurang sebulan aku tidak berhubungan dengan Safira, dan pastilah, Safira berpikir aku sudah melupakannya karena tidak pernah memberikan kabar sekalipun kepada dirinya, serta membuat jutaan pertanyaan disaat aku pergi begitu saja meninggalkannya. Sekali lagi maafkan.
Kesalahanku.
...Salahku punya hati terus melukai....
...Tanpa hati aku bisa hidup...
...*********...
"Nik" ucap Safira
Safira menatapku tajam,
"Kalau emang kamu benci aku, cukup sakiti aku, jangan sakiti hatiku karena disana ada kamu" ucap Safira, memalingkan wajahnya
"Kamu gak salah, tapi, apa yang kamu lakuin itu yang salah" ucap Safira
Aku hanya terdiam,
"Yaudah. Namanya bukan kesalahan, kalau, orangnya gak nyadar" ucap Safira, berjalan masuk kekosannya
"Dimaafin" ucap Safira
Bersandar aku ditembok. Wangi parfumnya membekas, dan entahlah aroma parfumnya itu sudah bisa menjelaskan semua tentang dirinya, mulai dari kecantikan paras wajahnya sampai tingkah lakunya yang menggemaskan, padahal kurasa sudah cukup lama aku bersandar tapi parfumnya itu belum menghilang. Tatapan penuh kecewa. Ada suatu hal yang tidak bisa dijelaskan oleh rangkaian kata, dan begitulah, keadaan dimana seseorang hanya terdiam, karena mengucapkan satu katapun itu sangatlat berat dilakukan, padahal ada banyak hal yang ingin kujelaskan padanya, serta bagaimana jalan keluarnya. Masih aku terdiam.
Safira pernah melihatku bersama dengan Tanaya, dan aku tidak sempat menjelaskan apapun kepada dirinya, kemudian aku termenung memikirkan apa maksud dengan adanya aku didalam hatinya, padahal aku ingin sekali mengejarnya, tapi, keadaannya tidak mendukung untukku menjelaskan semuanya kepada dirinya. Aku berjalan menjauhi kosannya itu sembari menatap kedepan, dan kuhentikan langkah kakiku, aku harus menjelaskan semuanya itu, kemudian aku membalikkan badanku lalu berjalan menuju kosannya yang belum cukup jauh, sampai disana kulihat dia berada didepan kosannya menatap kosong. Aku meraih tangannya.
Renggang.
"Maaf" ucapku
Aku menatapnya lekat,
"Maafin aku ngecewain. Dengerin aku jelasin, kenapa aku ngilang gak ada kabar apapun" ucapku, tersenyum simpul
Safira masih terdiam,
"Disini kita duduk" ucapku, mengandeng tangannya
"Iya" ucap Safira
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
IM Lebelan
kesalahan yang disengaja itu memang jahat,😂
2021-04-05
2
Sis Fauzi
hadir Thor ❤️
2021-03-26
1