Part 18 - Dendam?

Dikamarnya,

Kita. Aku dan Tanaya menonton film dilaptopnya, sebenarnya aku lebih banyak melihat wajahnya dibandingkan film yang diputarnya, kemudian dia menyadarinya dan menatapku dengan lekatnya, pipiku ditepuk pelan olehnya sembari tersenyum simpul saat melakukannya. Tanaya mengambil biskuit, lalu, menonton kembali filmnya. Aku keluar dari kamarnya, lalu, pulang tanpa pamit, karena aku teringat dengan tugas mata kuliah yang belum kukerjakan dan sesampainya aku dikosan, panggilan tidak kuterima dihandphoneku itu banyak sekali darinya, tapi, aku memilih untuk mengabaikannya, lagipula aku tidak kunjung mengerjakan tugasku nantinya, kalau, menerima panggilan darinya. Biarlah.

...Terlalu banyak waktu. Diabaikan...

...Terlalu sedikit waktu. Disesali...

...Manusia...

Kubuka pintu kamarku. Aku langsung mengerjakan tugas dan kulihat dihandphoneku yang menyala, Tanaya mengirimkan fotonya yang menunjukkan rasa kekesalannya, tapi, wajahnya itu seakan berusaha keras untuk menahan tertawa, kemudian dia mengirimkan kembali fotonya. Cantik dan manis. Aku meletakkan handphoneku dan kembali mengerjakan tugasku, disetiap aku menulis terbayang oleh wajahnya yang membuatku tersenyum simpul, kemudian aku memilih untuk berhenti sejenak dalam mengerjakan tugasku. Mengganggu. Setelah aku selesai dalam mengerjakan tugasku, aku melihat fotonya itu dalam waktu yang cukup lama dan pantaslah banyak orang yang menyukainya, itu semuanya karena tingkahnya yang menggemaskan yang ditambah oleh kecantikan paras wajahnya.

Mimpi yang indah,

Tanaya.

...*********...

Suasana begitu heningnya,

Aku memainkan tangannya sembari menunggu dia lengah, kemudian aku mengarahkan jari telunjuknya kearah lubang hidungku, setelahnya dia menahan rasa kesalnya, lalu, membersihkan jari telunjuknya, dan aku tertawa melihatnya, tapi, itu tidak berlangsung lama setelah aku dicubit olehnya dengan keras. Sakit luar biasa. Aku mempunyai keresahan saat dimana orang disekelilingku sedang terdiam, apalagi terlebih itu tidak melakukan apapun saat itu juga dan aku harus melakukan sesuatu, agar terjadinya suasana yang berbeda, aku tidak bisa melakukan suatu hal dengan seriusnya, padahal aku sudah berusaha keras. Begitulah.

"Nakal" ucap Tanaya

Tanaya memukul tanganku, sembari tersenyum simpul, "Sebenernya. Aku udah curiga dari awal, tapi, aku biarin aja tanganmu. Dasar"

"Ngeselin" ucap Tanaya

Suasana yang hening. Tidak melakukan apapun, serta, tidak ada sesuatu yang berbeda itu membuatku tersiksa dan saat itu juga, kulihat langit yang berwarna kehitaman terus bergerak, kemudian aku pikir melakukan taruhan kecil dengannya itu bisa menghidupkan suasana. Mungkin. Aku menunggu waktu yang tepat untuk melakukan taruhan dengannya, bukankah sedikit pengorbanan untuk hasil yang membanggakan adalah suatu tindakan yang hebat? Aku menepuk lengannya saat perempuan itu menatap kosong langit melalui jendelanya, kemudian aku melakukan hal yang sama dengannya.

"Tanaya" ucapku

Aku melihat langit dari jendelanya, sembari tersenyum penuh artian, "Kayaknya. Bentar lagi hujan. Deras"

"Tampar aku nanti. Kalau aku salah" ucapku

Dan,

Ternyata aku salah, lalu, dia langsung menamparku.

