Safira mengulurkan tangannya, "Yaudah"
"Apa?" ucapku
Safira menatapku lekat, "Kamu harus maaf sama aku sekarang"
Aku menjabat tangannya,
"Kamu emang pendosa yang buruk, kamu ngilang gitu tanpa kabar dan selama itu, aku mikir apa salahku. Kamu jahat banget" ucap Safira
Aku tersenyum mengakuinya,
"Sekarang kita baikan" ucap Safira
"Iya" ucapku
Aku mengajak Safira datang kekosannya, dan itu bukan keinginanku, Tanaya yang melihatku bersama dengan Safira tidak menunjukkan ekspresi apapun diwajahnya, kemudian aku dipersilahkan masuk olehnya bersamaan dengan Safira yang berada dibelakangku, lalu, aku berjalan menjauh dari mereka berdua menuju kamar mandi. Tanaya dan Safira terlihat akrab. Aku seakan dilupakan oleh mereka berdua yang terus mengobrol, dan sudah lama juga, aku tidak melihat Tanaya yang sebahagia itu semenjak putus dari pacarnya, kemudian aku memutuskan untuk tidak mengganggu apa yang sedang mereka berdua lakukan itu.
Mataku terasa berat,
Tertidur.
Disaat aku terbangun. Aku tidak melihat siapapun dan kupikir, mereka berdua sedang pergi kesuatu tempat meninggalkanku dikamar sendirian, lalu, aku membuka bindernya yang terletak dimeja belajarnya, dihalaman pertamanya tertulis, "Seseorang hanya akan berhasil melukai perasaanmu, disaat kamu memperbolehkan ia melakukan itu terhadapmu". Aku menutup bindernya dan meletakkannya kembali semula. Aku berjalan menuju balkon, kemudian disaat yang bersamaan Tanaya hampir saja menabrakku, dan aku memegang lengannya sebelum dia terjatuh, lalu, aku terdiam melihat sikutnya yang memerah karena tergores oleh dinding. Sikutnya terlihat sedikit mengeluarkan luka.
"Perih" ucap Tanaya
Aku mencari obat untuk lukanya itu, dan kubawa obat itu kepadanya, aku tidak mengerti dengan tatapannya yang berbeda seperti biasanya, padahal aku sudah mengobati luka disikutnya itu, tapi, matanya itu seakan mengartikan sesuatu tentang diriku yang tidak diungkapkannya, kemudian aku mengembalikkan semula obat tersebut dilemarinya. Lukanya berhenti mengalir. Sebenarnya aku ingin menanyakan keberadaan Safira, tapi, suasana tidak begitu mendukung kalau aku menanyakannya, kemudian aku duduk terdiam menunggu waktu yang tepat untuk menanyakan kepadanya. Melamun.
"Safira udah pulang" ucap Tanaya
Tanaya mengamati sikutnya, kemudian tersenyum simpul, "Kamu tidurnya lama. Aku gak mau bangunin kamu yang lagi tidur nyenyak"
Aku hanya terdiam,
"Kecapekan?" ucap Tanaya
Aku menoleh kearahnya, "Enggak. Aku ngantuk aja"
"Kamu mau nginep?" ucap Tanaya
Aku melihatnya sedang merapikan kasurnya, "Emang boleh nginep? Lagian, tidur dimana nanti?"
"Disinilah" ucap Tanaya, merapikan kasurnya
"Mending aku pulang" ucapku
"Kirain mau nginep. Kasurku buat dua orang bisa" ucap Tanaya, menahan senyuman
"Enggak" ucapku
Aku melihat Tanaya menggigit bibirnya dibagian bawah, kemudian aku mendekat kearahnya, lalu memasangkan satu kancing bajunya yang lepas, dan Tanaya menatapku lekat, bahkan aku melihat genangan air dimatanya yang memantulkan cahaya, kemudian, dia memalingkan wajahnya setelah aku merapikan kerah bajunya. Aku berjalan keluar dari kamarnya. Dimeja balkon aku melihat bungkus rokok serta korek yang sengaja ditinggalkannya, dan bagiku terlihat miris, pacarnya itu yang mengajarkan semua kebiasaan dalam hidupnya, entahlah, atau malah sebenarnya dia sudah terbiasa jauh sebelum aku mengenalnya, Tanaya seringkali merokok disaat suasana hatinya dalam keadaan yang buruk, aku tidak memperdulikan semua kebiasaannya itu, karena bagiku semua yang rusak itu seharusnya diperbaiki bukan malah ditinggalkan begitu saja kemudian menemukan penggantinya.
Setiap orang punya ceritanya sendiri,
Entahlah.
Tanaya menundukkan kepalanya, seakan dia tidak berani sekedar menatapku, dan aku berjalan menuruni tangga, aku hanya tidak ingin dijadikan cibiran karena seringkali berada dikosannya sampai hampir larut malam, lagipula, memang aku juga mempunyai kosanku sendiri jadi harus kutempati. Seperti malam biasanya. Jalanan selalu dipenuhi oleh kendaraan yang berbaris panjang sampai diujung mata, dan terkadang, aku heran dengan pemikiran dari kebanyakan orang diluar sana, mereka bisa membeli kendaraan, tapi, malahan tidak mempunyai lahan parkirnya, terlebih mereka juga membelinya hanya karena ingin merasa dipandang. Itulah penyebab terjadinya.
...*********...
Berbagai macam lingkungan,
Kujalani.
Banyak orang yang sudah aku temui, dan banyak tempat yang sudah aku datangi, aku memilih terdiam daripada harus menanggapi orang yang tidak pernah sekalipun pergi jauh dalam hidupnya, atau keluar dari zona nyamannya sendiri, karena sikapku itulah aku dikenal sebagai orang yang pendiam. Sejak aku kecil. Aku berteman dengan banyak anak seusiaku yang dewasa lebih cepat dibandingkan umurnya, karena temanku itu yang sebagai korban perceraian, anak dari preman, anak dari biduan, dan lain sebagainya, entahlah, aku cenderung lebih dekat oleh anak yang seperti itu, daripada anak orang kaya atau anak yang tidak pernah mempunyai suatu masalah apapun dalam hidupnya, mereka tidak akan pernah mengerti bagaimana kehidupan yang sesungguhnya.
...Kita tidak bisa memilih hidup. Tapi. Kita berhak menolak...
Mulai dari sana. Aku terbentuk oleh suatu pemikiran yang tidak cepat menghakimi seseorang, dan begitulah, aku sering kesal dengan orang yang menghakimi seseorang begitu mudahnya, padahal dia belum melihat bagaimana kenyataan yang terjadi, ataupun sudut pandang orang yang dihakimi olehnya tersebut. Makanya. Aku yang tidak ingin berdebat walau menang dalam argumen sekalipun memilih untuk terdiam, dan anehnya, aku dinilai tidak ingin berteman oleh seseorang dalam obrolannya, aku hanya tersenyum mengetahui suara tidak bertuan tersebut, karena sejauh yang aku mengerti dalam kehidupan senyuman itu tindakan yang paling mendamaikan siapapun yang melihatnya.
Itulah.
"Nik" ucap Tanaya
Tanaya tersenyum kecil, "Kamu gak jelas. Kamu selalu ada dititik tengah, dan aku gak tahu, cuman aku sendiri apa semua orang yang mikirnya sama"
"Kamu ada diantara baik sama jahat" tambahnya
"Sekarang. Aku harus jahat" ucapku
Tanaya hanya terdiam,
Aku menghela nafas, "Kita itu emang gak bisa sepenuhnya bener atau salah, makanya, aku sendiri juga bingung apalagi kamu"
"Emang aku itu gak jelas" ucapku, tersenyum simpul
"Ngaku" ucap Tanaya
Tangga menuju keaula. Aku dan Tanaya seringkali duduk bersama disana, sembari melihat pemandangan taman yang berada disebrang jalan, dan kurasa, Tanaya sudah banyak mengalami kemajuan, walaupun aku seringkali melihatnya sedang menatap kosong, tapi, aku berusaha mengalihkan perhatiannya dengan bertingkah konyol atau melucu didepannya. Hanyalah aku temannya. Tanaya itu terlihat murung saat bersama teman sekelasnya, meskipun sesekali terlihat ceria itu bukanlah dari relung hatinya, dan ketika dia bersamaku, Tanaya bisa tersenyum atau tertawa dengan lepasnya sampai aku melihat air mata diujung matanya.
Kemudian,
Aku merasa tatapannya itu mempunyai arti lain kepadaku, dan terkadang, Tanaya hanya terdiam sembari menatapku lekat, sampai aku malu ditatap olehnya seperti itu, lagipula, semua orang pasti tersipu malu ditatap oleh perempuan secantik dirinya terlebih seorang laki - laki. Tanaya menatap kedepan. Kedua tangannya itu menyangga badannya dibelakang, dan aku sengaja menggeserkan posisi tangannya yang membuat badannya tidak seimbang, lalu, dia menahan senyuman saat badannya menempel dilantai, kemudian punggungku dipukul olehnya dengan begitu pelannya seakan tidak ingin atau takut akan menyakitiku.
"Kamu lucu banget" ucap Tanaya
Aku menoleh kearahnya,
Tanaya tersenyum simpul, "Kamu jadi motivator orang lain, tapi, sendirinya malah gak punya motivasi"
"Hidup penuh canda" ucapku, tersenyum kecut
"Iya" ucap Tanaya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Whiteyellow
Penikmat jahat tingkat akut😁
nice thor.
2021-04-05
1
im_ha
semangat....
2021-03-30
1
Amanda Pasha
hai kak aku lagi mampir, hehe.. semangat kak...😊
2021-03-27
1