Dengan langkah agak menghentak, Bianca mendekati Rava dan Ara, "Mau kemana kalian?" tanya Bianca dingin.
Persis seperti seorang istri yang memergoki suaminya sedang jalan berdua dengan perempuan lain. Tidak lupa pandangan mematikan gratis untuk Ara.
"Oh, hai Bi. Kami mau makan siang di kantin" jawab Rava santai.
"Katanya mau makan sama Pak Yoga?"
"Emm… yah, Yoga masih ada kerjaan…" jawab Rava sekenanya. Tidak mungkin dia bilang kalau Yoga sedang baca majalah dewasa edisi terbaru di ruang guru 'kan?
Bianca merengut kesal. Gadis cantik itu lalu menarik tangan Rava yang digandeng Ara, hingga tangan Ara terlepas dengan kasar dan meletakkan kotak bekal warna merah di telapak tangan Rava. Lalu setelahnya pergi begitu saja.
"Wah ada bekal, Rav, kita makan bekal ini berdua saja ya?" ujar Ara berbinar-binar dengan tidak tahu malu kembali menggandeng lengan Rava.
Rava diam sejenak. Memperhatikan sang istri yang sudah pergi menjauh. Kemudian pria itu melepas gandengan Ara pada lengannya, "Maaf Ara, sepertinya hari ini kamu makan sendiri saja ya?"
Dan tanpa persetujuan dari Ara, Rava langsung berlari mengejar Bianca yang belum begitu jauh. Sejenak pemandangan di koridor itu bagaikan surga bagi para anggota Love VaBian Couple.
...****************...
"Tau nggak, hari ini kamu manis banget" gumam Rava begitu mereka sampai di atap.
Ya mereka.
Rava dan Bianca.
Hanya berdua. Hohohoo~
"Tumben gombal" sahut Bianca sarkatis. Rava hanya tertawa kecil, pria itu kemudian membuka kotak bekal dan menyuap sesendok ke mulutnya. Lalu sesuap lagi ia sodorkan ke Bianca dan dengan senang hati Bianca membuka mulutnya. Kebetulan ia memang sedang amat sangat lapar.
Dan begitulah cara mereka menghabiskan makanan dari kotak bekal berwarna merah itu. Hingga tidak tersisa apapun di kotak bekal itu.
"Wah, kita gak bawa minum" gumam Rava ketika menyadari bahwa mereka tidak bawa minum. Pria itu kemudian berdiri dari duduknya, "Tunggu bentar, biar aku minum dulu"
"Nggak usah" Bianca menahan tangan Rava, "Ada… yang ingin kutanyakan"
Rava kembali mendudukan dirinya "Soal apa?"
Bianca tidak langsung menjawab. Gadis cantik itu menarik kakinya hingga menyentuh dadanya. Sebelah tangannya memeluk lututnya dan sebelah lagi menulis-nulis gambar abstrak di lantai. Dagunya ia tumpukan pada lututnya dan bibirnya yang begitu kissable itu bergoyang-goyang lucu.
"Ada apa Bi?" tanya Rava lagi. Dia tidak tahu kenapa, tapi dia senang sekali memanggil Bianca hanya dengan sebutan 'Bi'. Kesannya menggemaskan, sesuai sama orangnya.
"Eum… aku mau tanyaaa~" gumam Bianca pelan dengan nada yang terkesan manja.
Tidak tahukah dia kalau karena nadanya itu sang suami mulai 'membayangkan yang iya-iya'?
"Tanya apa Bi?" tanya Rava lagi dengan nada luar biasa sabar.
"Itu…" Bianca menggerakkan telunjuknya di lantai, "Apa… kamu masih menyukai Mirai?"
Rava tercengang. Rava pikir topik ini sangat dihindari oleh Bianca. Tapi siapa sangka justru Bianca lah yang memulainya sekarang. "Kenapa kamu nanya gitu Bi?"
"Pengen tahu aja" sahut Bianca pura-pura cuek. Padahal dalam hati gadis cantik itu sedang gundah gulana. "Jadi gimana?"
"Eumm…yah… kurasa masih" jawab Rava, yang sukses membuat Bianca menghela napas kecewa, "Begitu ya" lirih Bianca. Entah mengapa ia merasa begitu terluka.
...****************...
"Bi… udah siap?" panggil Rava yang sudah berada di depan mobil. Seperti yang dia bilang tadi pagi, malam ini mereka akan makan malam di rumah keluarga Pratama.
Tak perlu menunggu lama, Bianca sudah keluar sambil menggandeng Gio.
Bocah mungil itu mengenakan kaus santai berwarna putih dengan bawahan berupa celana pendek berwarna coklat krim.
