Satu bulan berlalu Luna dan Gio menjalani kehidupan yang sudah jauh berbeda dari sebelumnya. Luna hanya menyapa sekedarnya, menjaga jarak dengan sangat kentara. Sementara Gio tetap memandangnya dengan nelangsa. Gio juga benar-benar tidak kembali ke Bandung seperti rutinitas bulanannya.
"Mas, kamu gak balik kampung?" Tanya papa pada Gio ketika ayah dari Laluna itu berkunjung ke rumah belakang.
"Tidak Tuan, sedang ingin menghabiskan waktu di sini saja." Sahut Gio sambil menuangkan teh hangat lalu memberikan pada lelaki itu.
"Mas panggil papa saja, sama seperti Luna. Kamu sudah saya anggap anak sendiri. " Ujar Tuan Rafli lagi. Gio tersenyum lantas mengangguk.
"Hmmmmm, Luna gak ada jadwal syuting ya pa?" Tanya Gio sembari menyesap teh hangat.
"Lho, Mas ini gimana, kan Mas yang lebih tahu jadwal Luna. Kalian lagi marahan ya, Papa lihat kalian udah jarang bicara, Luna juga sering mengurung diri di kamarnya."
"Gak kok pa, kita baik-baik aja. Luna cuma sering kecapean, jadi mesti banyak istirahat." Kilah Gio menutupi fakta.
Papa menepuk-nepuk pundak Gio pelan. Entah mengapa, sedari awal Gio datang ke perusahaan dan melamar pekerjaan, Papa langsung tertarik pada pemuda itu. Tak tanggung-tanggung ia langsung memberinya posisi menjadi ajudan pribadi.
Saat itu lah, Luna datang ke rumah itu mengejutkan papa dan juga Gio yang sedang mengobrol.
"Mas Gio, anterin Luna sekarang ya." Ujar Luna yang sudah berpakaian rapi.
"Mau kemana Lun?" Tanya papa mewakilkan pertanyaan Gio.
"Mau jenguk Adit, semalam Adit tabrakan." Jawab Luna sembari memainkan ponselnya.
Wajah Gio pias seketika, namun ia tetap melangkah, mengganti baju dan segera berpamitan pada papa.
"Gio anterin Luna ya pa."
Papa mengangguk, membiarkan Luna dan Gio meninggalkan rumah itu. Di dalam perjalanan Gio mendengar percakapan Luna dan Adit via telepon dengan perasaan bergemuruh di dalam dadanya.
"Kamu banyak istirahat ya, tar lagi aku dateng kok. Iya ini lagi di jalan, sabar ya tar lagi aku dateng. Apa? mau mie ayam, gak boleh Dit, kamu belum boleh makan sembarangan loh. Gak, aku beliin buah aja ya." Luna mengakhiri sambungan telepon itu dengan senyum terkembang.
Namun sekilas ia bisa melihat wajah Gio yang menegang. Luna mengalihkan pandangan. Tak ingin ikut nelangsa juga jika melihat wajah Gio yang sedang menahan cemburu itu.
Siapa saja yang mendengar Luna bicara, gaya manjanya itu akan terdengar mendayu, membuat siapa saja jadi rindu. Gio serasa tidak rela orang lain bermanja dengan gadis yang ia cintai itu.
"Lun, Mas boleh minta satu hal?" Tanya Gio setelah sekian lama menahan keresahan hatinya.
"Apa Mas?" Tanya Luna tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tolong jangan menerima panggilan telepon dari laki-laki lain selama ada Mas di dekat kamu." Ujar lelaki itu lirih.
Luna menatap Gio sendu. Namun tak ada suara yang keluar dari bibirnya. Luna menarik nafas panjang.
"Putar balik Mas." Ujar Luna akhirnya.
"Mau kemana Lun, kita belum sampai ke rumah sakit."
"Antar aku ke tempat lain."
"Mas akan antar kamu ke rumah sakit. Gak enak sama Adit, udah nungguin kamu." Balas Gio lirih.
Luna memalingkan wajahnya lagi. Sungguh berat terus-terusan seperti ini. Saling menghindari tapi cinta malah semakin kuat bersemi. Serba tidak enak, serba salah.
"Kamu masuk aja, Mas tunggu di sini."
Luna tidak menjawab, ia meraih buah yang tadi ia beli lalu keluar dari mobil itu, meninggalkan Gio yang lebih memilih membaringkan tubuhnya di kursi kemudi.
