"Bi, hari ini kamu seram banget, sih"
Bianca mengangkat kepalanya dan menatap Jeni. Jeni bukan orang pertama yang menanyainya seperti itu. Tadi saat sarapan pun Gio dan si kecil Yuni juga mengatakan kalau auranya terasa begitu suram.
"Bukan urusanmu" sahut Bianca malas dan kembali mengerjakan tugas yang diberikan oleh gurunya.
Yah, sejak kejadian tadi malam Bianca merasa kalau mood-nya benar-benar rusak. Dan penyebabnya tidak lain adalah karena Rava. Penjelasan Rava semalam benar-benar membuatnya gundah gulana.
Tidak lama bel berbunyi menandakan jam pelajaran sejarah selesai dan berganti dengan pelajaran selanjutnya. Yaitu matematika. Yang itu artinya Rava akan memasuki kelas ini.
Mengingat kenyataan itu Bianca mendecih kesal. Mood nya langsung terjun bebas ke titik terendah.
"Oh iya Bi, aku baru ingat satu hal" celetuk Jeni sambil mengeluarkan buku matematikanya.
"Apa?" sahut Bianca cuek.
"Ngomong-ngomong kamu sama Pak Rava belum bulan madu 'kan?"
Bianca menatap Jeni jengah. Bukan karena bulan madu, tetapi karena Jeni yang menyebutkan nama pria brengsek itu.
"Jangan sebut nama orang itu lagi didepanku" desisnya tajam.
Kalau orang normal yang mendengar itu maka akan langsung tahu bahwa seorang Bianca Sabian sedang marah. Namun sepertinya Jeni bukanlah orang normal seperti layaknya orang kebanyakan.
Dengan polosnya gadis bersuara lemah gemulai itu justru bertanya, "Hm? Kamu berantem sama Pak Rava, ya?"
'BRAAKK!'
Bianca menggebrak meja yang menyebabkan semua siswa menatap ke arahnya. Mereka sangat terkejut. Sudah lama mereka tidak melihat Bianca yang penuh emosi ini lagi. Semenjak menikah dengan Rava, Bianca mulai sedikit lebih tenang, tapi sekarang seperti menjadi Bianca yang dulu lagi.
"BISA GAK JANGAN NGOMONGIN COWOK BRENGSEK ITU!" teriak Bianca frustasi.
Seketika semua orang kembali tercengang dibuatnya. Termasuk seseorang yang baru saja memasuki ruangan itu.
"Bianca Sabian, jangan berteriak di dalam kelas" tegur Rava.
Bianca mengangkat kepalanya dan mendapati sang guru berdiri di pintu kelas. Tangan Bianca terkepal kuat. Kalau tatapan tajam Bianca bisa membunuh orang, Rava pasti sudah mati sekarang.
Tanpa memperdulikan tas dan bukunya Bianca segera keluar kelas dengan langkah menghentak-hentak.
Rava menaikkan alisnya menatap siswi sekaligus istrinya itu. Sejak tadi pagi Bianca terus-terusan badmood. Ditanya jawabnya ketus, sarapan tidak selera dan tidak seceria biasanya. Dan Rava tidak tahu kenapa.
"Bianca kenapa?" celetuk salah satu siswa, "Dia kelihatan kayak nangis deh"
( JENI )
***
Bianca mengangkat kepalanya. Mata beningnya yang sembab kini memandang langit biru nan luas.
Ya, sembab.
Tadi dia menangis.
Menangis karena Rava…?
Sudah lama sekali rasanya ia tidak pernah menangis. Ia bukanlah tipe perempuan cengeng yang mudah menangis.
Dan hari ini, Bianca tidak tahu karena apa dia menangis. Dia hanya membiarkan butir-butir bening itu menyusuri pipinya. Dan itu membuatnya merasa lebih baik.
Gadis cantik itu menyenderkan punggungnya pada dinding di atap sekolah. Ingatannya kembali ke waktu kemarin. Ketika Rava menyentuhnya dengan begitu lembut. Ketika Rava menciumnya. Moment itu masih terekam dengan sangat baik di benak Bianca. Bahkan Bianca seperti masih bisa merasakan sentuhan itu sekarang.
Tapi sayang. Sentuhan itu bukan ditujukan pada Bianca, melainkan kepada seorang gadis bernama Mirai yang Bianca yakin masih dicintai oleh Rava.
Bianca memeluk erat lututnya. Kenapa?
Kenapa dia merasa sedih ketika mengetahui bahwa hingga sekarang pun Rava masih mencintai gadis itu?
Perasaan sakit apa ini?
Sakit sekali seolah dadamu ditusuk paksa dan diputar, membuatnya terasa begitu perih.
