Seminggu telah berlalu sejak Ibunya Mayra meninggal.
Selama tujuh hari itu juga Mayra cuti kerja hingga membuat Rafka merasa takut. Takut Mayra mengingkari janjinya.
Di raga lain, Mayra jadi sering melamun tentunya ia memikirkan bagaimana nasibnya nanti setelah ia menikah dengan Rafka.
Andai waktu bisa diputar kembali, ingin rasanya Mayra membatalkan penawaran yang Rafka berikan untuknya.
Namun ia tak menyesali semua yang telah terjadi pada dirinya termasuk ditinggalkan Ibu yang sudah ia anggap sebagai Ibu kandungnya juga nanti ia harus menikah dengan Rafka yang tak dicintainya sebagai ganti dari uang yang ia pakai
Ia sadar bahwa semua yang terjadi memang sudah menjadi garis takdir yang telah Allah tentukan untuknya.
Drtt...Drtt....
Dering ponsel menyadarkan Mayra dari lamunannya.
Nomor tidak dikenal? Batinnya.
Mayra pun segera mengangkatnya ditakutkan orang penting.
Mayra : Assalamu'alaikum...Ini dengan siapa ya?
Rafka : Wa'alaikumsalam...Bos kamu!
Mayra : Pak Rafka? Bapak dapat nomor ponsel saya dari siapa?
Rafka : Nomor ponsel kamu ini pasaran jadi sudah tersebar pada setiap staf yang ada di perusahaan saya!
Mayra : Hmm...Ada apa ya Pak? Langsung ke intinya saja! Saya sedang malas berdebat!
Dasar gadis tengil! Batin Rafka menggerutu.
Rafka : Siapa juga mau mengajak berdebat? Saya hanya mau mengingatkan kamu untuk jangan coba-coba lari dari tanggung jawab.
Mayra : Bapak tenang saja,saya tidak akan lupa pada tanggung jawab saya!
Rafka : Bagus kalau begitu! Nanti malam keluarga saya akan datang ke rumah kamu untuk mengkhitbah.
Mayra : Apa? Yang benar saja Pak? Mengapa buru-buru sekali? Saya baru saja kehilangan Ibu saya, makam Ibu pun masih belum kering! Apa tidak bisa ditunda beberapa hari lagi?
Rafka : Lebih cepat lebih baik! Tugas kamu itu hanya menerima khitbahan dari saya! Gampang kan?
Mayra : Gampang menurut Bapak,tapi tidak menurut saya!
Rafka : Apa susahnya tinggal jawab 'ya saya terima'?
Mayra : Hmm baiklah Pak...
Mayra benar-benar sangat malas meladeni Rafka akhirnya ia memutuskan panggilannya terlebih dahulu.
"Gadis tengil ini sepertinya sudah pasrah sekali!" Gumam Rafka.
Mayra semakin frustasi memikirkan ini semua. Jika ia sudah dikhitbah itu artinya ia akan segera menikah.
"Bu...Do'akan aku ya! Semoga aku bisa melewati ini semua." Tutur Mayra sembari mengusap-ngusap foto Ibunya.
*
Malam harinya sebagaimana yang telah dikatakan Rafka bahwa malam ini keluarganya akan datang untuk mengkhitbah.
Dan kini mereka sudah ada di hadapan Mayra dan Arif.
"Jadi kedatangan kami kemari untuk mengkhitbah Mayra untuk putra kami Rafka." Ucap Nizam.
Arif memasang wajah kagetnya,"Apa ini serius?" Tanyanya tak percaya.
"Iya Pak,bagaimana?" Jawab Nizam.
"Kalian yakin ingin mengkhitbah putri saya? Kami ini bukan orang berada dan tidak memiliki pangkat pula." Tutur Arif.
"Semua manusia sama di hadapan Allah, yang membedakannya adalah tingkat ketaqwaannya." Balas Nizam.
"Bagaimana May?" Arif langsung menanyakan pendapat Mayra.
"Hm...Bismillah aku menerimanya." Ucap Mayra sesuai dengan perintah Rafka.
Bagus! Batin Rafka senang.
"Alhamdulillah.." Ucap mereka bersamaan.
"Akhirnya kita mendapatkan adik ipar juga!" Seru Syafa.
"Jadi ini calon istrinya Uncle Rafka?" Tanya Salwa.
"Iya." Jawab mereka.
"Aunty cantik seperti aku!" Seru Salwa dengan sangat percaya diri.
Mereka yang mendengarnya pun hanya bisa tertawa mendengar penuturan Salwa.
Setelah khitbahan resmi diterima, Aqeela segera menyematkan cincin berlapis emas di jari manis Mayra.
"Kami tidak ingin menunda-nunda hal baik Pak, jadi bagaimana jika kita menyegerakan pernikahan mereka?" Nizam mengutarakan sarannya.
"Bagaimana baiknya saya ikut saja." Jawab Arif.
"Jika akadnya dilaksanakan seminggu lagi bagaimana?" Tanya Nizam.
"Apakah waktu persiapannya akan cukup?" Arif bertanya balik.
