Upik Abu Jadi CEO
"Aku sudah tidak menginginkan lagi hidup bersamamu, tiga tahun ini aku mengalah dengan semua sikap dan perlakuanmu. Mari kita menghentikan pernikahan ini!" Suara Anitha terdengar menggelegar memecah malam sunyi.
"Baik, kalau itu maumu silahkan angkat kaki dari rumah ini, tanpa membawa apapun selain pakaianmu!" Terdengar suara lain dengan sama menggelegarnya.
"Ingat, bagiku kau hanya wanita lemah tak berdaya, wanita yang hidupnya hanya mampu menopangkan hidup padaku. Kau hanya wanita mandul yang tak pernah diharap keluargaku. Tak bisa memberikan aku dan keluargaku kebahagiaan."
"Terserah! Aku tak ingin mengklarifikasi apapun lagi," jawab Anitha.
"Ke mana kau hendak pergi di malam buta ini? Aku takut kau malah menjual dirimu yang hanya sisa dari aku!" Kembali suara yang merendahkan si wanita yang tak lain adalah suami dari Anitha.
"Plak ...." Satu tamparan mendarat di pipi suaminya. Anitha menampar suaminya. Rasa kesal yang ditahan selama ini membuat jejak merah muncul di pipi yang statusnya masih suami.
"Aku memang wanita lemah dan mandul! Tetapi aku bukan wanita yang mudah kau tindas. Jika selama ini aku diam, hanya bentuk hormat dan baktiku padamu." Suara Anitha terdengar dingin.
"Pergilah kemas pakaianmu. Aku memberi waktu setengah jam untuk pergi dari hidupku."
Anitha pergi ke kamar dan mengambil sebuah koper yang berukuran sedang dan menyeretnya ke ruang tamu. Anitha memang sudah mengemas pakaian yang akan dibawanya.
Anitha awalnya berniat pergi dengan diam-diam. Namun, dia tak mau dianggap pengecut dan kabur sebelum menyelesaikan masalah.
Anitha terus berjalan ke ruang tamu sambil menyeret koper dan menenteng sebuah tas sandang yang tidak terlalu besar.
Sebuah suara menghentikan langkahnya. "Ternyata kamu sudah berniat, hanya 5 menit kamu telah selesai berkemas!"
"Ya, kau benar" Anitha menyahut dengan singkat.
"Pergilah!"
***
Anitha Putri, seorang gadis sarjana manajemen bisnis di sebuah kampus ternama. Dulu di kampus dia wanita yang aktif dan termasuk mahasiswi yang cerdas.
Anitha tamat S1-nya dengan rentang waktu 3.6 tahun, dengan ipk 3.9. Tamat kuliah Anitha dilamar oleh seorang pria yang bernama Sahrul Kurniawan. Mereka lalu pindah dan menetap di kota Dumai.
Sahrul Kurniawan, pria kelahiran 30 tahun silam. Dia seorang kepala cabang di perusahaan kontraktor. Selesai Anitha kuliah dia langsung melamar dan melarang Anitha untuk bekerja. Anitha harus di rumah dan mengurus suami dan anak-anak kelak.
Anitha menerima lamaran Sahrul karena dia memang sangat mencintai Sahrul. Mereka telah menjalani hubungan selama 2 tahun. Baginya tak ada masalah harus menjadi istri dan ibu yang baik. Namun dia belum beruntung mendapat buah hati dan mendapatkan sebutan ibu.
***
Hujan seakan ingin mendinginkan kepala yang panas, membasahi kota Dumai. Sebuah tangisan akhirnya menemani hati seorang wanita rapuh, dia sedang berteduh di sebuah terminal bus. Dia adalah Anitha.
"Akhhh aku tak ingin menangis, bukankah aku sudah berusaha selama ini, dan kini ini yang aku inginkan? Untuk apa aku bertahan dalam sebuah rumah yang sudah tak bertiang utuh. Hanya tinggal menunggu keruntuhan, dan akan menimpa penghuninya." Batin Anitha disela isak tangis yang menjadi. Dia hanya ingin melepaskan sejenak beban hati.
Anitha bingung, kemana dia hendak pergi. Dia bisa saja pulang ke rumah orang tuanya yang berada di Padang. Akan tetapi dia tak ingin menambah beban pikir Ibu. Ibu yang hanya seorang janda dari pensiunan.
Ayah Anitha baru saja berpulang beberapa bulan yang lalu. Sejak ayahnya meninggal ibunya sering sakit-sakitan. Anitha pernah hendak membawa ibunya ke kota Dumai. Ibunya menolak dengan alasan karena di Padang inilah kenangan bersama ayahnya.
Anitha sungguh bingung akan ke mana. Saldo di atm tidak memadai. Suaminya memang selalu membatasi belanjanya. Uang gaji suami yang mengelolah sendiri. Anitha hanya diberi jatah bulanan.
