Luna duduk diam di dalam mobil yang sedang dikendarai Gio. Lelaki itu berkali-kali menoleh ke arahnya. Luna sendiri lebih memilih menghindari tatapan lelaki itu. Sebab, Luna tidak mau menarik kata-katanya kembali untuk berpisah jika ia kembali menatap mata itu.
Kalau saja tidak mengenang Bunda, mungkin Luna tidak akan mau pulang kembali ke rumah itu. Namun, saat Gio membujuknya untuk pulang karena Bunda yang meminta, akhirnya Luna luluh juga. Jadi terpaksa Luna ikut dan meninggalkan mobilnya di penginapan untuk sementara.
Ia ingat percakapannya tadi saat Gio bersusah payah membujuk Luna untuk ikut pulang bersamanya.
"Lun, pulang ya, ikut Mas." pinta Gio penuh harap.
"Gak Mas, aku mau disini aja. Besok pagi aku mau langsung balik ke Jakarta." tolak Luna dengan wajah lelah, ia sudah berbaring memeluk guling, memunggungi Gio yang masih membujuknya.
"Bunda gak bisa tidur Lun, mikirin kamu. Pulanglah bersama Mas, demi Bunda. Dan juga Papa kamu taunya kamu ke rumah Mas." bujuk Gio lagi.
"Gak mau Mas, tolong bilangin Bunda aku gak apa-apa. Mas aja yang pulang." ujar Luna sambil melepaskan pelukan Gio di pinggangnya.
"Sayang... tolong lah sekali ini aja dengerin Mas." Gio tidak menyerah.
Luna menahan gejolak yang terasa bergelombang hebat saat nafas hangat Gio menerpa tengkuknya.
"Mas.. pulang sana..." desah Luna tanpa bisa dicegah.
"Mas gak mau pulang, kalo kamu gak mau pulang juga." Gio bersikeras.
Luna menarik nafas panjang. Ia akhirnya bangkit dari tidurnya.
"Ayo." ujarnya mengalah. Gio tersenyum.
Luna kembali membuka baju tidurnya. Menyimpannya kembali ke dalam tas. Gio mengalihkan pandangan, takut tidak bisa menahan hasratnya pada Luna.
Dan saat ini, Luna telah duduk dengan tenang di dalam mobil bersama dirinya. Sepanjang perjalanan, Luna sempat bertanya mengapa ia tidak bisa membenci Gio seperti kepada Daniel dulu? Dulu Luna benar-benar tidak mau lagi melihat Daniel. Namun kini, ia malah merasa tenang bersama Gio meski lelaki itu telah berdusta dan menyakiti hatinya.
Entahlah, Luna seperti merasa tetap ingin melihat Gio meski ia berusaha menghadirkan kebencian untuk lelaki itu, namun tidak bisa! Bahkan sekarang ia bisa dengan tenang pulang bersama Gio meski hatinya telah luluh lantak dibuat lelaki itu.
Saat deru mobil berhenti di pekarangan rumah yang asri itu, Bunda menghambur menyambut Luna.
"Non, istirahat di rumah ini saja ya. Bunda gak mau ada apa-apa sama kamu." Bunda mengelus kepala Luna lembut. Luna yang sudah empat tahun kehilangan figur seorang ibu, merasa ada getaran hebat menerima perlakuan manis dari ibunda lelaki yang dicintainya itu.
"Iya Bun... panggil Luna aja bun. Ehmmm... Luna tidur dimana ya Bun? Luna ngantuk sekali." sahut Luna dengan wajah yang memang sudah lelah.
"Ayo nak, Bunda tunjukkan kamarnya."
Luna mengikuti langkah Bunda menuju kamar tamu. Gio hanya memperhatikan mereka yang sampai menghilang dari balik pintu.
Melihat Bunda dan Luna yang terlihat sudah akrab itu, malah membuat Gio semakin dalam pada perasaannya terhadap gadis itu. Gio benar-benar mencintai Luna. Tapi ia memang serakah. Kepada Dewi juga ia mesra.
Gio masuk ke kamarnya sendiri. Ia masih terkenang Luna. Bukan Dewi. Jujur tak ada Dewi lagi dalam pikirannya saat ini.
Tidur yang nyenyak ya Lun. Mas minta maaf atas kekecewaan ini. Mas telah menyakiti kamu seperti ini. Seandainya kita bertemu sejak lama. Mas sangat mencintai kamu Lun. Demi Tuhan mas sangat mencintai kamu.
Pesan itu segera ia kirimkan kepada Luna. Lama ia menunggu, tak ada Balasan padahal pesan itu telah dibaca.