"Kita akan menyerahkan semuanya pada WO dan untuk tempat pelaksanaan akad akan dilangsungkan di gedung pribadi keluarga kami! Apa Bapak tidak keberatan?" Jelasnya.
"Tentu tidak, saya mengucapkan banyak terimakasih atas segala kebaikan keluarga Bapak yang telah bersedia menerima Mayra apa adanya." Tegas Arif.
"Iya sama-sama! Kami juga berterimakasih karena Bapak dan Mayra sudah berkenan menerima khitbahan putra kami." Aqeela yang menjawabnya.
"Iya." Jawab Arif.
"Karena semuanya sudah clear, jadi kami langsung pamit undur diri dikarenakan hari sudah semakin malam." Ucap Nizam.
"Mohon maaf karena kami sebagai tuan rumah tidak dapat melayani tamu dengan baik!" Ucap Arif merasa tidak enak hati.
"Tidak masalah Pak, seharusnya kami yang meminta maaf, bukan maksud kami tidak menghargai almarhumah sebab ini baru hari ke-7 beliau pergi tetapi kami tidak ingin menunda-nunda niat baik sekaligus istri saya sudah sangat tidak sabar ingin menikahkan putra bungsu kami." Ucap Nizam.
"Iya Pak saya bisa mengerti." Jawab Arif.
"Kalau begitu kami sekeluarga pamit! Assalamu'alaikum..." Mereka sekeluarga berlalu dari rumah Mayra.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Arif serta Mayra.
Kedua mobil yang ditumpangi keluarga itupun melaju dari pekarangan rumah Mayra hingga tak terlihat lagi.
"Ayah? Apa Ayah merestui ini semua?" Tanya Mayra.
"Tentu saja nak! Sebagai seorang Ayah tak ada lagi yang membahagiakan kecuali melihat anaknya bahagia." Tegas Arif.
"Terimakasih Ayah." Ucap Mayra.
"Kamu sendiri bagaimana? Apakah kamu bahagia setelah dikhitbah?" Arif balik bertanya.
Entahlah Ayah...Aku tidak tahu harus sedih atau bahagia menghadapi kenyataan ini! Batin Mayra.
"May? Kamu baik-baik saja kan? Ayah perhatikan kamu jadi murung?" Tanya Arif khawatir.
"Aku baik Ayah! Ayah tidak perlu mengkhawatirkanku." Jawabnya.
"Oh ya,Ayah seperti melihat mereka seminggu yang lalu saat Ibu sedang diajikan." Arif mengingat-ingatnya.
"Memang mereka ada disini waktu itu dan sebenarnya yang mengkhitbahku tadi itu bosku." Jelas Mayra.
"Kamu serius?" Arif masih belum mempercayainya.
"Iya." Jawab Mayra meyakinkan.
"Ayah jadi teringat pada uang yang kamu pinjam dari dia." Ucap Arif.
"Ayah tidak perlu memikirkannya, semuanya sudah beres." Balas Mayra dengan santai.
"Sudah beres? Maksudnya?" Arif mengernyitkan keningnya,"Jangan katakan ada kaitannya dengan khitbahan tadi?" Lanjutnya menebak.
Mengapa Ayah bisa tahu? Mengapa tebakannya bisa benar? Nalurinya sungguh kuat padaku! Padahal Ayah bukan Ayah kandungku! Fikir Mayra heran.
"May? Jawab Ayah! Mengapa kamu malah melamun?" Arif mendesaknya.
"Mungkin ini sudah menjadi jalan takdirku, Ayah tolong do'akan aku ya! Semoga aku bisa melewati ini semua dengan lancar." Tutur Mayra.
"Jadi maksudnya memang benar khitbahan ini ada kaitannya dengan peminjaman uang pada bosmu itu?" Arif memastikannya.
Mayra hanya tersenyum tipis, ingin sekali rasanya ia memberitahu segalanya namun fisiknya tak berani untuk mengatakan itu semua sebab ia tak ingin membuat Ayahnya merasa bersalah karena masalah ini bisa ada akibat uang yang dipinjam dari Rafka sebesar 30 juta.
Arif juga tidak mengetahui bahwa Mayra memegang uang 30 juta, yang ia tahu hanya 10 juta itupun habis untuk dibayarkan biaya operasi dan juga perawatan Titin selama di rumah sakit.
Yang Arif kira Mayra menggunakan uang tabungannya untuk tahlilan kecil-kecilan selama seminggu ini. Namun perkiraan Arif itu salah, sebenarnya uang yang selama ini Mayra gunakan untuk mengurus ini itu adalah masih uang dari Rafka sisa membayar administrasi rumah sakit.
.
.
.
Mohon maaf nih Dedek lihat yang baca Novel ini perharinya ratusan ehh yang like cuma belasan😧Pada numpang baca aja nggak mau sematin like😥Seenggaknya like atuh meuni koret pisan kamumah 😂✌
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments
Perjuangan cinta Tuan Muda
2 like lg. 😊
2021-04-07
0
Ria Diana Santi
5 like hadir!
2021-02-13
2
barokah sari
semangat 💪💪
2021-01-04
1