"Jadi bagaimana Nak? Kamu setuju?" Pak Hasan dan wanita yang bernama Melly menjelaskan pada Anitha sesampai di rumah pak Hasan.
"Sepertinya begitu lebih baik Pak. Aku harus bisa sukses di sini Pak." Anitha memikirkan jauh ke depan. Dia menjadikan pekerjaan ini sebagai batu loncatan suatu hari nanti.
"Kamu benar Dek, menurut mbak kamu bisa pikir panjang. Gak masalah soal status kerja yang penting halalkan?" Melly menyebutkan mbak pada dirinya. Dia ingin Anitha tidak memanggilnya dengan sebutan ibu.
Dilihat dari raut wajahnya terlihat seperti wanita usia 30 tahunan. Tetapi siapa yang tahu perawatan orang kaya bisa membuat penampilan lebih muda dari usia.
"Iya Mbak. Tak ada guna gengsi jika harus mempertaruhkan nyawa sendiri. Zalim saya sama diri saya sendiri," ucap Anitha dengan nada pelan tanpa berniat menggurui siapapun.
"Kamu tipe yang dicari oleh mbak aku, Dek. Cantik dan pintar. Jangan tersinggung ya Dek dengan kriteria kakakku. Walau asisten rumah tangga gajinya sama dengan kerja di kantor Dek." Melly menjelaskan.
"Gak Mbak, aku justru terima kasih sekali." Anitha masih bisa bersyukur sekali lagi, di tengah kekacauan ini ada solusi yang diberi Allah untuknya. Doanya terkabul saat dia berdoa keluar dari rumah Ajeng di tengah malam buta yang mau mendekati dini hari. Namun tiada penyesalan baginya dengan doa yang sudah dipanjatnya.
Terbaik menurut dia belum tentu baik menurut Allah, begitu sebaliknya. Anitha hanya pasrah setelah berusaha.
"Tetapi harus sabar ya Dek, suami kakakku jarang bersahabat. Tak perlu saya jelaskan semua. Dek Anitha bisa lihat sendiri dan mengenali bagaimana mereka," kata Melly terdengar sedikit misterius.
"Iya Mbak, tak apa," jawab Anitha dengan rasa terima kasih.
"Kamu tenang saja Dek, jika kamu telah merasa aman, kamu bisa kerja di butik saya jika kamu bersedia."
"Oke Mbak, kita pastikan dulu apa aku benar dicari si Ajeng apa tidaknya."
Melly telah menelpon kakaknya. Menceritakan sedikit banyak tentang rentetan peristiwa yang terjadi, dan mengatakan Anitha orang yang cocok dicari kakaknya. Dia tak lupa meminta kakaknya menjemput dan memberikan lokasi keberadaan mereka berdua.
Sambil menunggu jemputan Anitha meminta izin pak Hasan meminjamkan dia telepon genggam karena ingin mengabari ibunya.
Ibunya harus tahu dan keluar sementara dari rumah, kalau perlu dari desa menjelang masalah ini jelas. Walau rasanya terkesan berlebihan tetapi lebih baik Anitha waspada. "Pak ... boleh saya meminjam ponsel Bapak untuk mengabari ibu apa yang terjadi."
"Bagaimana kalau pakai ponsel mbak saja, suruh ibu save sekalian. Jika perlu ibu bisa hubungi mbak saja." Melly tahu kalau kartu Anitha tak ada karena sudah dibuang.
"Terima kasih sekali lagi ya Mbak."
Anitha lalu menceritakan pada ibunya soal dia akan dijual Ajeng dan meminta ibunya keluar dari desanya untuk sementara atau ke rumah saudara yang lain. Asal tidak sendiri di rumah.
"Maafkan aku ya Bu, niat hatiku pergi jauh dari Ibu untuk mengurangi beban Ibu. Ternyata yang ada aku malah membuat Ibu tambah susah."
"Sudahlah Nak, kamu tabah begini, ibu sudah bersyukur sekali. Ibu tak apa, ini mungkin ujian bagi kita. Semoga kamu bisa lebih sukses walau untuk saat ini kamu jadi asisten rumah tangga." Doa ketiga di hari yang sama dan ini adalah doa yang paling sering diijabah oleh Allah, doa dari seorang ibu.
"Jika selama ini aku hampir tak pernah menyesali keputusan aku Bu, tetapi yang satu ini aku menyesal sekali. Aku membuat Ibu harus pergi dari desa yang penuh dengan kenangan ayah. Maafkan aku Ibu ...." Anitha tergugu dalam tangisnya.
Ibunya memberi ruang bagi Anitha untuk menangis, tak ada yang bisa didengar Anitha jika ibunya pun berbicara.
