Part 5 - Dunia Penuh Tanya

Pertemanan itu kerumitan.

Ferdi adalah teman sedaerahku yang berbeda sekolah menengah atas, dan bakatnya itu membuat perempuan menaruh perasaan kepadanya, setelahnya dia hanya mempermainkannya tanpa perasaan sedikitpun dihatinya, makanya, aku sudah tidak heran dengan berapa jumlah pacarnya disaat yang bersamaan. Tapi. Ada satu perempuan yang selalu dihatinya, entahlah, aku tidak mengerti alasan perempuan itu yang masih terus mencintainya, padahal sudah jutaan kali perasaannya disakiti oleh bakat temanku itu, dan inginku mencari jawabannya, kenapa perempuan itu memilih tetap bertahan, kemudian itu bukan hanya tentang bertahan tapi perasaanya yang terus disakiti. Tanaya Putri Amanda.

Terlalu bodoh atau terlalu percaya?

Diantaranya,

Setiap orang yang hadir didalam hidup kita, mereka pasti mengajarkan suatu hal entah itu disadari atau tidak oleh kita sendiri, tapi, apa yang kita dapatkan saat bertahan dan terus menerus disakiti, begitulah, rasanya kita tidak mendapatkan apapun selain memendam luka yang terus diperbarui tanpa sempat pulih. Melukai dirinya sendiri. Sebenarnya aku tidak mengenal Tanaya secara keseluruhan, atau lebih tepatnya aku hanya mengenalnya karena dikenalkan oleh temanku itu, aku tidak mengenalnya secara pribadi, dan ternyata, kita masih dalam satu almameter, walaupun memang kita berbeda jurusan, tapi, dia seringkali menanyakan seputar lingkungan kampus, atau lebih tepatnya, aku tidak pernah mengobrol dekat tentang hubungannya dengan temanku itu, serta hal lainnya yang berkaitan diluar kampus dengannya.

"Hai"

Seseorang menepuk pundakku, "Boleh aku duduk?"

Terkejut aku dibuatnya,

"Nik" ucapnya

Terdiam aku sejenak. Safira masih tersenyum dengan manisnya, kemudian dia mengikuti apa yang sedang kulakukan, akhirnya, kita duduk bersama sembari melihat orang yang berjalan melewati dengan cepatnya, dia menopang pipinya yang sikutnya berada diatas lututnya. Seperti kulihat biasanya. Apapun pakaian yang dikenakannya tidak mempengaruhi pesona kecantikannya, dan saat itu juga, aku merasakan perih dipinggir bibirku yang sedikit membengkak, luka seperti itu sudah kudapatkan terbiasa sejak aku yang masih kecil, padahal aku bukanlah orang yang menyelesaikan suatu permasalahan dengan perkelahian, tapi, didunia ini terkadang ada seseorang yang hanya bisa disadarkan oleh kekerasan terhadap dirinya. Itulah alasanku melakukan.

...Waktu bukanlah jawaban. Tapi. Waktu mengiringi kita menemukan jawaban...

Mengingatnya,

Kesalahanku hanyalah pengabaian. Ternyata aku tidak mempunyai waktu yang lama bersama dengannya, Vanila pergi meninggalkanku dengan banyak keinginan yang tidak bisa diwujudkan, harusnya aku memahami bahwa tidak satupun orang yang bisa mengendalikan waktu yang berjalan, sebenarnya, kitalah yang sudah dikendalikan oleh waktu tanpa disadari. Tujuan hidupku memudar. Semua yang kita jalani harus dengan kebijaksanaan serta keseimbangan, padahal, melakukan semuanya itu adalah hal yang sulit diterapkan, terkadang, apa yang menurut kita benar, tapi, disudut pandang orang lain kita bisa dianggap mereka salah, begitulah, tidak ada yang benar ataupun salah dalam hal tersebut, dikarenakan, kebenaran itu merupakan kumpulan sudut pandang yang menjadi satu kepaduan.

