Gio masuk melalu gerbang belakang dengan mudah, meski sempat banyak bertanya security gerbang belakang akhirnya memuluskan jalan Gio menuju samping rumahnya.
Ia segera membantu Luna masuk ke dalam rumah, membuka lemari dan melihat tidak ada baju selain baju laki-laki miliknya.
"Lun, aku gak punya baju perempuan." Ujar Gio, menoleh pada Luna yang masih memakai jaketnya.
"Yang ini aja Mas." Ia segera menarik satu kemeja putih milik Gio, lalu segera membuka jaket. Tanpa memandang Gio yang masih berada di dalam kamar bersamanya, Luna membuka dress pendek dan ketat itu menyisakan Bra dan celana dalam berwarna merah.
Gio segera memalingkan wajah.
"Kalo mau ganti baju bilang dong Lun. Main buka aja kamu!" Dengus Gio tanpa memandang Luna.
Luna hanya melengos, lalu pergi ke kamar mandi dan segera meraih satu sikat gigi yang belum terpakai. Ia juga membilas wajahnya, hingga make up nya hilang. Wajahnya kini polos natural tanpa make up.
Ia segera kembali, masih menemukan Gio yang sudah duduk di ruang tamu.
"Mas aku pinjam kamar mas dulu ya. Nanti, kalo papa gak percaya, ajak aja papa ke sini." Ujar Luna memberi instruksi. Gio hanya mengangguk patuh lalu segera pergi ke rumah utama.
"Dimana Luna, Gio?" Tanya Tuan Rafli penuh kecemasan.
"Ehmmmm, tadi sore Nona pusing, Tuan. Saya mengantarkan ke rumah sakit dan setelah pulang, Nona istirahat di rumah belakang. Tadi saya lihat dia ketiduran." Jelas Gio setenang mungkin.
Tuan Rafli menarik nafas lega mendengarnya.
"Mana dia Gio? saya mau lihat dan periksa keadaannya."
"Mari Tuan, ikut saya." Gio mengajak Tuan Rafli ke rumah belakang. Saat membuka pintu kamar, mereka melihat Luna sudah meringkuk dibalik selimut dengan kening yang sudah di pasang kompres. Gio mengerutkan dahi, entah dari mana Luna mendapatkan benda itu.
"Dia benar di sini. Saya gak khawatir lagi. Biarkan dia tidur disini, kamu temani dia ya." Pinta Tuan Rafli. Gio hanya mengangguk patuh.
Gio dan Tuan Rafli keluar dari rumah, sepanjang perjalanan menuju rumah utama, Tuan Rafli banyak bercerita mengenai masa kecil Luna, juga tentang mendiang istrinya.
"Istri saya meninggal empat tahun yang lalu. Tepat satu tahun Luna berada di Amerika. sebelum meninggal, Istri saya berpesan untuk menjaga Luna dengan baik, dan memastikan anak itu tidak salah jalan. Tidak nakal, tidak berulah. Tapi, laporan yang saya terima dari orang saya di Amerika, Luna sangat liar ketika berada di sana. Jadi sekarang saatnya saya memperbaiki dia, mumpung dia sudah kembali ke Indonesia. Dan, saya percaya kamu bisa membantu saya." Tuan Rafli menepuk pundak Gio perlahan.
Gio hanya terdiam. Kebohongannya malam ini, serasa mengkhianati Tuannya yang baik hati itu. Tapi, Gio juga tidak mau nanti Tuan Rafli dan Luna bertengkar jika tau yang sebenarnya. Jadi untuk kali ini, ia membiarkan saja gadis keras kepala itu mengatur skenario.
"Saya kembali ke dalam ya, kamu juga kembali ke rumah ya, temani Luna." Perintah Tuan Rafli lagi. Gio melepas kepergian Tuan besar itu dengan hati yang masih diliputi rasa bersalah.
Saat ia kembali ke rumah, ia melihat Luna sudah tertidur. Ia segera mendekati gadis itu, melepas kompres palsu lalu meletakkannya diatas meja kecil dekat ranjang.
"Mas Gio.." Gumam Luna lirih.
"Belum tidur kamu? Tidur sana, rencana kamu sukses." Rutuk Gio kesal.
"Mas Gio ngambek ya?" Goda Luna lalu duduk dari tidurnya. Gio membuang muka lagi, kala tiga kancing kemeja itu terbuka, memperlihatkan dua gunung kembar dengan tato disana.