Anitha melanjutkan omongannya setelah isak tangisnya mulai reda. "Andai aku lebih memilih kembali pada Ibu mungkin tidak akan seperti ini Ibu, maafkan aku Ibu ... maafkan aku ...." Suaranya bergetar menahan rasa menyesalnya. Walau tidak lagi menangis, kesedihan masih terpampang jelas di wajah cantiknya.
"Tak ada yang perlu disesali Nak, inilah jalan hidup yang harus kamu lalui. Kita hanya harus menerima dan menjalankan dengan ikhlas. Semoga ada jalan yang lebih baik setelah ini." Ketenangan dan ketabahan ibunya menjadi obat penawar dukanya.
"Aamiin, iya Bu aku akan tabah dan Ibu save nomor mbak Melly ya Bu. Jika ada apa-apa mbak Melly berpesan jangan sungkan meneleponnya," kata Anitha sambil melirik mbak Melly, dan yang dilirik mengangguk dengan tulus.
"Iya Nak, Ibu akan simpan nomor ini."
"Jadi ibu akan ke rumah paman?" Anitha memastikannya.
"Iya siap ini ibu akan langsung ke rumah pamanmu, dan meminta mengantarkan ibu pada kakak ayahmu, karena ibu lebih senang tinggal sama kakak ayahmu." Walau ayah Anitha sudah tak ada, hubungan ibu Anitha dan keluarga ayahnya tak ada yang berubah.
"Baik Bu, Anitha tutup telepon dan kabari mbak Melly kalau ibu sudah sampai ditempat mak uwo." Anita memanggil kakak ayahnya dengan sebutan mak uwo. Dan mak uwo Anitha juga sudah sendiri hidupnya.
Anitha mengembalikan ponsel Melly dan tak lupa mengucapkan terima kasih. Tak lama lima orang berpakaian kemeja putih pas body dan celana kain hitam model slim fit datang bersama wanita yang begitu elegan.
Dengan sopan mereka mengetuk pintu rumah pak Hasan walau pintu itu tidak tertutup.Mereka memarkirkan mobil-mobil mewah hanya di depan jalan besar.
Melly memang meminta mobil tidak masuk ke gang rumah pak Hasan. Melly tidak ingin terlalu mencolok, walau kehadiran kakak dan bodyguard suaminya masih terlihat mencolok untuk ukuran area pemukiman rumah pak Hasan.
Pak Hasan menyambut tamunya dan mempersilakan masuk, tetapi Melly cepat membatasi supaya tidak terlalu lama. "Kami langsung berangkat saja ya Pak, yang dibalas anggukan ramah dari nyonya kaya tersebut.
Anitha pamit pada ayah dan ibu angkatnya dengan derai air mata. Setelah juga meninggalkan nomor ponsel Melly dan ibu Anitha sendiri pada ayah angkatnya.
"Bapak jangan cemas, jika ada yang mencari Anitha, suruh susul ke alamat ini. Suruh dia mencari atas nama tuan Nansen Adreyan," kata nyonya kaya yang bernama Allea Bhetriya.
"Baik Bu, terima kasih. Saya titip putri angkat saya." Pak Hasan melepas Anitha dengan berat hati.
Anitha dan orang-orang nyonya Allea mulai menuju ke arah badan jalan yang tak begitu jauh dari gang rumah pak Hasan.
Anitha sungguh terkejut ketika salah satu kaca mobil terlihat terbuka turun dan melihat raut wajah yang sungguh dingin membuat jantungnya menjadi tidak normal. Takut ... satu kata itu yang Anitha rasakan.
Namun inilah seorang Anitha Putri, jika orang lain takut akan menunduk. Tidak dengan Anitha. Dia menatap kearah calon majikannya walau dengan bibir setengah terbuka menandakan dia jelas-jelas terkejut.
"Eheeem ...." Melly yang berada tepat disebelah Anitha mendehem.
"Maaf Mbak, aku terkejut dengan raut dingin yang ditampilkan tuan." Kata-kata Anitha jelas tidak disaring oleh otaknya yang terbilang cerdas.
Mbak Melly menarik tangan Anitha menjauhi mobil abang iparnya. Dia sangat yakin abang iparnya mendengar omongan Anitha sebelum mereka berlalu menuju mobil yang dibelakang abang iparnya.
Mereka membawa tiga mobil dan mobil abang iparnya berada diurutan kedua. "Rasa orang penting aku mbak, padahal cuma calon asisten rumah tangga," kata Anitha sedikit merasa miris.
***/
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
🥰🥰 Si Zoy..Zoy..🤩🤩
Aku mau dong di temukan dengan abang ipar Melly....🤭🤭
2021-08-21
0
🍾⃝ ͩSᷞɪͧᴠᷡɪ ͣ
art jA dijemput 3mobil😁👍
2021-04-20
0
Fitriani
mulai seru nih...
2021-04-06
0