"Denger ya, Bian, aku nikah sama kamu itu karena orang tua kita sudah menjodohkan kita, ngerti?
Ini adalah keinginan terakhir almarhumah kakek kita. Agar keluarga kita berdua bersatu"
"Terus ngapain kamu mau - mau aja dijodohin kayak gitu?" pungkas Bianca tidak mau kalah.
"Karena aku anak penurut, nggak kayak kamu!" ketus Rava, "Lagipula Gio masih kecil, anak sekecil itu pasti masih sangat membutuhkan sosok seorang ibu"
Bianca menghela napas, "Aku ini cuma murid SMA biasa. Aku nggak pinter ngurus anak"
"Aku tahu, mengurus diri sendiri saja kamu nggak becus"
Bianca memandang kesal pada Rava yang masih santai menyetir. Matanya menatap Rava sengit. Tapi Rava tetap terlihat tenang dan cuek saja.
"Oh ya, ada beberapa orang yang sudah tau tentang pernikahan kita"
"Siapa?" tanya Bianca masih dengan nada kesal.
"Kepala sekolah dan temanku Yoga, dan kurasa sahabatmu Jeni juga sudah tahu"
"Ah, bener juga. Kayaknya aku harus memperingatkan Jeni sebelum dia bicara ke yang lain"
***
Tidak sampai 15 menit kemudian mobil yang Rava bawa sudah sampai di depan gerbang sekolah. Namun hanya Rava yang berada dalam mobil itu, sedangkan Bianca turun sekitar lima meter dari sekolah. Dia tidak mau kalau ada yang melihatnya turun dari mobil Rava.
Begitu sampai di sekolah Bianca langsung menuju kelasnya. Huft, beruntung waktu berjalan di koridor tadi tidak ada yang menanyainya yang aneh-aneh. Berarti memang tidak ada yang mengetahui tentang pernikahannya dengan Rava.
Namun begitu sampai di kelas ia merasakan aura yang berbeda. Bangku tempatnya dan Jeni duduk terlihat dikerumuni oleh siswa lainnya yang kebanyakan adalah perempuan.
"Ah Bianca! Ayo lihat ini!" ujar Jeni yang sedari tadi dikerumuni.
Bianca mulai merasa tidak enak. Apalagi ketika kerumunan siswi di bangku Jeni tadi kini menatap tajam padanya. Dengan perlahan Bianca mendekati Jeni.
"Lihat apa sih Jen?" tanyanya.
Jeni tersenyum lebar, "Ini loh, photo pernikahanmu sama Pak Guru Rava kemarin. Bagus-bagus lho! Apalagi yang ini!" tunjuk Jeni pada satu photo yang sukses membuat Bianca membulatkan matanya ketika melihat photo itu. Itu photo ketika dirinya berciuman dengan Rava. Aish, siapa yang memotret ini?
"Jeni.. bego banget sih! Ngapain kamu bilang ke yang lain?" bisik Bianca.
"Lho? Memangnya nggak boleh ya?"
"Bianca"
Bianca membalikkan badannya dan mendapati barisan siswi berdiri di depannya. Dengan Tania berdiri paling depan serta anggota 'Love Rava club' lainnya. Tidak hanya siswi dari kelasnya, tapi juga ada siswi dari kelas lain.
"APA BENAR KAMU NIKAH DENGAN PAK GURU RAVA, HAH?" teriak Tania tepat di wajahnya.
"Kalau iya kenapa?" balas Bianca tidak mau kalah. Memang awalnya dia tidak ingin menyebarkan berita ini, tapi semua sudah terlanjur. Photo-photo yang ditunjukkan Jeni barusan menjadi bukti paling nyata.
Bianca hanya diam menatap kerumunan siswi yang seolah siap untuk membunuhnya saat ini. Mungkin setelah ini Bianca harus siap dibenci oleh seluruh siswi di sekolah ini.
"Gimana ini ketua?" tanya Nana ke Tania, "Kita nggak bisa lagi pertahanin club kita karena Pak Guru Rava udah ada yang punya"
Tania berpikir keras. Namun kemudian wanita itu menghela napas, "Dengan sangat terpaksa kita harus membubarkan klub kita" ujarnya dengan nada sangat menyesal dan disambut oleh desahan kecewa dari puluhan siswi lainnya yang kini memenuhi kelas Bianca.
Tentu saja kecewa, sebab di sekolah ini klub Tania dan kawan-kawan adalah klub dimana kamu bisa mengetahui semua hal tentang Rava Pratama. Anggotanya tidak lain adalah seluruh siswi di sekolah ini dengan empat siswi sebagai anggota inti.
"Tapi Tan, kalau klub ini bubar, gimana kami bisa tau kabar ter-update Pak Rava?" tanya seorang siswi yang diiyakan oleh siswi lainnya.
Tania kembali berpikir keras. Sebagai ketua 'Love Rava Club' gadis cantik itu tidak mau kalau harus mengecewakan anggotanya.
"Aku tahu!" seru Tania yang membuat siswi lain memandangnya penuh tanya.
"Jadi gimana ketua?" tanya Sinta.
Tania tersenyum lebar. Gadis itu kemudian berpindah ke samping Bianca dan menghadap ke kerumunan siswi lainnya, "Tenang aja! 'Love Rava Club' nggak bakal bubar!" serunya, "Kita cuma perlu ganti nama klub-nya aja"
"Diganti? Jadi nama klub kita apa?" tanya Tiara bingung.
Tania terkekeh pelan, "Hohoho… mulai sekarang 'Love Rava Club' berganti nama menjadi 'LOVE VA-BIAN COUPLE'!"
"APAH?" tidak hanya para siswi pecinta Rava itu saja yang terkejut, Bianca sendiri terkejut luar biasa. Va-Bian? Aiiish…
"Setuju nggak?"
Para siswi terlihat berpikir.
"Aku setuju" celetuk Tiara, "Mendingan Pak Rava sama Bianca aja kan? Biar Bu Ara yang kecentilan itu berhenti PDKT sama Pak Rava, ya 'kan? Lebih nggak rela kalau Pak Rava jadi sama Bu Ara."
Kini para siswi terlihat setuju dengan ide barusan. Well, daripada Rava digrepe-grepe sama Ara, lebih bagus kalau Bianca saja yang menggrepe-grepe Rava 'kan? Lagian gadis tomboy seperti Bianca sepertinya tidak terlalu dengan hubungan percintaan.
"Nah, mulai sekarang kita adalah anggota 'Love Va-Bian Couple'!"
Bianca mendesah pelan mendengar keputusan seenak jidat para siswi yang terkesan seperti mendapat mufakat saat konfrensi meja bundar.
"Va-Bian keren!"
"Kamu lagi Jen, ngapain ikut-ikutan?" Bianca mendelik kesal pada sahabatnya.
"Hehehe… aku 'kan temanmu, jadi aku akan selalu mendukungmu, Bi"
Bianca hanya memutar bola matanya malas.
***
"Good Morning, pengantin baru" sapa Yoga sambil menyeringai ketika melihat sahabatnya baru tiba.
Rava memutar bola matanya, "Yeah, morning" jawabnya pelan.
"Jadi gimana?" tanya Yoga lagi.
"Apanya yang gimana?"
"Tentu saja istrimu"
"Memang Bianca kenapa?"
Yoga menepuk jidat, "Astaga, maksudku gimana sama istrimu? Sempitkah?" kali ini Yoga menambahkan seringai pada kata terakhirnya.
Rava memasang wajah berpikir. Namun kemudian semburat merah memenuhi wajahnya, "Aish! Ngomong apa sih kamu, Ga!"
"Hei, santai aja kawan! Jadi gimana?"
Rava mendudukkan dirinya di kursi lalu membuka-buka buku absen, "Kami nggak ngelakuin apa-apa semalam"
"Apa? Beneran? Kenapa?"
"Bianca itu masih kecil, aku nggak mau ngelakuin yang kayak gitu sama anak kecil" jawab Rava singkat.
"Aish, jangan bohong deh, Rav"
Rava hanya mendengus kesal, "Buat apa aku bohong? Daripada itu, kamu sendiri kapan nikah, huh?"
"Aku? No, no, kurasa aku nggak bakal nikah, aku ingin hidup bebas"
"Dasar" desis Rava.
Hening sejenak. Ruang guru perlahan mulai ramai didatangi oleh guru lain.
"Mas Rava," Rava mengangkat kepalanya ketika mendengar ada yang memanggilnya.
"Ada apa Ara?" tanya Rava.
"Mas, kudengar mas nikah sama si Bianca, bohong kan?"
"Apa?" Rava membulatkan matanya. Bagaimana Ara bisa tahu? "Gimana kamu bisa tahu?"
"Jadi benar ya?" Ara memasang tampang mewek plus kecewa setengah mati, "Aku tahu dari obrolan siswi"
"Apa?" kalau sudah menjadi obrolan para siswi, berarti kabar pernikahannya dengan Bianca sudah meluas di seluruh sekolah kan?
"Yoga! Kamu yang nyebarin berita itu ya?" tuduh Rava ke Yoga.
"Nggaklah! Aku nggak bilang apapun sama siapapun"
Rava hanya menghela napas. Apa boleh buat kalau sudah ketahuan begini. Dirinya harus siap menghadapi pro dan kontra dari keputusannya ini.
Dengan langkah gontai pria itu berjalan keluar dari ruang guru begitu mendengar bel berbunyi.
Jam pertama adalah di kelas Bianca. Dan untuk pertama kalinya selama ia menjadi seorang guru,entah mengapa tiba - tiba Rava merasa cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Queen Tdewa
wah jeni ada2 aja
2022-12-04
0
Ninda Ninda
C
2021-02-16
0
Suratni Ratni
kurang greget gara# Jeny biang rusuh
2021-01-20
0