"Gak. Aku tidur di luar ya Lun. Kalo kamu perlu apa pun, panggil aja aku." Gio beranjak, hendak berbalik. Namun, Luna menahan langkahnya.
Ia memeluk kedua paha Gio, takut ditinggalkan.
"Disini aja Mas, aku... gak mau kamu tinggalin lagi." Gumam Luna lirih, entah mengapa ia merasa rindu sekali, setelah hampir satu minggu tidak melihat Gio.
Gio kembali duduk di tepi ranjang. Ia menatap Luna lama. Ada perasaan berkecamuk di dalam dadanya.
"Lun.. Mas.." Ujar keduanya bersamaan.
"Mas Gio.." Luna bergumam lirih, tatapannya teduh. Gio terbius oleh suasana ini. Apalagi setelah itu hujan turun dengan derasnya, disertai kilat dan guntur yang menggelegar.
Gio tak bisa menampik pesona gadis ini. Setelah hampir tiga bulan mereka saling mengenal, ada hal yang tidak biasa dalam hati keduanya. Namun, Gio berusaha mengenyahkan semua perasaan yang ada. Lagipula, ia sudah punya Dewi.
Namun malam ini, ia seolah melanggar janjinya sendiri. Kala bibirnya dan bibir Luna mulai bertaut, ciuman lembut dan mulai menuntut membuat keduanya jadi terhanyut.
Bahkan tanpa sadar Gio mulai membuka kemeja gadis itu. Membuatnya setengah terbuka. Saat itulah Gio tersadar, ia segera beranjak dari tubuh molek yang sudah pasrah itu.
Luna menatap Gio sendu.
"Mas.."
"Lun, maaf, gak seharusnya aku lancang." Gio segera membenahi kemeja itu. Lalu membimbing Luna untuk tidur dengan segera menyelimutinya.
"Mas, aku menginginkanmu." Gumam Luna lirih, hampir tak terdengar.
Gio menggeleng, ia segera duduk di tepi ranjang lagi, memandang Luna sebentar, memejamkan mata lalu menarik nafas panjang.
"Lun, aku cuma pengawal kamu. Aku udah lancang tadi, aku minta maaf." Ia membelai rambut Luna penuh perhatian. Membuat Luna merasa di sayang.
Luna benar-benar menginginkan Gio tadi. Ia bisa merasakan debaran jantungnya yang tak beraturan saat Gio mencium bibirnya.
"Aku tidur di sana ya. Kamu juga tidur." Gio beranjak, menuju sofa di dalam kamar itu.
Luna hanya menatap bayang Gio yang semakin menjauh dari ranjangnya. Luna mencoba memejamkan mata. Ia tidak tahu mengapa bisa merasakan perasaan ini pada Gio.
"Mas Gio.."
Gio kembali tersentak, saat menyadari Luna telah berdiri di dekat sofa, tempat ia berbaring sekarang. Padahal, tadi matanya sudah terpejam.
"Lun, ayo tidur. Kembalilah ke ranjang." Ujar Gio lembut juga lelah. Ia tidak ingin membiarkan perasaan ini bersemayam.
"Aku mau dipeluk Mas Gio." Ujar Luna lirih, matanya tampak berkaca-kaca. Gio bisa melihat itu, walau dalam gelap sekalipun.
Gio jadi bingung lagi, ia benar tidak tega melihat Luna mengiba seperti ini.
"Kemari lah, Mas peluk ya." Akhirnya Gio merentangkan tangan dengan posisi masih berbaring di sofa.
Luna masuk ke dalam rengkuhan Gio, Ia merasa tenang dalam pelukan lelaki itu. Hanya pelukan saja dari Gio, Luna sudah sangat bahagia.
Semalaman mereka tidur dalam posisi Luna berada dalam pelukan Gio. Gio tidak mampu menahan debaran jantungnya yang sudah bertalu-talu. Begitu juga Luna, ia sudah tidak bisa menjabarkan lagi perasaan ini. Cukup saling merasakan, mereka sebenarnya sudah tau apa namanya perasaan mereka itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
TERNYATA DEWI DIKAMPUNG JUGA SELINGKUH, KRN JARANG DI JENGUK GIO, JDI DEWI KSEPIAN...😁😁😁😁😁
2023-01-11
0
☠☀💦Adnda🌽💫
waduw gio selingkuh y 🤭🤭🤭
2022-11-15
0
itin
kenapa sama daniel jaga diri sama gio malah? pasrahkan diri kasihan dewi mas gio tergoda karna godaan dari anak pak rafli 😂
2021-07-27
0