Sedangkan Bianca mengenakan gaun terusan berwarna nude sepanjang lutut, rambut dikuncir kuda dengan poni dan beberapa helai rambut masih dibiarkan terurai. Membuat penampilan Bianca terlihat dewasa. Ditambah make up yang minimalis membuat gadis yang biasanya sudah cantik itu jadi tampak segar.
Sementara Rava mengenakan jas hitam dan celana panjang hitam. Dibalik jasnya, Rava juga mengenakan kemeja berwarna hitam.
Dari rumah Rava menuju kediaman keluarga Pratama membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit.
Dan begitu mereka tiba, mereka langsung disambut dengan hidangan yang menggugah selera.
Di meja makan selain ada Ayah dan Ibu Rava, juga ada Ayah dan Ibu Bianca.
"Jadi kapan nih Bian?" tanya Ibu Rava pada Bianca yang tadi sedang sibuk melap sisa makanan di mulut Gio.
"Eh, kapan apanya Ma?"
Ibu Rava hanya tersenyum tipis, "Tentu saja masalah momongan, kapan kamu bakal ngasi cucu sama kami, hm?"
Bianca membulatkan matanya. Untung saja dia sedang tidak makan, kalau iya mungkin nasi dimulutnya sudah bermuncratan saking terkejutnya. Gadis cantik itu melirik Rava yang juga terlihat salah tingkah.
"Mama sudah nggak sabar ingin menimang cucu mama, Bian…" tambah Ibu Rava lagi.
"Eh itu…" Rava mulai angkat bicara, "Kami baru akan memikirkan soal anak begitu Bian tamat sekolah Ma. Bian kan juga harus kuliah dulu setelahnya"
"Lama sekali" celetuk Ibu Bianca.
"Iya lama sekali sayang, bukannya lebih cepat lebih baik? Gio juga pasti ingin punya adik secepatnya 'kan? Gak apa-apa punya anak dulu, habis itu baru lanjut kuliahnya." tambah Ibu Rava.
"Bukan begitu Ma. Hanya saja Bian kan masih sekolah. Mana mungkin dia harus hamil sambil sekolah. Biar bagaimana juga aku ini masih gurunya Bianca di sekolah 'kan? Lagipula dua bulan lagi sudah masuk ujian akhir dan setelah itu Bian akan lulus sekolah. Mengenai kuliah kita bisa bicarakan nanti saja. Tolong bersabar dulu ya Ma"
Hening. Semua yang berada di meja makan itu memandang Rava dengan tatapan takjub. Sejujurnya mereka tau kalau Rava pasti akan menolak, bagaimanapun Bianca masih sekolah kan. Mereka hanya gregetan saja dan tidak sabar tentunya.
"Hahaha… pintar sekali kamu nak, Rava" ujar Ibu Bianca sambil tertawa, "Rasanya aku nggak menyesal melepas Bianca padamu. Kamu benar benar lelaki sejati."
Dipuji begitu oleh sang mertua, membuat Rava hanya mengangguk sambil tersenyum canggung. Tidak sengaja matanya menangkap raut wajah Bianca yang tertunduk malu-malu.
"Oh ya, kami sudah memutuskan untuk bulan madu kalian"
"Bulan madu?" Bianca dan Rava membeo bersamaan.
"Yap, kalian akan bulan madu di pantai Okinawa, Jepang. Disana benar-benar tempat yang bagus. Kalian bisa pergi tiga hari lagi"
"Apa? Tiga hari lagi?" seru Rava, "Kenapa mendadak sekali? Lagipula kenapa nggak menunggu masa liburan saja? Setelah upacara kelulusan kita bisa punya banyak waktu."
"Sayang sekali sudah tidak bisa dibatalkan lagi. Soalnya mama dan mama Bianca sudah memesan tiket pesawat kesana"
"Lalu hotel dan kamar kalian akan menginap juga sudah dipersiapkan. Pokoknya kalian tinggal pergi saja. Anggap saja kalian liburan biasa." tambah Ibu Bianca.
"Ha? Lalu gimana dengan sekolahku? Sekolah Gio juga gimana?" protes Bianca.
"Tidak, Gio tetap disini. Karena ini bulan madu kalian jadi kalian saja yang pergi. Masalah sekolah lupakan saja dulu, toh kalian hanya pergi selama tiga hari kok. Jadi minggu depan kalian sudah bisa kembali ke Jakarta" jelas Ibu Bianca panjang lebar.
Rava dan Bianca menghela napas. Mereka tahu kalau hanya akan jadi percuma kalau membantah ucapan orang tua mereka.
Sementara Gio? Oh, bocah kecil nan lucu itu hanya sibuk dengan makanannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Ferial Aziz
buat rafa cemburu buta dan posesif
2022-03-25
0
Reny Widyastuti
ketemu ibunya gio
2021-08-01
0
Bundanya REvan
jngan sampai nanti dijepang ketemu dg mirai,,,
2021-04-23
0