^^^Kiaracondong,^^^
^^^Bandung, Jawa Barat^^^
Aku menuruni gerbong.
Aku berjalan kearah jalan keluar, dan mencari angkutan mana yang menuju daerah kosanku, kemudian aku duduk tenang dalam angkutan, sembari melihat pemandangan kota yang tidak berubah seperti pertama kali aku menginjakkan kakiku. Waktu berjalan cepat. Pertemuan yang tersisa serta ujian akhir semester empat itu berada ditengah liburan, padahal seharusnya aku bisa saja mendapatkan liburan sekitar dua bulan lebih, tapi, karena bertepatan dengan adanya bulan puasa itu membuat liburannya terpotong. Aku mendorong sedikit gerbang kosanku, kemudian aku mengeluarkan kunci sembari berjalan menuju kamarku, dan hal pertama yang aku lakukan adalah menghidupkan lampu dengan susah payah, karena aku tidak bisa melihat apapun selain kegelapan yang ada dikamarku, lalu aku langsung membersihkan kamarku setelah melepas sepatuku.
Manusia tidak berjiwa. Sejak aku kecil, tidak ada satupun hal dalam kehidupan yang membuatku tertarik sepenuh hatiku, dan hanya, seorang perempuan yang sempat membuatku percaya akan indahnya dunia, tapi, disaat aku mempunyai harapan dia malah pergi meninggalkanku. Semua tinggal kenangan. Aku melihat pemandangan kota yang indah saat malam harinya dibalkon lantai paling atas, padahal kamarku terletak dilantai yang paling bawah, dan entahlah, semenjak kepergiannya aku seringkali menyempatkan diriku melihat langit malam yang dipenuhi bintang, kemudian aku pasti akan teringat saat dia menunjuk satu bintang yang paling terang, tapi, bintang itu menyendiri dengan letaknya yang cukup jauh.
"Nik" ucap Vanila
Vanila menyentuh pipiku dengan jari telunjuknya, "Sekarang kamu tunjuk satu bintang"
Terdiam aku dibuatnya,
Aku langsung saja menggenggam jarinya yang menyentuh pipiku, setelah itu menatapnya lekat, "Harus banget gitu"
"Harus" ucap Vanila
"Iya" ucapku
Awalnya jariku menunjuk kearah langit, kemudian aku mengarahkannya pelan kewajahnya yang cantik itu, dan reaksinya hanya tersenyum, lalu pipiku malah dicubit olehnya cukup keras, tapi, setelahnya dia memeluk lenganku sangat erat sampai aku tidak bisa menggerakkannya. Kenangan itu menghantuiku. Semenjak aku menuruni gerbong, aku berharap memulai hidup dan cerita yang baru nantinya, tapi, walaupun begitu aku memang selalu terbayang kecantikan dirinya, dan suara lembutnya itu seringkali terngiang dalam kepalaku. Aku hanya terdiam. Ternyata hidup itu tidak seindah waktu aku mendengarnya bernyanyi, dan juga, tidak semua langit malam itu dipenuhi oleh bintang, kemudian tidak akan pernah ada pelangi setelah hujan dimalam harinya.
...*********...
Aku membuka pintu,
Kulihat. Tidak ada seorangpun selain diriku sendiri, kemudian aku berjalan menuju kursi dibarisan yang paliing belakang, dan memutar kursinya menghadap kearah jendela, lalu aku duduk menopang daguku sembari menatap langit yang sedikit gelap. Sekitar dua tahun sudah berlalu. Perempuan cantik yang senyumannya itu menusuk jiwaku, dan tatapan matanya yang teduh membuatku terpaku melihatnya, tiba - tiba aku mendengar suara pintu terbuka yang membuatku langsung membalikkan badanku, lamunanku itu pun menghilang bersamaan dengan itu, kemudian aku beranjak dari tempat duduk lalu berjalan menuju kursi yang biasanya kududuki selama perkuliahan yang berada dibarisan tengah. Aku tidak suka duduk dibarisan depan dan belakang, karena aku lebih suka melihat suatu hal dengan seimbang antara baik serta buruknya, bagiku, tidak ada suatu hal yang sepenuhnya benar ataupun salah dalam kehidupan, jadi berada ditengah adalah posisi yang tepat bagiku.
Aku tidur dengan kedua tanganku sebagai alasnya,
Pikiranku langsung melayang,
Tinggi.
Tidak berapa lama, aku terbangun dari tidurku setelah lenganku ditepuk oleh temanku, kemudian aku mengeluarkan buku serta bolpoin, padahal semua temanku itu menggunakan binder untuk menulis sesuatu, bagiku, menulis dibuku itu lebih nyaman daripada binder, karena aku tidak akan kesusahan saat menulis pada bagian ujung kertas. Terdiam aku mendengarkan. Selama perkuliahan berlangsung aku menopang pipiku dengan tangan kiriku, sedangkan tangan kananku memainkan bolpoin diatas kertas yang penutupnya sengaja tidak kulepas, dan begitulah kegiatanku dikelas, aku tidak mempunyai suatu alasan untuk tertarik dalam hal apapun dikehidupan, bahkan aku sudah tidak bisa merasakan apapun dalam hatiku. Semuanya itu kosong.
