"Kalian itu mirip" ucap Adrian
Aku mencuci tanganku diwastafel, "Siapa?"
"Davina" ucap Adrian
Adrian bersandar ditembok, "Kalian mirip banget dari caranya mikir"
"Masa?" ucapku
"Terserah" ucap Adrian
Pendiam,
Sebenarnya. Aku tidak begitu pendiam dan justru orang yang memang dekat kepadaku malahan itu menganggapku terlalu berisik, aku hanya diam saat tidak ada lagi yang bisa menarik perhatianku, bahkan aku langsung begitu pendiam tanpa sepatah katapun terucap dariku. Terlebih. Aku hanya tidak ingin mengganggu orang lain yang sedang bercengkrama, dan bagiku, aku lebih menghindari untuk masuk kedalam suasana tersebut, karena aku hanya membawa suasana canggung saat berada ditengah mereka, aku mempersilahkan siapapun untuk berteman denganku, kemudian, aku juga mempersilahkan siapapun untuk pergi meninggalkan, kalau memang itu yang mereka inginkan.
Intinya,
Aku tidak begitu mempermasalahkan apapun yang terjadi dalam kehidupanku, terkadang, ada banyak orang yang menganggapku itu bukan seorang manusia, karena aku lebih banyak dalam bersikap dingin kepada orang lain, daripada bersikap hangat yang hanya disaat tertentu. Padahal. Aku malahan begitu memperhatikan suatu hal yang kecil dalam lingkungan, bahkan suatu hal yang mungkin tidak disangka orang lainnya, dan istilah lebih tepatnya itu akulah yang seorang pengamat, aku suka memperhatikan seseorang dalam hidupku, karena setiap orang itu pastinya mempunyai ceritanya tersendiri, walaupun orang itu mungkin sudah tidak mengenalku ataupun melupakanku.
"Pintar yang pemalas" ucap Tanaya
Tanaya menatapku lekat, "Kamu itu susah buat serius kebanyakan malah bercanda, tapi, semuanya bisa selesai"
"Heran" ucap Tanaya
"Aku itu bodoh. Makanya aku disekolahin biar pinter, kalau aku udah pinter ngapain juga sekolah" ucapku, tertawa kecil
"Ngapain serius banget? Konyollah. Dunia suka bercanda. Setiap orang itu pintar dijalannya tersendiri, pintar dan bodohnya orang itu hanya cepat atau lambatnya dalam memahami. Lagian. Emang semua orang pinter itu hidup bahagia? Enggaklah, aku berharap semua orang itu bisa menjalani kehidupannya dengan sepenuh hatinya. Bahagia. Hiduplah dari apa yang kamu cintai, maka, kamu akan mencintai kehidupan" ucapku, menatap kosong
"Tercerahkan" ucap Tanaya
"Kamu itu selalu punya cara yang unik disetiap keadaan, makanya, apapun yang kamu lakuin itu buat aku terkesan. Beneran. Kamu itu bisa menciptakan hal yang sederhana jadi bermakna" ucap Tanaya
"Banyak yang kupelajari" tambahnya
Tanaya menatapku lekat, "Jadikan setiap tempat itu sekolah, setiap orang itu guru, dan setiap waktu itu belajar"
"Bagus" ucapku
...Merendahlah dan mengalahlah kamu, sampai tidak ada satupun orang yang bisa merendahkanmu dan mengalahkanmu...
Menarik. Begitu indahkah semua kata yang kurangkai? Seindah itulah dimana aku dikecewakan oleh kehidupan, aku hanya bisa menuliskan semua keresahan yang ada didalam hatiku, dan bagiku, semua yang kutulis itu hanyalah kenyataan yang terjadi, waktu dimana aku yang tidak bisa melakukan apapun untuk mewujudkannya dengan sempurna. Tanaya melihat jendela. Berbagai kendaraan tetap menerjang hujan yang turun derasnya, kulihat, jarinya itu menyentuh kaca sembari mengikuti air yang mengalir turun, kemudian dia menatap kosong seakan memikirkan sesuatu dan juga, akupun hampir saja melakukan hal yang sama dengannya, aku mencoba dengan keras untuk mengabaikan apa yang kulihat serta kudengar dipemandangan itu. Tidaklah inginku terbuai dalam kehidupan.
"Kenapa?" ucapku
"Pengen banget pulang" ucap Tanaya
Aku tersenyum kecil, sembari melihat jendela, "Nantilah. Hujan masih deras. Bersabarlah"
"Bosen dikampus terus. Kamu gak bosen?" ucap Tanaya
"Enggak" ucapku
Tanaya langsung melihatku, "Masa? Kamu gak bosen? Padahal kamu itu seringnya dilobby sama dikelas, berarti kamu itu kayaknya bisa menciptakan sesuatu yang beda dikeadaan yang membosankan, atau, malahan udah nyaman"
"Jawab" ucap Tanaya
Aku sempat terdiam dan merenung,
"Setengahnya itu salah dan setengahnya itu bener. Aku gak selalu bisa menciptakan sesuatu yang beda dikeadaan yang berulang, dan juga, aku bukannya nyaman, tapi, lebih kayak pasrah. Kadang aku males buat apapun. Seringnya aku malesan" ucapku, tersenyum simpul
Aku terdiam dan merenung,
"Sama" ucap Tanaya
"Yaudah. Aku nyari lagi alesan biar gak sama. Bentar" ucapku
"Jangan. Biar kita sama" ucap Tanaya
Diluar,
Hujan turun deras.
Iya.