Dunia penuh tanya.

"Keur naon didieu?" ucap Safira

Aku menatap kedepan, "Aku suka keramaian, tapi, aku gak mau terlibat dikeramaian, aku cuman suka aja merhatiin orang - orang yang sibuk dikeramaian, terus pasti nanti ada waktunya mereka tiba - tiba ngerasa kesepian ditengah keramaian. Bagian itu sukanya"

Safira hanya terdiam,

"Setuju. Ada yang ketawa sama temennya, tapi, habis itu malah kelihatan sedih pas sendirian" ucap Safira, menatap kosong

"Aku" tambahnya

Aku mengalihkan perhatian,

"Bandung itu sempit. Kenapa aku sering ketemu sama kamu, padahal kayaknya aku udah menjauh dari kamu, tapi, kamu gak tahu darimana tiba - tiba dateng langsung nyapa terus sekarang disebelahku' ucapku, tersenyum simpul

"Main kurang jauh" ucap Safira

"Aku sendiri juga gak tahu kenapa, emang, sebelumnya aku ngerencanain buat ketemu sama kamu" ucap Safira

"Semua itu takdir" ucap Safira

"Iyo" ucapku

Safira menyentuh luka dipinggir bibirku dengan telunjuknya, kemudian menekannya secara perlahan yang membuat perih itu lebih jelas kurasakan, dan kulihat, seakan hidupnya itu dijalaninya tanpa dosa sedikitpun, padahal aku terhitung sebagai korban dari kejahatan yang sedang dilakukannya, terlebih, dia melakukannya dengan penuh senyuman kekejaman yang terlukis diwajahnya. Biarkan aku jelaskan. Sebenarnya kejahatan bukanlah sesuatu yang buruk, dan sudut pandang kitalah yang berperan penting dalam menentukannya, contohnya, mencuri hati atau perhatian yang artinya bertolak belakang disaat kita mengartikan kejahatan itu secara umum, maksudku, jahat atau buruknya seseorang itu ditentukan oleh bagaimana sudut pandangan kita dalam melihatnya.

Aku menahan perih,

Aku dan Ferdi. Kami memang sering berdebat dikarenakan paham yang bertolak belakang, seringkali, baku hantam terjadi agar memenangkan argumen kami masing - masing disaat sekolah menengah pertama, padahal, sekarang kami sudah beranjak dewasa yang seharusnya bijaksana dalam mempertimbangkan suatu keputusan, tapi, semuanya itu tidak berlaku bagi kami yang memang sudah mengenal dekat sejak masa pertumbuhan. Bertahun aku mengenalnya. Semenjak berada dibandung, aku sulit mengenal temanku itu yang setiap malamnya pergi kediskotik, bahkan, kabarnya dia terlibat dalam jaringan narkoba, dan aku cukup marah, karena dia kehilangan semua prinsip yang dulunya menggetarkan hatiku setiap aku mendengarnya, sekarang prinsip itu dilanggarnya yang menjadikan hidupnya tanpa aturan yang mengikatnya. Hidup dengan bebas.

Ferdi begitu liar.

Pertemanan selalu membenarkan. Aku ingin menjadi seorang musuhnya, aku bisa menyerangnya secara langsung tanpa keraguan, dan pertemanan itu membatasinya, seorang teman itu biasanya cenderung dalam menjaga perasaan, itulah yang membuat kita selalu melihat pembenaran karena terlalu sering diperlihatkan kelebihan. Tapi. Seorang musuh itu selalu melihatnya terbalik, mereka terbebas dari keraguan menyakiti perasaan, lalu, mereka pastinya akan menyalahkan sekecil apapun kekurangan lawannya yang bahkan tidak disadarinya, dan bagiku, aku lebih baik menjadi seorang musuhnya, daripada, aku yang terus melakukan pembenaran semua yang dilakukannya, terlebih, seharusnya aku mengatakan kejujuran bahwa apa yang dilakukannya itu salah. Sekarang aku musuhnya.