Perkuliahanku sudah berakhir. Disaat aku sedang berjalan pulang, ditrotoar aku bertemu dengan temanku yang bersama dengan seorang perempuan disampingnya, sampai pada akhirnya kita bertiga berada dikosan perempuan itu, padahal aku dan mereka itu berbeda kampus serta jurusan, kemudian temanku itu mengangkat panggilan dihandphonenya saat berada didalam kamar lalu pergi meninggalkanku. Hanya kita berdua. Aku mengamati kamarnya yang semuanya itu tersusun dengan rapi dan wangi, kemudian aku melihat bunga mawar, cokelat serta potongan kertas dimeja belajarnya yang menarik perhatianku, wajar, perempuan secantik dirinya itu pasti mempunyai banyak penggemar, tapi, dia juga pasti mempunyai banyak pembenci dalam hidupnya.
"Aku, Safira" ucapnya
"Niko" ucapku, menjabat tangannya
Aku menahan tersenyum, "Kamu itu pacarnya?"
Dia cukup terkejut,
"Bukan. Kita cuman temen sekelas yang satu kelompok" ucap Safira, memalingkan wajahnya
"Kirain" ucapku
"Udah. Temenin aku disini" ucap Safira, sembari menepuk kasur disampingnya seakan menggodaku
"Iya" ucapku
Aku mengikuti permintaannya. Aku langsung duduk tepat disampingnya, dan Safira tersenyum manis, kemudian aku mengingat saat masa awal perkuliahan, aku yang berasal dari kota yang kecil melihat secara langsung perempuan dikota besar yang merokok dengan santainya, membawa seorang laki - laki masuk kekamarnya, pergi kediskotik bersama dengan temannya, serta masih banyak lagi yang tidak ingin aku tuliskan disini, semua itu adalah pemandangan yang tidak biasa bagiku. Entahlah. Aku tidak mengerti, kenapa orang kota mengatakan kampungan untuk orang yang tidak mempunyai tata krama, padahal justru orang dari kampunglah yang mempunyai tata krama dibandingkan mereka, tapi, ada satu hal yang aku sukai dari orang kota yaitu keterbukaan dan kebebasan berekspresi mereka yang begitu adanya dan itu jarang ditemukan saat kalian berada disuatu kota yang kecil atau desa yang menjunjung tinggi adat istiadat.
Safira menatapku lekat, lalu beranjak dari tempatnya. Dia berjalan keluar dari kamarnya, dan aku mengambil novel yang ada dimeja belajarnya, beberapa saat kemudian dia kembali dengan membawa dua cokelat hangat ditangannya lalu meletakkannya dimeja kecil didepanku. Setelah lama menunggu. Akhirnya temanku datang, rasanya aku mulai paham dengan semua yang terjadi, dan aku menyimpulkan bahwa temanku itu tidak ingin bersama Safira dikamarnya, karena aku mengenal pacar temanku itu yang terlalu cemburuan terhadap siapapun, apalagi dengan Safira yang merupakan perempuan yang mempunyai paras cantik. Aku hanya terdiam sembari membaca novel. Mereka terlihat serius mengerjakan tugas, kemudian aku menutup dan meletakkan novel yang aku baca dimeja belajar, lalu aku ikut membaca soal dari tugas mereka yang tidak kupahami, karena aku memang tidak diajarkan materi pengantar dan lain sebagainya yang mereka pelajari dijurusannya.
Safira tertidur pulas. Ditengah aku membuat kerangka presentasi, aku mengambil selimut yang terlipat rapi disamping bantalnya, sembari memindahkan tangannya yang tertekan oleh tubuhnya sendiri, setelahnya aku menyelimutinya dari pundak sampai kakinya. Temanku hanya terdiam. Aku melanjutkan kembali dalam mengerjakan kerangka presentasi tersebut, dan aku hanya menurutinya, karena aku tidak paham bagian mana yang ingin dimasukkannya kedalam presentasi, sampai akhirnya kita selesai mengerjakan tugas itu lalu menyimpannya keflashdisk, kemudian aku bersama temanku menutup pintu kamar dengan pelannya, agar perempuan itu tidak terbangun dari tidur nyenyaknya. Aku menutup gerbang kosannya dengan rapat.
"Maaf" ucap Ferdi
Aku menahan tersenyum, "Gakpapa. Safira itu cantik"
Ferdi tertawa pelan,
"Safira emang cantik. Tapi. Kamu masih belum ngerti dia kayak gimana aslinya" ucap Ferdi, merangkul pundakku
"Maksudnya?" ucapku, menoleh kearahnya
"Kamu udah makan? Aku yang bayar" ucap Ferdi, seakan mengalihkan perhatian
"Aku ngikut aja" ucapku
"Oke" ucap Ferdi
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
DHANIR K
gimana mo ada pelangi kalo malam, coba..
kan gelap....
2021-11-05
2
Sekar Rasi Karimah
Kebanyakan Prolog
2021-07-10
1
Di Et
👍
2021-04-20
1