Disaat hujan sudah mulai reda kelihatannya, aku memberikan payungku kepada Tanaya, payungku itu ukurannya kecil dan lagipula akulah yang seharusnya menggunakannya, tapi, karena ada seorang perempuan yang berjalan disampingku maka terpaksa aku memprioritaskan dirinya. Begitulah. Aku dan Tanaya saat berada dikampus itu seakan tidak saling mengenal, bahkan disaat kita berdua berpapasan tidak ada yang menyapa sedikitpun, tapi, disaat kita berdua duduk bersama maka akan meruntuhkan semuanya itu, aku tidak mengerti dari tujuan dalam menyapa, karena, bagiku yang terpenting itu adalah bagaimana kita yang bisa saling memperhatikan ataupun memahami dalam artian yang sebenarnya.
Tanaya memutar payungku. Aku mengusap wajahku, lalu, aku menggoyangkan pohon yang ada didekatnya sebagai balas dendamku, tapi, dia memutar payungku kembali dan aku lupa payung itu masih dipegangnya, sampai aku harus mengusap wajahku lagi yang terkena air karena putaran dari payung. Dikosannya. Aku duduk tepat didepan kamarnya, dan menunggunya berganti pakaian itu cukuplah lama, bahkan aku sempat tertidur karena pintu kamarnya itu tidak kunjung terbuka, setelah menunggu beratus tahun lamanya dia keluar dari kamarnya serta pakaiannya tidak berganti, sebenarnya apa yang dia lakukan didalam kamarnya sampai aku harus menunggunya lama? Tanganku ditarik olehnya, kemudian pintu kamarnya itu ditutup rapat dan aku melihatnya tersenyum saat tangannya itu seakan ingin melepas pakaiannya keatas, lalu, dia tersenyum penuh artian kemudian mencubit kedua pipiku dengan gemasnya. Terkejut aku dibuatnya.
"Dasar semua cowok" ucap Tanaya
Tanaya menatapku lekat, "Kamu itu beda. Apa kamu gak suka cewek? Curiga aku jadinya. Masa cuman diem"
"Ditahan?" ucap Tanaya
...*********...
"Ini" ucap Tanaya
Aku menerima dan langsung membuka cokelatnya,
"Cokelat dari Faisal" ucap Tanaya
Aku berhenti memakannya, "Buat aku semua? Aku jadi kayak..."
"Habisin" ucap Tanaya
Tanaya menopang dagunya, kemudian menatap kosong, "Aku diajak nonton, terus aku dikenalin sama temen nongkrongnya, tapi, aku gak ada perasaan apapun sama dianya. Aku jahat gak? Menurutmu aku gimana?"
"Harusnya gak kuterima itu ajakannya" ucap Tanaya, bergumam
"Berarti kamu mulai ada perasaan" ucapku
"Enggaklah" ucap Tanaya
Aku melihat kearahnya, "Kamu nerima ajakannya itu pertanda"
"Bener" ucap Tanaya
Tanya menatapku lekat, "Kamu sebagai cowok ngelihat cewek itu kayak gimana? Aku pengen tahu"
"Penasaran" tambahnya
Aku menatap kedepan, sembari tersenyum simpul, "Mungkin. Cewek yang cantik wajahnya itu emang buat cowok menatap, tapi, cewek yang cantik hatinya itu justru buat cowok menetap"
"Jawabannya" ucap Tanaya, menepuk lenganku
Aku tidak bisa menahan tawaku,
"Bisaan" ucap Tanaya
Aku sulit memberikan jawaban yang pasti kepada orang lain, karena aku sendiripun juga dipenuhi oleh keraguan, dan kuperhatikan perempuan itu merenungi sekali apa yang kuucapkan, padahal aku hanya sekedar bercanda dengan pertanyaanku itu, tapi, matanya itu seakan melihat kedirinya yang terdalam. Hanya sementara waktu. Tanganku bergerak dengan sendirinya untuk merapikan rambut diwajahnya, kemudian aku menyelipkannya dibalik telinganya, dan Tanaya hanya menatapku, sembari tersenyum manis dengan apa yang kulakukan, setelahnya aku memalingkan wajahku darinya karena malu, terlebih suasana menjadi canggung sampai tidak ada diantara kita berdua yang mencairkannya, lalu, waktu seakan berjalan dengan lambatnya atau malah berhenti saat itu juga.
Setelahnya,
Tanaya mulai bercerita, sembari memetik gitarnya. Katanya dia merasa bersalah karena terus menolak ajakan, sampai pada akhirnya dia menerima ajakan dari Faisal untuk pertama kalinya, dan begitulah, aku harus mendengar cerita sehariannya bersama dengan laki - laki yang mengajaknya itu. Baguslah. Aku hanya ingin perempuan disampingku itu membangun lagi kepercayaannya terhadap seorang laki - laki, karena semenjak kejadian itu hatinya seakan tertutup dan sekarang mulai terbuka, walaupun aku sedikit terpikir bagaimana kalau dia tersakiti kembali nantinya, tapi, aku juga tidak ingin melihatnya yang menutup hatinya terus menerus, bahkan sampai orang lain tidak bisa mendekatinya sedikitpun.
Perlahan, tapi, pastilah,
Terbuka
Lagi.
"Nik" ucap Tanaya
Tanaya memberikan spidol yang permanen, "Tulis apapun digitarku biar jadi kenangan nantinya"
"Apapun yang bener" tambahnya
Selesai aku menulisnya,
Tanaya menoleh kearahku, sembari mengernyitkan dahinya,
"Aksara jawa, tapi, bahasa indonesia" ucapku
"Apa?" ucap Tanaya
"Cahaya" ucapku
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments