"Haaaahh…" entah berapa kali sudah Bianca menghela napasnya.
Saat ini jam menunjukkan nyaris tengah malam. Gadis cantik itu tengah mengerjakan PR di ruang menonton, sementara Rava tengah menonton di sofa. Dan si kecil Gio jelas sudah tidur.
"Menghela napas terus, PR-nya susah banget, ya?"
Bianca menggeleng, "Aku kepikiran soal bulan madu itu"
"Yah, orang tua kita emang sama aja, selalu memutuskan sesuatu tanpa minta persetejuan dari yang bersangkutan. Kadang aku sendiri nggak ngerti jalan pikiran mereka." gumam Rava, "Waktu pernikahan kita juga kamu tahunya mendadak 'kan?" tambahnya yang dilanjutkan dengan anggukan lemas Bianca.
"Jadi gimana? Kamu mau tetap bulan madu, Bi?"
"Eumm… aku juga nggak tahu, tapi kurasa bagus juga buat liburan" sahut Bianca, "Kamu sendiri gimana?"
"Kalau bisa sih aku nggak ingin berbulan madu sekarang, rasanya nggak enak meninggalkan pekerjaan di sekolah karena alasan pribadi"
"Atau karena gak bisa ketemu Bu Ara begitu?" balas Bianca dengan nada sarkastik sambil memajukan bibirnya.
"Huh? Koq ngomong gitu, sih!!?"
"Nggak, lupain aja"
Hening sejenak. Bianca kembali sibuk dengan PR-nya sementara Rava kembali menonton. Sesekali mata tajam Rava menatap sosok Bianca yang sedang mengerjakan PR. Senyum tipis bermain di bibirnya mengingat kata-kata Bianca tentang Ara tadi.
Tanpa bertanya pun sebenarnya Rava sudah tahu kalau Bianca cemburu dengan Ara. Begitu pula dengan tingkahnya waktu istirahat tadi.
'Kalau gitu Bianca memang suka padaku ya…?' batin Rava.
"Eumm… Pak guru" Rava menghentikan lamunannya ketika suara bening Bianca menyapa pendengarannya.
"Kenapa kamu masih memanggilku pak guru?"
"Kamu kan memang guruku. Lalu aku harus panggil apa?"
Rava menghela nafas. "Tapi aku kan juga suamimu. Lagian kita nggak sedang di sekolah, jadi nggak perlu panggil pak guru kan. Kalau Gio sampai dengar, dia pasti akan bingung lagi.
Bianca melirik Rava sekilas. Ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh guru sekaligus suaminya itu. Tapi Bianca rasanya masih canggung kalau harus memanggil sang suami dengan namanya saja.
"Hm.. oke m-mas Rava."
Astaga.. rasanya Bianca ingin menjambak rambutnya sendiri saking malunya. Dia tidak tahu harus memanggil Rava dengan sebutan apa. Bagaimanapun usia mereka terpaut lumayan jauh, jadi kalau hanya panggil 'Rava' saja, terdengar tidak sopan. Aah sejak kapan Bianca perduli soal sopan santun.
Rava setengah mati menahan tawanya. Ekspresi terpaksa Bianca terlihat sangat kocak dimatanya. Dilain sisi ia senang karena Bianca mau menurutinya.
"Ya..itu terdengar lebih baik." Rava mengatur suaranya agar tidak terkesan menertawakan istrinya yang gampang marah itu. "Jadi, tadi kamu mau tanya apa?"
"Emm… itu… seperti yang kamu bilang sama mamaku tadi…"
Rava menaikkan sebelah alisnya ketika melihat raut malu-malu di wajah Bianca.
Walau matanya tertuju ke buku tulisnya, Rava tahu persis kalau Bianca memikirkan hal lain.
"Soal apa?"
Bianca memainkan pulpennya dengan gugup ditambah gerakan bibirnya yang bergerak-gerak seolah minta dicium itu, "Soal itu… yang… emm, kalau aku udah tamat sekolah"
"Kamu ngomong apa sih?" desak Rava mulai tidak sabar.
"Aish, udah lupain aja"
Merasa ada yang aneh dengan istrinya, Rava lalu berpindah duduk di sebelah Bianca, "Kamu sebenarnya mau ngomong apa?"
"Nggak, nggak jadi" gumam Bianca sambil kembali menekuni PR-nya. Namun tentu saja Rava tidak menyerah semudah itu. Pria itu menggeser duduknya lebih dekat dengan Bianca.
"Bilang aja, kamu justru membuatku penasaran tahu"
Bianca menggigit bibir bawahnya gelisah. Membuat Rava gelisah juga ingin ikut menggigit bibir itu.
"Emm… itu soal…" Bianca menggerakkan bola matanya gelisah, "So-soal anak…" bisik Bianca sepelan mungkin namun untungnya berhasil didengar oleh Rava.
"Oh…" Rava manggut-manggut, "Terus kenapa dengan itu?"
"E-eumm… apa benar… emm…" gumam Bianca malu-malu yang terkesan sangat menggemaskan di mata Rava. Rava lalu menarik bahu Bianca dan membuat mereka saling berhadapan.
"Kamu mau nanya apa kita benar akan punya anak setelah kamu tamat sekolah begitu?" tanya Rava.
Dan pria itu tersenyum ketika mendapat jawaban berupa anggukan samar dari Bianca.
"Memang kenapa dengan itu? Kamu keberatan kalau harus punya anak, hm?" tanya Rava lagi.
"E-eh itu…"
"Hemm… kalau aku sih terserah padamu, karena gimana pun kamu yang akan melahirkan 'kan? Kalau kamu nggak mau, nggak masalah buatku sih. Toh kita juga udah punya Gio 'kan?"
"Itulah yang kubingungkan" gumam Bianca.
"Apanya?"
Bianca menundukkan kepalanya, "K-kan belum tahu apa aku ini bisa hamil atau nggak…"
"Tenang aja, bisa atau nggak, bukan masalah buatku. Aku menikahimu bukan untuk menjadi mesin pencetak anak. Jadi jangan berpikir negatif dulu."
"Atau…" Rava memajukan wajahnya hingga ujung hidungnya nyaris bersentuhan dengan hidung Bianca, "Kalau kamu masih ragu kita bisa coba sekarang kok."
Bianca tersentak. Namun belum sempat dia berkata-kata Rava langsung mendorong tubuhnya hingga terbaring dilantai yang beralaskan karpet.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
ria yuneti
Kya imutnya....
2022-01-06
1
Asih Setiawan
🙈🙈🙈
2021-01-10
0
dewi vs eta Wulan
ngebut baca..
2021-01-08
0