"Aku mau nanya. Kamu punya dendam? Nampar keras banget. Antusias banget namparnya" ucapku, tersenyum simpul

"Enggak punya dendam" ucap Tanaya

Aku memegangi pipiku yang ditamparnya, kemudian menatapnya dengan lekat, "Aku salah apa? Beneran aku curiga"

"Pengen aja nampar. Lagian kamu nawarin" ucap Tanaya

"Bercanda" ucapku

"Masa?" ucap Tanaya, menahan senyuman

"Iya" ucapku

"Maaf" ucap Tanaya

Rasanya. Tanaya melakukan kebohongan, aku merasakan tamparannya itu melampiaskan sesuatu darinya, tapi, aku tidak mengerti dan bertingkah seakan aku tidaklah menyadarinya, tamparannya itu bukanlah yang pertama kalinya aku terima dari seorang perempuan dalam hidupku, semua tamparan itu sangat menyakitkan walaupun dengan bercanda sekalipun. Perasaan itu merumitkan. Perempuan selalu bisa menyembunyikan perasaannya, bahkan mereka bisa sampai ditahap menghapus perasaannya sendiri, karena terlalu lama dalam menyembunyikan perasaannya itu didalam hatinya, kemudian perempuan yang menghilangkan perasaannya itu bisa melakukan tindakan diluar nalar.

Vanila.

Ada banyak hal yang ingin aku lakukan, tapi, pada akhirnya itu berakhir tanpa bisa melakukan bersamanya, dan tujuan yang tidak adanya perencanaan itu hanyalah sebuah harapan, kemudian tidak peduli berapapun foto yang kita ambil, perasaan itu tidak akan pernah bisa disimpan. Kenangan itu membekas. Terlalu banyak harapan bisa secara perlahan menyiksaku, dan terlalu sedikit harapan bisa secara perlahan membunuhku, sedangkan aku sebenarnya itu cenderung lebih berada kearah sedikit harapan, karena aku sudah tidak ingin menaruh suatu harapan yang tinggi kepada apapun itu dalam kehidupanku. Mengecewakan.

Itulah.

Aku menaikkan sweaterku ditangan kananku sampai kelengan, agar aku nyaman saat memainkan gitar dan Tanaya duduk memperhatikanku, kemudian aku memindahkan gitar kepadanya, matanya itu sudah menjelaskan semuanya disaat aku memainkannya. Perempuan yang menawan. Aku tidak mengerti dengan apa yang kulihat, perempuan yang memainkan alat musik itu menarik perhatian, terlebih alat musik yang dimainkannya itu seperti gitar, piano, biola serta lain yang sebagainya, percayalah, lalu, mereka yang bisa mengungkapkan kejujuran dan menjadi dirinya sendiri, apalagi mereka juga mempunyai karakter istimewa yang tidak dimiliki oleh banyak perempuan diumumnya.

"Ini bener gak?" ucap Tanaya

Aku mengarahkan jarinya kefret yang benar,

Tanaya menahan senyuman, "Bentar. Jariku kaku banget. Latihan terus harusnya"

"Dibiasain" ucapku

...*********...

"Nik" ucap Tanaya, pelan

Tanaya menatap kebawah, sembari meneteskan air matanya, "Keluargaku itu bermasalah. Makanya. Aku pengen banget punya keluarga sama kayak orang lainnya, tapi, kayaknya cuman harapan sampai kapanpun"

"Sampai pada akhirnya. Kita. Maksudku aku sama dia ketemu, terus, disinilah aku sekarang" ucap Tanaya, mencoba tersenyum

"Kadang" ucap Tanaya, bergumam

"Aku mikirin itu. Kenapa aku harus ketemu sama orang kayak temenmu? Semua orang itu beda waktu didepan sama dibelakang, tapi, kamu tetep sama malahan gak terpengaruh, terus kamu ngobrol kayak biasanya. Kamu itu beda. Aku tahu mereka itu bohong, terus aku cuman bisa ngikutin kayak yang mereka lakuin. Bohong" ucap Tanaya, mengusap air matanya

"Persetan. Semuanya itu kebohongan"

Didalam hati kecilku. Akupun menyimpan kebohongan.

Kalian pernah menyadari? Melakukan satu kebohongan itu berarti akan membuat kita akan terus menutupinya, dan apa yang kita lakukan untuk menutupinya itu dengan kebohongan yang lainnya, terciptalah alur berputar yang membuat kita susah keluar darinya. Bohong hanyalah perangkat. Semuanya itu terserah akan kita pergunakan untuk kejahatan ataupun kebaikan dengan perangkat tersebut, sedangkan aku tidak mengerti perangkat tersebut aku pergunakan kearah mana, dan semoga aku melakukannya untuk kebaikan, tapi, entah itu kebaikan untukku sendiri atau dirinya? Pertanyaan yang aku tidak bisa menjawabnya, begitulah, memang lebih mudah untuk menenggelamkan pertanyaan daripada menjawabnya.