...*********...

Tidak peduli besar ataupun kecilnya janji sebisa mungkin aku berusaha keras menepatinya, karena aku hanya ingin harapan itu mempunyai kepastian, dan agar orang lain tidak menahan sakitnya harapan yang palsu, serta, menghindarkan orang lain dari kekecewaan mendalam akibat sudah percaya oleh janjiku dihidupnya. Jarang aku berjanji. Aku lebih menyukai orang yang sulit berjanji, daripada, mereka yang dengan mudahnya dalam menebar janji kepada orang lain, karena sekali dia berjanji pasti akan berusaha menepatinya, dan perlu kalian tahu, janji itu bukan hanya sekedar materi, kemudian janji termasuk dalam hutang yang harusnya dibayarkan contohnya harapan dan tujuan serta lain sebagainya, semuanya itu adalah berbagai macam bentuk janji yang harusnya ditepati atau dibayarkan bagiku.

Disaat kuliah berakhir. Aku mengingat satu janji kecilku, dan langsung aku bergegas pergi menuju kekosannya, karena aku sudah berjanji saat bersamanya dan janjiku itu dipegang olehnya, janjiku itu berisi tentang aku yang akan datang saat dia bersedih, kemudian disaat perkuliahan hampir berakhir aku mendapatkan kabar, bahwa dia sedang bersedih yang memaksaku harus berpegang teguh kepada janjiku tersebut. Sampai didepan kamarnya. Aku mengetuk pintunya dengan lemah, karena sepanjang perjalanan aku mempercepat langkah kakiku, dan sedikit perasaan menyesal, padahal aku hanya bercanda saat mengucapkan janjiku, tapi, dia menatapku begitu seriusnya sampai aku tidak sempat menarik janjiku itu didepannya, terkadang, aku tidak mengerti kepada diriku sendiri yang berusaha menepati janjiku, padahal, menurut orang lain janjiku itu tidaklah harus ditepati atau dilupakan begitu saja.

"Kamu nepatin janji?" ucap Safira, menaikkan alisnya

Safira menatapku lekat, "Biasanya orang cuman asal ngomong, tapi, kamu orangnya itu kayak apapun pasti diusahain, padahal aku cuman bercanda minta kamu dateng kesini"

"Maaf" ucap Safira

Aku melihatnya datar,

"Percuma aku dateng. Kirain emang beneran sedih banget, sampai aku belum makan juga langsung kesini" ucapku, duduk lemas

"Capek?" ucap Safira

"Banget" ucapku

Safira berjalan keluar. Menunggu serta tidak melakukan apapun dan membuat orang lain menunggu adalah suatu hal yang aku benci, kecuali, orang yang menunggu atau ditunggu itu mempunyai kepastian, tapi, kebanyakan apa yang kita dapatkan hanyalah sekedar harapan palsu yang menyakitkan. Tercium bau masakan. Aku mendengar suara yang berasal didapur, kemudian aku berjalan keluar dari kamarnya dan menemukan dia sedang mengaduk nasi diwajan, ternyata dia membuatkan makanan untukku karena aku sempat mengeluh kelaparan, lalu, dia mematikan nyala api dikompornya, kemudian menyajikan nasi gorengnya itu dipiring yang ada dimeja, aroma nasi gorengnya itu wangi serta menggoda.