Apakah Bianca cemburu? Dan apakah itu artinya dia kini telah jatuh cinta pada Rava?
Bianca menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin kan perasaan cinta tumbuh hanya dalam dua hari?
Dia bukan perempuan yang mudah jatuh cinta. Banyak lelaki yang mendekatinya sedari dulu, tapi tak ada satupun yang mampu membuatnya jatuh cinta.
Itu mustahil…
"Ternyata kamu disini"
Bianca melirikkan matanya dan mendapati sosok tegap Rava berdiri tidak jauh darinya.
"Apa yang kamu lakuin disini? Kembali ke kelas sana" perintah Rava.
"Apa hak-mu memerintahku?" balas Bianca ketus.
Melihat itu Rava menghela napas pelan. Guru tampan itu mendudukkan dirinya disamping Bianca, "Dengar, aku tahu kamu marah sama aku. Tapi itu masalah di rumah, jangan bawa ke sekolah"
Bianca mendecih, "Kamu ngomong apa sih?"
"Aku tahu kamu marah sama aku, Bi. Tapi ini disekolah, bedakan urusan rumah dengan sekolah"
Bianca memilih untuk tidak menjawab. Gadis cantik berambut hitam itu memilih meninggalkan Rava setelah sebelumnya menabrakkan bahunya ke lengan Rava.
Meninggalkan Rava yang hanya menghela napas. Ia tidak mengerti apa penyebab kemarahan Bianca.
***
Rava meletakkan tasnya dengan malas di mejanya, kemudian duduk sambil memijat keningnya.
"Capek, hm?" celetuk Yoga yang sedang membaca majalah.
"Ya gitu deh…" jawab Rava seadanya.
"Kemarin berapa ronde sama Bianca?" tanya Yoga sekali lagi, kali ini ditambah seringai mesum.
"Ck, bisa nggak kamu jangan ngomongin hal itu?"
"Aku 'kan cuma nanya" sahut Yoga santai sambil mengangkat kedua bahunya.
Rava menghela napas, "Kurasa… Bian marah sama aku"
"Kalian berantem? Belum juga seminggu nikah. Ck, ini pasti karena kamu selingkuh, ya 'kan?"
"Aish, jangan samain aku sama kamu, ya!"
"Jadi, kenapa Bianca marah sama kamu?"
"Aku nggak tahu…" gumam Rava lirih sambil menyenderkan badannya ke kursi.
"Huft, kemarin itu aku nggak sadar udah cium dia, waktu itu aku inget Mirai - mamanya Gio. Setelah itu seharian dia menghindariku. Sepertinya dia marah karena aku menciumnya. Waktu kujelaskan aku menciumnya karena inget Mirai, entah kenapa dia jadi marah sama aku. Padahal aku cuma mau meluruskan kesalah pahaman aja. Salahku dimana coba?"
"Ya Tuhan~" desah Yoga sambil memutar matanya, "Jelas aja dia marah"
"Marah kenapa? Karena aku menciumnya? Kan aku udah minta maaf"
Giliran Yoga yang memijit-mijit dahinya, "Daripada marah, mungkin cemburu lebih tepat" gumamnya.
"Cemburu?"
"Hei, Tuan Muda Rava, kamu sadar nggak sih kalau Bianca itu udah jadi istrimu? Waktu kamu cium dia, mungkin aja dia ngerasa seneng, tapi kamu malah bilang kalau kamu menciumnya karena inget istri pertamamu. Jelas aja lah dia cemburu"
Rava terdiam sejenak, "Jadi… apa itu artinya dia suka sama aku?"
"Emang kenapa? Toh kamu suaminya 'kan?"
Kembali Rava terdiam. Bianca menyukainya? Yang benar saja. Rasanya tidak mungkin.
"Kami baru dua hari menikah, nggak mungkin cinta bisa tumbuh dalam kurun waktu sependek itu"
"Ckckck… kamu terlalu sempit menilai cinta, kawan" ujar Yoga sok bijak.
"Terus, aku harus gimana supaya dia maafin aku?"
Yoga menyeringai. Pria tampan dengan badan jangkung itu melemparkan sebuah majalah ke arah Rava, "Tunjukin itu sama dia, terus kalau suasana udah pas, 'sentuh' dia dengan lembut"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Reny Widyastuti
pintar matematik
tapi bodoh soal cinta
2021-08-01
0
sherina
iyalah rav cemburu... kalo itu kejadian sama aku . suamiku bayangin cew lain.. tak potek2 tulang2 nya.. ga ada jatah kuliah malem seminggu😅
2021-01-28
2
Asih Setiawan
cemburu..😁
2021-01-10
0