"Nik" ucap Tanaya

"Kamu gak capek bohongin aku terus? Lakuin apa yang emang kamu itu pengenin, dan bukan karena emang kamu ngerasa bersalah. Kamu gak salah udah kenal sama aku, lagian itu kesalahanku sendiri" ucap Tanaya, memaksa tersenyum

Anehnya. Sedikitpun aku tidak berani menatapnya,

Entahlah,

"Kamu..." ucap Tanaya

Tanaya menatapku dengan lekatnya, "Janganlah ngerasa bersalah. Pikirin dirimu sendiri. Berapa waktu yang banyak kamu buang cuman buat nemenin aku yang bodoh? Sebenarnya kita gak terlalu deket awalnya, tapi, kamu bisa mikir sejauh itu. Sebegitu ngerasa bersalah?"

"Aku. Kamu. Dia. Semuanya itu berhubungan" ucapku

"Lucunya. Aku suka dibohongi sama kamu, padahal aku tahu itu bohong. Terusin itu bohongmu" ucap Tanaya, memegang lenganku

"Terusin" tekannya

"Kirain gak sadar aku bohongin" ucapku

"Sadarlah" ucap Tanaya

Episodes
1 Prolog
2 Part 1 - Tunjuk Satu Bintang
3 Part 2 - Bintang dilangit malam
4 Part 3 - Haknya
5 Part 4 - Kepercayaan
6 Part 5 - Dunia Penuh Tanya
7 Part 6 - Hati
8 Part 7 - Teorinya Sangat Berbeda
9 Part 8 - Setiap Orang Itu Punya Cerita
10 Part 9 - Tuduhan
11 Part 10 - Air Mata Itu
12 Part 11 - Berhak Dalam Bahagia
13 Part 12 - Penilai
14 Part 13 - Manusia Sangat Perasa
15 Part 14 - Hatilah Yang Berjatuhan
16 Part 15 - Apa Maksudnya Itu?
17 Part 16 - Cinta
18 Part 17 - Merendah Dan Mengalah
19 Part 18 - Dendam?
20 Part 19 - Penyesalan
21 Part 20 - Cahaya Dari Lilin Yang Berpijar
22 Part 21 - Kolam
23 Part 22 - Jawaban Dari Perasaan
24 Part 23 - Belajarlah
25 Part 24 - Arah
26 Part 25 - Perhatian
27 Part 26 - Kerelatifan
28 Part 27 - Terjebak Pada Kehidupan
29 Part 28 - Kenangan
30 Part 29 - Terluka Dipecundangi Dunia
31 Part 30 - Berkunjung
32 Part 31 - Penghubung Bumi Dan Langit Dikehadirannya
33 Part 32 - Jangan Lupa Bahagia
34 Part 33 - Membantu Diri Sendiri
35 Part 34 - Tetaplah Mencintai Dengan Seperti Biasanya
36 Part 35 - Bertanggungjawablah
37 Part 36 - Pendapat
38 Part 37 - Penulis
39 Part 38 - Diantara
40 Part 39 - Cerita Yang Indah Dan Bahagia
41 Part 40 - Tertawa Bukan Artinya Tidak Bersedih
42 Part 41 - Kebenaran
43 Part 42 - Bercanda
44 Part 43 - Terlihat Begitu Kuatnya
45 Part 44 - Keadaan
46 Part 45 - Membenci
47 Part 46 - Indahkah Semuanya Yang Terlihat Berkilau?
48 Part 47 - Kesedihan
49 Part 48 - Takut Dan Berani
50 Part 49 - Pengaturan
51 Part 50 - Keajaiban
52 Part 51 - Kegelapan
53 Part 52 - Khawatir Yang Berlebihan
54 Part 53 - Mereka
55 Part 54 - Kesalahan
56 Part 55 - Kisah Tanpa Judul
57 Part 56 - Kembali Seperti Biasanya
58 Part 57 - Kepedulian Bukan Perasaan Yang Sebenarnya
59 Part 58 - Pernyataan
60 Part 59 - Tentangku
61 Part 60 - Teruslah Ada Disampingnya
62 Part 61 - Mendua
63 Part 62 - Menyukai Itu Pilihan
64 Part 63 - Langit Harus Beragam
65 Part 64 - Hujan
66 Part 65 - Benarkah Manusia Itu Merasa Istimewa?
67 Part 66 - Terlalu Bahagia Itu Sangat Melelahkan
68 Part 67 - Keadaan Yang Memaksa
69 Part 68 - Kebahagiaan
70 Part 69 - Didunia Yang Sempurna
71 Part 70 - Kehidupan Suatu Pengulangan
72 Part 71 - Pertemuan Mencerminkan Perpisahan
73 Part 72 - Menghilang Dan Berkesan Itu Keahlian
74 Part 73 - Hitam Dan Putih Itu Warna?
75 Part 74 - Mencintai Itu Secukupnya
76 Part 75 - Sebab Dan Akibat
77 Epilog
78 Pengumuman
Episodes