"Silahkan" ucap Safira

"Kamu gak makan?" ucapku

Safira menopang dagunya,

"Aku udah makan. Kamu tahu gak? Ini pertama kalinya aku masakin buat cowok" ucap Safira, tersenyum manis

"Kamu tahu gak?" ucapku

"Apa?" ucap Safira

"Ini pertama kalinya aku dimasakin cewek" ucapku

"Cobain" ucap Safira

"Iya" ucapku

Terpopuler

Comments

Hendra Hermawan

Hendra Hermawan

0k

2021-09-24

1

lovetoon

lovetoon

suka , tp kurang dialoq thor .. terlalu banyak monolognya

2021-07-05

3

IM Lebelan

IM Lebelan

ini Aku nya sosok penyendiri dan pemerhati 😎

2021-04-05

1

lihat semua
Episodes
1 Prolog
2 Part 1 - Tunjuk Satu Bintang
3 Part 2 - Bintang dilangit malam
4 Part 3 - Haknya
5 Part 4 - Kepercayaan
6 Part 5 - Dunia Penuh Tanya
7 Part 6 - Hati
8 Part 7 - Teorinya Sangat Berbeda
9 Part 8 - Setiap Orang Itu Punya Cerita
10 Part 9 - Tuduhan
11 Part 10 - Air Mata Itu
12 Part 11 - Berhak Dalam Bahagia
13 Part 12 - Penilai
14 Part 13 - Manusia Sangat Perasa
15 Part 14 - Hatilah Yang Berjatuhan
16 Part 15 - Apa Maksudnya Itu?
17 Part 16 - Cinta
18 Part 17 - Merendah Dan Mengalah
19 Part 18 - Dendam?
20 Part 19 - Penyesalan
21 Part 20 - Cahaya Dari Lilin Yang Berpijar
22 Part 21 - Kolam
23 Part 22 - Jawaban Dari Perasaan
24 Part 23 - Belajarlah
25 Part 24 - Arah
26 Part 25 - Perhatian
27 Part 26 - Kerelatifan
28 Part 27 - Terjebak Pada Kehidupan
29 Part 28 - Kenangan
30 Part 29 - Terluka Dipecundangi Dunia
31 Part 30 - Berkunjung
32 Part 31 - Penghubung Bumi Dan Langit Dikehadirannya
33 Part 32 - Jangan Lupa Bahagia
34 Part 33 - Membantu Diri Sendiri
35 Part 34 - Tetaplah Mencintai Dengan Seperti Biasanya
36 Part 35 - Bertanggungjawablah
37 Part 36 - Pendapat
38 Part 37 - Penulis
39 Part 38 - Diantara
40 Part 39 - Cerita Yang Indah Dan Bahagia
41 Part 40 - Tertawa Bukan Artinya Tidak Bersedih
42 Part 41 - Kebenaran
43 Part 42 - Bercanda
44 Part 43 - Terlihat Begitu Kuatnya
45 Part 44 - Keadaan
46 Part 45 - Membenci
47 Part 46 - Indahkah Semuanya Yang Terlihat Berkilau?
48 Part 47 - Kesedihan
49 Part 48 - Takut Dan Berani
50 Part 49 - Pengaturan
51 Part 50 - Keajaiban
52 Part 51 - Kegelapan
53 Part 52 - Khawatir Yang Berlebihan
54 Part 53 - Mereka
55 Part 54 - Kesalahan
56 Part 55 - Kisah Tanpa Judul
57 Part 56 - Kembali Seperti Biasanya
58 Part 57 - Kepedulian Bukan Perasaan Yang Sebenarnya
59 Part 58 - Pernyataan
60 Part 59 - Tentangku
61 Part 60 - Teruslah Ada Disampingnya
62 Part 61 - Mendua
63 Part 62 - Menyukai Itu Pilihan
64 Part 63 - Langit Harus Beragam
65 Part 64 - Hujan
66 Part 65 - Benarkah Manusia Itu Merasa Istimewa?
67 Part 66 - Terlalu Bahagia Itu Sangat Melelahkan
68 Part 67 - Keadaan Yang Memaksa
69 Part 68 - Kebahagiaan
70 Part 69 - Didunia Yang Sempurna
71 Part 70 - Kehidupan Suatu Pengulangan