Menjelang hujan reda, Anitha bersandar di salah satu bangku tempat penumpang menanti mengantri karcis.Dia menyeka air mata yang terus menetes. Hatinya terasa sangat perih. Terlunta-lunta di jalanan suatu hal yang tak pernah dia bayangkan selama ini. Anitha memutuskan tak ingin meratapi nasib terlalu jauh. Kembali dia menyeka air mata.
Dia mengeluarkan ponsel dan menilik satu persatu nomor siapa yang akan bisa dijadikan tempat tujuan sementara. Perhatian Anita terfokus pada sebuah nama teman wanita saat dia kuliah. Ajeng Rahayu.
Ajeng adalah kawan akrab Anitha saat di kampus. setelah tamat Ajeng langsung ke Jakarta dan bekerja di sebuah perusahaan yang ternama sebagai staf accounting. Kabar terakhir Ajeng belum menikah.
"Hello Jeng, apa kabar?"
"Hello An ... kabarku baik."
"Apa aku mengganggu waktu istirahatmu?" Karena waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
"Tidak juga kalau untukmu," jawab Ajeng santai.
"Terima kasih," jawab Anitha.
"Ada apa? Jika tidak penting, aku tahu pasti kamu tidak mau meneleponku jam segini," lanjutnya kemudian.
"Aku diusir setelah aku meminta cerai, aku tak sanggup lagi dengan semua perlakuan suamiku padaku. Aku tak ingin pulang menambah beban ibuku." Anitha bercerita secara ringkas pada sahabatnya.
"Jadi sekarang kamu di mana?" tanya Ajeng.
"Aku di halte bus, aku hanya punya uang satu juta. Aku tak tahu harus ke mana," kata Anitha terdengar bingung.
"Hmmm, sekarang coba mencari travel ke kota Pekanbaru saja yang terdekat. Lalu cari hotel menjelang pagi dengan cost sesuai uangmu. Besok pagi aku transfer uang tiket pesawat. Kamu mencari kerja di sini saja. Nanti aku bantu," kata Ajeng.
"Terima kasih Jeng, aku takkan lupa budi baikmu malam ini," ucap Anitha penuh syukur.
"Sudahlah, tak perlu berkata seperti itu. Kita bersahabat bukan hanya untuk senang-senang. Carilah travel, hari belum terlalu malam dan kirim nomor rekening malam ini juga. Pesanlah secara online penerbangan untuk besok pagi. Aku tunggu kamu di Jakarta."
"Ok," jawab singkat Anitha. Hanya itu yang bisa dijawab oleh Anitha.
"Ok, telfonnya aku tutup ya, besok pagi kabari aku. Nanti jangan lupa kirim nomor rekening kamu ya An." Terdengar suara Ajeng menegaskan kembali.
"Ya."
Anitha memesan taksi dan tak lama setelah taksi datang. Anitha beranjak dari halte bus. Taksi menembus jalanan kota yang terlihat mulai gelap karena tidak semua lampu kota menyala. Anitha meminta dicarikan travel ke kota Pekanbaru.
Kini Anitha sudah di travel. Mobil kembali membawa Anitha ke tujuan. Perjalanan yang cukup lama bisa membuat Anitha beristirahat di mobil melepas lelah fisiknya.
Saat ini Anitha sudah sampai di kota Pekanbaru. Mobil telah berhenti di sebuah hotel. Dia meminta antarkan pada supir travel. Setelah membayar ongkos, Anitha mengucapkan terima kasih dan turun. Lalu melangkahkan kaki menuju pintu hotel.
"Selamat malam Bu, ada yang bisa kami bantu?" Sapa lembut seseorang resepsionis menyambut kehadiran Anitha.
"Saya mau pesan kamar standar saja untuk satu malam ini, apa ada?" tanya Anitha penuh keletihan.
"Ada Bu. Langsung pesan atau mau survey kamar dulu Bu?"
"Langsung saja Dek, kalau nanti ada yang kurang memuaskan saya bisa katakan." Anitha lelah dan ingin cepat istirahat.
"Oh ya Dek saya bisa membayar menggunakan kartu debet?" Anitha bertanya karena dia tak memiliki kartu kredit.
"Bisa Bu."
Setelah itu Anitha menyerahkan kartu atm dan menuju kamar yang sudah diurus pembayarannya.
Di kamar, Anitha duduk di tepi ranjang kamar hotel dan mengambil handphone. Anitha melihat ada notif dari banking nya. Nominal yang tertulis cukup membuat Anitha terpana. Di layar ponsel tertera nominal 5 juta rupiah. Padahal tiket pesawat saja tidak semahal itu.
Anitha lalu mandi menyegarkan diri dan membawa badan beristirahat.
***/
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 124 Episodes
Comments
Adin Da
ini bru nmny tmn
2024-07-31
0
kurniawan catur
memang Dumai sekarang ada terminal nya? terminal di mana? dulu 24 tahun yang lalu sering naik travel Dumai pekan baru
2023-01-11
0
Ridha 💕
iiihhh ikut sakit hati aku thor lihat perlakuan suami kayak gitu
2022-11-17
1