Mencoba terpejam, namun tidak bisa. Gio membuka pintu rumah. Dengan bertelanjang dada ia keluar. Duduk di teras menatap ke hamparan bintang. Terasa dingin menerpa. Sesuatu terasa menyelimutinya.
Gio mendapati Luna sedang menyampirkan selimut di bahunya. Mengusir dingin yang sempat menyapa.
Gadis itu kemudian bergerak ke sampingnya, ikut duduk di sana juga.
"Mas Gio..." Suara Luna terdengar, memecah keheningan.
"Iya Lun.." sahut Gio lirih.
"Luna... bahagia sekali bisa mengenal Mas Gio. Walau terlambat dan Mas sudah dimiliki oleh orang lain. Mas Gio, seperti angin segar sewaktu Luna sedang patah hati kemarin karena Daniel. Awal bertemu Mas, Luna udah ngerasa ada yang beda di hati. Sampai sejauh ini kita melangkah bersama, Luna sadari sudah jatuh cinta pada Mas. " Luna menghentikan kalimatnya sesaat, menoleh sebentar pada Gio yang sedang menatapnya.
"Luna sadar kok Mas, selama ini orang mengenalku sebagai pribadi yang sombong, angkuh, ingin menang sendiri. Tapi, semenjak mengenal Mas Gio, semuanya berubah. Aku ngerasa jadi orang yang lebih ramah, lebih sabar dan sekarang lebih ikhlas juga." Ia terkekeh sesaat.
"Ikhlas harus melihat lelaki yang aku cintai harus bermesraan dengan perempuan lain lagi. Bahkan rasanya lebih sakit saat ku sadari bahwa akulah orang ketiga itu. Mas Gio, kita bertemu di waktu yang salah. Aku jatuh cinta padamu tidak pada waktunya."
"Lun..." Setiap kata-kata yang Luna lontarkan terasa bagai pisau belati yang sedang menikam jantungnya.
"Mas Gio, izinkan aku merasakan kebersamaan ini untuk terakhir kali, sebagai orang yang mencintaimu. Karena setelah malam ini, kita tidak akan lebih dari ini lagi Mas aku janji. Izinkan aku menikmati ketenangan ini bersamamu, untuk terakhir kali sebelum aku benar-benar melangkah, mencari sosok yang lain yang tidak akan mengkhianatiku lagi. Boleh ya Mas?" Luna menoleh lagi, Gio tidak sanggup mengatakan apapun lagi. Ia hanya membiarkan Luna merebahkan kepalanya di bahunya yang bidang.
"Lun... Mas menyesal. Kalau nanti Tuhan berkenan, Mas hanya ingin memperbaiki segalanya. Mas ingin memilikimu seutuhnya." Gio meraih Luna dalam pelukannya.
"Ya... biarkan saja sekarang kita menjalani takdir kita sendiri ya Mas. Kembalilah padanya, aku mengalah. Kalau memang takdir kita masih bisa berubah nanti, Tuhan pasti punya cara untuk menyatukan kita kembali. Kalau memang tidak, semoga kita bisa sama-sama saling melupakan tanpa harus ada dendam dan benci yang tersisa."
Luruh sudah hati Luna. Airmatanya jatuh beriringan dengan pelukan Gio yang semakin mengerat. Dingin sekali Bandung malam ini. Sedingin kisah dua insan yang tak bisa menyatu. Meski saling mencintai tapi keadaan memaksa mereka untuk berpisah. Keadaan memaksa Luna untuk menyerah akan cintanya. Keadaan memaksa Luna harus mengalah pada takdirnya. Padahal selama ini Luna tidak pernah mengalah pada siapa pun.
Namun kepada Gio dan tunangannya, Luna memilih mundur. Bagi Luna, cinta adalah hal yang sakral, tidak bisa di bagi -bagi. Meski kalau boleh memilih ia ingin egois, meraih Gio dengan mudah untuk memintanya memutuskan Dewi. Namun, Luna tetap saja perempuan, hatinya mengerti rasanya diduakan. Dan ia tidak mau itu terjadi pada Dewi. Biarlah, biar ia saja yang mengalah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
☠☀💦Adnda🌽💫
keren luna, kamu bisa bijaksana dan mau mengalah untuk orang yg dicintai
2022-11-15
1
Riska Wulandari
ikhlasin Lun...jodohmu d tangan author..🤭
Gio ini gmn katanya g ada Dewie lagi d hati tapi kok mesra terus..
2022-06-02
0
Aan Rosita
luna aku padamu
2022-02-28
0