Luna menghampiri Adit yang masih nampak lemah setelah kejadian tabrakan semalam. Ia tersenyum mengelus puncak kepala lelaki itu lembut.
"Udah enakkan?" Tanya Luna sambil mendaratkan tubuhnya di kursi yang berada tepat di samping ranjang.
"Tadinya masih sakit, tapi semenjak kamu datang, udah enakkan nih." Adit nyengir, memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih.
"Gombal banget Adit." Luna mencubit perut pemuda itu gemas.
"Gombal sama kamu gak bakal bikin aku bosan." Balas Adit sambil menggenggam jemari Luna lembut.
"Udah ah gombalnya, mau aku kupasin jeruk gak?"
"Suapin sekalian ya. "
Luna mulai mengupas kulit jeruk lalu menyuapi Adit perlahan.
"Lun, aku bakal terus nungguin kamu." Ujar Adit pelan.
"Gak usah Dit, jangan ditungguin. Kamu bakal kecewa." Balas Luna lirih.
Sampai sekarang Luna tidak menerima cinta Adit. Ia benar-benar menutup hati dari siapa saja yang mencoba menjamah hatinya.
"Gak papa Lun, aku sayang banget sama kamu. Kalo kamu belum bisa membuka hati, aku akan sabar tungguin."
"Kamu bakal kecewa, Dit. Dan aku gak mau janjiin kamu apa pun. "
Adit menatap Luna lembut. Ia tahu tak mudah merobohkan dinding pertahanan Luna yang telah susah payah dibangun oleh gadis itu.
Namun, ia benar-benar mencintai dan menyayangi Luna. Berharap suatu saat cinta itu akan berbalas. Meski kemungkinan itu kecil, ia tetap ingin mencoba.
"Aku tahu Lun, sudah ada laki-laki lain yang menghuni tempat istimewa dalam hati kamu itu." Ujar Adit lagi. Luna membuang muka, tak ingin Adit menebak apa isi hatinya.
"Jangan ngaco." Balas Luna singkat.
"Mas Gio itu lebih dari sekedar pengawal buat kamu."
Luna memalingkan lagi wajahnya perlahan. Bahkan Adit saja tahu betapa besar cinta seorang Luna untuk Giovanni itu.
"Kalau boleh berharap, aku cuma pengen Tuhan ketuk hati kamu agar bisa membukanya untuk orang lain." Lanjut Adit lagi. Luna tidak kuasa menahan sembilu mendengar itu.
Benar, kenapa kepada Adit ia tidak bisa membuka hati? Lihatlah betapa Gio memiliki kekuasaan besar atas hatinya.
"Dit, kalo aku bisa memilih, aku pengen banget bisa benci sama Mas Gio. Tapi, semakin aku coba, malah aku yang semakin sakit. Dan kalau aku bisa memilih, tentu aku akan memilih kamu. Tapi sebagaimana aku yang pernah terluka, aku gak mau itu terjadi sama kamu juga. Mengharapkan sesuatu yang gak akan bisa jadi milik kita, itu adalah kesalahan yang mestinya gak perlu di ulangi. Semoga kamu ngerti ya, dan lebarkan lah sayap cintamu untuk perempuan lain yang pastinya gak akan kecewain kamu. Aku pamit ya Dit, cepat sembuh, lelaki baik." Luna mengakhiri pertemuan itu dengan satu kecupan manis di kening Adit.
Adit menatap gadis itu terpaku. Entah dimana ia bisa mendapatkan sosok seperti Luna. Gadis yang mampu membuat jiwa playboy nya menguap entah kemana.
Sementara saat telah masuk ke mobil. Luna menemukan Gio sedang tertidur. Ada guratan lelah di wajah lelaki itu. Kalau tidak ingat, lelaki ini telah memiliki tunangan, Luna akan memberi banyak sekali kecupan untuknya saat ini. Namun, setelah lima belas menit menunggu Luna tetap saja bergeming dari tempatnya. Menunggu Gio terbangun sendiri tanpa harus mengganggu nya.
Pada akhirnya aku ini tak ubahnya seorang fakir asmara.
Kepadamu yang telah dimiliki nya, aku terpenjara.
Sampai kapan? entah, hanya Tuhan yang punya jawab nya.
-Elegi Laluna
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Dyah Ayu
💞💞💞💞💞😆😆
2024-07-24
0
Safa Almira
papa sangat baik
2024-07-13
0
Patrish
aku merasa nggeeh ketika papa manggil "mas" pada Gio... ademmmm
2023-07-27
0