72 Part 71 - Pertemuan Mencerminkan Perpisahan
73 Part 72 - Menghilang Dan Berkesan Itu Keahlian
74 Part 73 - Hitam Dan Putih Itu Warna?
75 Part 74 - Mencintai Itu Secukupnya
76 Part 75 - Sebab Dan Akibat
77 Epilog
78 Pengumuman
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Prolog
2
Part 1 - Tunjuk Satu Bintang
3
Part 2 - Bintang dilangit malam
4
Part 3 - Haknya
5
Part 4 - Kepercayaan
6
Part 5 - Dunia Penuh Tanya
7
Part 6 - Hati
8
Part 7 - Teorinya Sangat Berbeda
9
Part 8 - Setiap Orang Itu Punya Cerita
10
Part 9 - Tuduhan
11
Part 10 - Air Mata Itu
12
Part 11 - Berhak Dalam Bahagia
13
Part 12 - Penilai
14
Part 13 - Manusia Sangat Perasa
15
Part 14 - Hatilah Yang Berjatuhan
16
Part 15 - Apa Maksudnya Itu?
17
Part 16 - Cinta
18
Part 17 - Merendah Dan Mengalah
19
Part 18 - Dendam?
20
Part 19 - Penyesalan
21
Part 20 - Cahaya Dari Lilin Yang Berpijar
22
Part 21 - Kolam
23
Part 22 - Jawaban Dari Perasaan
24
Part 23 - Belajarlah
25
Part 24 - Arah
26
Part 25 - Perhatian
27
Part 26 - Kerelatifan
28
Part 27 - Terjebak Pada Kehidupan
29
Part 28 - Kenangan
30
Part 29 - Terluka Dipecundangi Dunia
31
Part 30 - Berkunjung
32
Part 31 - Penghubung Bumi Dan Langit Dikehadirannya
33
Part 32 - Jangan Lupa Bahagia
34
Part 33 - Membantu Diri Sendiri
35
Part 34 - Tetaplah Mencintai Dengan Seperti Biasanya
36
Part 35 - Bertanggungjawablah
37
Part 36 - Pendapat
38
Part 37 - Penulis
39
Part 38 - Diantara
40
Part 39 - Cerita Yang Indah Dan Bahagia
41
Part 40 - Tertawa Bukan Artinya Tidak Bersedih
42
Part 41 - Kebenaran
43
Part 42 - Bercanda
44
Part 43 - Terlihat Begitu Kuatnya
45
Part 44 - Keadaan
46
Part 45 - Membenci
47
Part 46 - Indahkah Semuanya Yang Terlihat Berkilau?
48
Part 47 - Kesedihan
49
Part 48 - Takut Dan Berani
50
Part 49 - Pengaturan
51
Part 50 - Keajaiban
52
Part 51 - Kegelapan
53
Part 52 - Khawatir Yang Berlebihan
54
Part 53 - Mereka
55
Part 54 - Kesalahan
56
Part 55 - Kisah Tanpa Judul
57
Part 56 - Kembali Seperti Biasanya
58
Part 57 - Kepedulian Bukan Perasaan Yang Sebenarnya
59
Part 58 - Pernyataan
60
Part 59 - Tentangku
61
Part 60 - Teruslah Ada Disampingnya
62
Part 61 - Mendua
63
Part 62 - Menyukai Itu Pilihan
64
Part 63 - Langit Harus Beragam
65
Part 64 - Hujan
66
Part 65 - Benarkah Manusia Itu Merasa Istimewa?
67
Part 66 - Terlalu Bahagia Itu Sangat Melelahkan
68
Part 67 - Keadaan Yang Memaksa
69
Part 68 - Kebahagiaan
70
Part 69 - Didunia Yang Sempurna
71
Part 70 - Kehidupan Suatu Pengulangan
72
Part 71 - Pertemuan Mencerminkan Perpisahan
73
Part 72 - Menghilang Dan Berkesan Itu Keahlian
74
Part 73 - Hitam Dan Putih Itu Warna?
75
Part 74 - Mencintai Itu Secukupnya
76
Part 75 - Sebab Dan Akibat
77
Epilog
78
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!