Updated 78 Episodes

1
Prolog
2
Part 1 - Tunjuk Satu Bintang
3
Part 2 - Bintang dilangit malam
4
Part 3 - Haknya
5
Part 4 - Kepercayaan
6
Part 5 - Dunia Penuh Tanya
7
Part 6 - Hati
8
Part 7 - Teorinya Sangat Berbeda
9
Part 8 - Setiap Orang Itu Punya Cerita
10
Part 9 - Tuduhan
11
Part 10 - Air Mata Itu
12
Part 11 - Berhak Dalam Bahagia
13
Part 12 - Penilai
14
Part 13 - Manusia Sangat Perasa
15
Part 14 - Hatilah Yang Berjatuhan
16
Part 15 - Apa Maksudnya Itu?
17
Part 16 - Cinta
18
Part 17 - Merendah Dan Mengalah
19
Part 18 - Dendam?
20
Part 19 - Penyesalan
21
Part 20 - Cahaya Dari Lilin Yang Berpijar
22
Part 21 - Kolam
23
Part 22 - Jawaban Dari Perasaan
24
Part 23 - Belajarlah
25
Part 24 - Arah
26
Part 25 - Perhatian
27
Part 26 - Kerelatifan
28
Part 27 - Terjebak Pada Kehidupan
29
Part 28 - Kenangan
30
Part 29 - Terluka Dipecundangi Dunia
31
Part 30 - Berkunjung
32
Part 31 - Penghubung Bumi Dan Langit Dikehadirannya
33
Part 32 - Jangan Lupa Bahagia
34
Part 33 - Membantu Diri Sendiri
35
Part 34 - Tetaplah Mencintai Dengan Seperti Biasanya
36
Part 35 - Bertanggungjawablah
37
Part 36 - Pendapat
38
Part 37 - Penulis
39
Part 38 - Diantara
40
Part 39 - Cerita Yang Indah Dan Bahagia
41
Part 40 - Tertawa Bukan Artinya Tidak Bersedih
42
Part 41 - Kebenaran
43
Part 42 - Bercanda
44
Part 43 - Terlihat Begitu Kuatnya
45
Part 44 - Keadaan
46
Part 45 - Membenci
47
Part 46 - Indahkah Semuanya Yang Terlihat Berkilau?
48
Part 47 - Kesedihan
49
Part 48 - Takut Dan Berani
50
Part 49 - Pengaturan
51
Part 50 - Keajaiban
52
Part 51 - Kegelapan
53
Part 52 - Khawatir Yang Berlebihan
54
Part 53 - Mereka
55
Part 54 - Kesalahan
56
Part 55 - Kisah Tanpa Judul
57
Part 56 - Kembali Seperti Biasanya
58
Part 57 - Kepedulian Bukan Perasaan Yang Sebenarnya
59
Part 58 - Pernyataan
60
Part 59 - Tentangku
61
Part 60 - Teruslah Ada Disampingnya
62
Part 61 - Mendua
63
Part 62 - Menyukai Itu Pilihan
64
Part 63 - Langit Harus Beragam
65
Part 64 - Hujan
66
Part 65 - Benarkah Manusia Itu Merasa Istimewa?
67
Part 66 - Terlalu Bahagia Itu Sangat Melelahkan
68
Part 67 - Keadaan Yang Memaksa
69
Part 68 - Kebahagiaan
70
Part 69 - Didunia Yang Sempurna
71
Part 70 - Kehidupan Suatu Pengulangan
72
Part 71 - Pertemuan Mencerminkan Perpisahan
73
Part 72 - Menghilang Dan Berkesan Itu Keahlian
74
Part 73 - Hitam Dan Putih Itu Warna?
75
Part 74 - Mencintai Itu Secukupnya
76
Part 75 - Sebab Dan Akibat
77
Epilog
78
Pengumuman

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!