Luna mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan temaram itu dengan tatapan kosong. Tidak ada lagi airmata. Luna sudah lelah menangis, bahkan sebelum ia menemukan Gio dengan perempuan itu ia sudah sering membanjiri matanya dengan airmata. Dan hari ini sempurna sudah remuk redam hatinya.
Luna belum kembali ke Jakarta. Terlalu berbahaya baginya menyetir dalam keadaan kacau. Ia sedang berada di sebuah penginapan sederhana dengan konsep klasik.
Cuaca Bandung saat ini dingin sekali. Sedingin hati Luna kini. Luna menatap makanan yang baru saja diantar oleh pelayan penginapan tanpa selera. Tapi perutnya sakit.
Luna membiarkan saja sakit itu terus mendera. Tak ada Gio yang biasanya mengelus perut itu. Takkan pernah ada lagi tepatnya.
Saat sedang melamun, teleponnya berdering. Satu nama tertera di sana. Adit. Luna juga memeriksa panggilan lain, hampir tiga puluh panggilan tak terjawab dari Gio.
"Iya Dit." sapa Luna setelah mengangkat telepon yang sudah berdering lebih dari tiga kali itu.
"Kamu dimana Lun?" tanya Adit di seberang telepon.
"Aku di Bandung. Kenapa Dit?"
"Enggak, tadi mau ajak kamu jalan. Tapi kamu juga lagi di Bandung."
"Bisa ditunda sampe besok? "
"Beneran kamu bisa jalan sama aku besok?" Suara Adit terdengar sumringah.
"Iya, aku pengen jalan sama kamu." sahut Luna dengan suara dibuat seceria mungkin.
"Oke Lun, besok aku jemput jam berapa?"
"Terserah Adit aja." sahut Luna lagi.
"Oke, Adit jemput Luna jam tujuh malem ya."
Luna mematikan telepon setelah menyetujui jam pertemuan mereka besok malam. Adit. Mungkin Adit jawaban atas semua kejadian hari ini.
Luna menghela nafas berat. Mungkin ia memang harus melupakan Gio dan mulai membuka hati untuk Adit.
Luna mengenang lagi kejadian tadi siang. Saat melihat Gio mencium gadis itu begitu lembut juga penuh perasaan. Ia sekarang mengerti mengapa Gio menggantung hubungan mereka selama ini. Ia tidak boleh marah, mungkin memang ia yang menjadi duri.
Tapi, demi hati yang berulang kali patah, bolehkah ia jujur bahwa ia kecewa. Kecewa pada lelaki yang telah berhasil membuat ia sempurna jatuh cinta.
...****************...
Sementara di rumahnya, Gio duduk menghadap bunda. Ia tertunduk. Ia telah mencari Luna kemana-mana, tapi jejak gadis itu saja tak bisa ia temukan.
"Jujur sama Bunda, kamu sama Nona Luna itu ada hubungan apa?" desak Bunda pada Gio.
"Aku... " Gio menggantung kalimatnya.
"Gio, bunda gak mau ada yang kamu tutupi. Kalau Tuan Rafli tahu, dia pasti kecewa berat sama kamu. Dewi juga sekarang gak mau keluar rumah. Dia mogok makan." ujar bunda lagi penuh sesal.
"Bun, aku juga gak tau ini bisa terjadi. Aku sama Luna saling mencintai. Tapi, Dewi ..."
"Gio... Bunda udah berkali-kali ingatkan kamu. Jangan main hati. Jangan main hati! kamu lihat sekarang, ada dua perempuan yang terluka karena kamu."
Gio menunduk semakin dalam. Ia memang pengecut.
"Cari Luna sampai dapat malam ini. Jangan kembali sebelum Luna kamu bawa pulang ke sini!" Bunda meninggalkan Gio dengan kekecewaan mendalam.
Bunda menarik nafas panjang. Ayah menghampiri istrinya.
"Bun ..." Ayah menyentuh pundak Bunda lembut.
"Bunda kecewa sama Gio." desis Bunda pilu.
"Sudahlah bun, biarkan sekarang Gio menentukan pilihannya."
"Bagaimana dengan Dewi, Yah? Kasihan anak itu. Dewi anak baik, meski tak menampik bunda juga suka pada Luna. Tapi, tetap saja Gio harus tegas." sesal bunda lagi.
"Tenang ya Bun, akhirnya apa yang dulu terjadi pada kita terjadi pula pada Gio."
Bunda mengangkat wajahnya. Ia tersentak, ayah seolah mengingatkan peristiwa dulu saat ayah berselingkuh dengan perempuan lain. Namun, ayah akhirnya memilih bunda, bukan selingkuhannya. Mengenang itu, bunda jadi menyesal sendiri. Mengapa peristiwa kelam yang pernah terjadi pada mereka dulu kini terjadi pula pada Gio.
Sementara di mobil, Gio berpikir keras kemana kiranya Luna pergi. Ia yakin Luna belum kembali ke Jakarta. Dan akhirnya Gio mulai menyusuri satu persatu hotel juga penginapan yang ada di Bandung.
Matanya terbuka lebar saat ia melihat mobil Luna terparkir di sebuah penginapan sederhana. Ia segera keluar dari mobil.
"Mbak, apa ada tamu atas nama Laluna di sini?" tanya Gio cepat pada resepsionist.
"Sebentar Mas, saya periksa ya."
Gio menunggu perempuan yang sedang serius menyusuri log book itu dengan jarinya.
"Ada Mas, kamar nomor 15."
"Saya kesana ya Mbak."ujar Gio cepat.
"Maaf Mas, tapi pasangan bukan suami istri gak boleh satu kamar." cegah Perempuan itu.
"Saya suaminya Mbak, nih." Gio segera menyodorkan foto Gio dan Luna dari galeri ponsel.
Akhirnya resepsionis itu percaya juga.
Dengan langkah tergesa-gesa, Gio segera mencari kamar nomor 15 tempat Luna sedang menginap.
Ia menguatkan hati, saat tiba di depan pintu itu. Gio mengetuk pintu. Beberapa kali ia mengetuk, tidak ada jawaban. Gio tidak menyerah. Sampai akhirnya pintu itu terbuka, dengan Luna yang hanya mengenakan baju tidur tipis.
Luna segera menutup pintu namun Gio dengan cepat menahan, ia mendorong pintu, membuat Luna terdorong. Gio masuk lalu segera mengunci pintu.
"Lun."
"Pergi! ngapain kamu ke sini?!" hardik Luna dengan airmata yang susah payah ia tahan.
"Lun, dengarkan Mas bicara dulu." Gio mendekat, meraih Luna dalam pelukan. Namun Luna memberontak, ia memukul keras dada bidang lelaki itu.
"Pergi Mas. Aku gak mau ketemu kamu lagi." Luna terus memukul dada Gio hingga hampir kehabisan nafas.
Gio terus saja memeluk Luna, membisikkan kata maaf berulang kali.
"Luna... Maafkan Mas." ujar Gio lirih, Luna tidak menjawab. Ia memilih menelungkupkan tubuhnya diatas ranjang.
"Aku maafin Mas Gio. Tapi, setelah ini kita gak perlu ketemu lagi Mas. Kecuali untuk urusan pekerjaanku. Karena papa gak akan pernah mau orang lain yang mengawal selain Mas Gio."
Gio terdiam, ia merasa hatinya luruh saat itu juga. Hancur sudah Luna karena dirinya.
"Lun, maaf menutupi semua ini. Mas dan Dewi memang sudah lama bertunangan. Tapi semenjak Mas mengenal kamu, Mas sadar Mas sudah jatuh cinta. Bahkan perasaan ini tidak sedalam yang Mas rasakan pada Dewi."
Luna menangis pilu mendengarnya. Benar dugaannya, ia lah orang ketiga dalam hubungan Gio dan Dewi.
"Kembalilah padanya, Mas. Kita memang tidak bisa bersama. Aku tidak mau terjebak lagi dalam hubungan terlarang ini. Aku... merelakan Mas untuknya, dan seharusnya memang begitukan?" ujar Luna dengan suara bergetar.
"Lun, tapi Mas sangat mencintai kamu."
Luna beranjak, diberanikan diri menatap Gio yang sama terlukanya dengan dia. Luna mendekatkan wajahnya, mencium bibir Gio lembut. Mencoba merasakan Gio untuk terakhir kali.
Gio membalas, merengkuh Luna dengan sedih dan cinta yang sudah bercampur. Sedalam rengkuhannya, malah terasa semakin dekat dengan perpisahan.
"Aku gak mau jadi orang ketiga. Maafkan Luna mencintai Mas Gio. Cukup sampai di sini Mas, Luna rela Mas Gio tinggalkan mulai malam ini" Luna mengakhiri ciuman panjangnya seiring hatinya yang sudah terjun bebas ke lembah kekecewaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Safa Almira
sedih
2024-07-13
0
Riska Wulandari
cowok pengecut gitu..
2022-06-02
0
Niko Valen
empat jempol buat luna👍👍👍👍jangan jadi pelakor luna, masih banyak cowok yang lebih baik di luaran sana
2021-11-25
1