Hari ini tepat dua bulan Gio menjadi ajudan pribadi untuk Nona Laluna. Luna kini disibukkan dengan jadwal syuting film juga menjadi bintang iklan dari produk-produk laris. Selain Gio, ada satu orang perempuan yang kerap menemaninya.
Mbak Vinta, asisten make up artis yang direkrut Luna. Wanita berbadan gempal itu dengan senang hati menjadi asisten Laluna karena meskipun pendatang baru di industri film, Luna sudah cukup terkenal. Banyak tawaran menjadi pemain utama untuknya dari para produser.
"Lun, aku kok gak liat Gio udah hampir satu minggu." Mbak Vinta berkata sambil membubuhkan make up di wajah cantik Luna.
"Mas Gio pulang kampung, Mbak Vinta. Kenapa? kangen ya sama Mas ku?" Goda Luna pada Vinta.
"Aku maunya sih kangen Lun, tapi kayaknya yang lebih kangen kamu deh." Luna mendelik menatap Vinta yang juga balas menggodanya.
"Ih siapa yang kangen. Aku malah sebel kalo ada mas Gio. Aku jadi gak bisa kemana-mana. Gak bisa dugem, gak bisa jalan-jalan sama cowok." Elak Luna.
"Oh ya, tapi kemarin mbak dengar ada yang ngigo, nyebut mas Gio berulang kali." Mbak Vinta terkekeh. Luna membelalakkan mata.
"Gak mungkin!" Luna menekan kata-katanya.
Mbak Vinta hanya mengangkat bahu sembari terus merias wajah Luna. Ia sudah nampak cantik sekali.
Saat Vinta sedang sibuk merias wajahnya, Luna jadi melamun. Benar yang Vinta katakan, Luna memang agak kesepian saat tak ada Gio. Tak ada yang melarangnya ini itu.
Luna juga kini jadi lebih akrab dengan ajudan nya itu. Ia kerap memanggil Gio dengan sebutan "mas ku". Meski mereka juga kerap kali bertegang urat. Namun, tanpa Gio di sisinya, Luna jadi seperti kehilangan.
"Lun.." Vinta mengibas-ngibaskan tangan di depan gadis itu setelah beberapa kali memanggil namun Luna tidak merespon.
"Iya Mbak, udah ya?" Tanya Luna gelagapan.
"Udah Lun, udah sana kamu udah ditungguin buat pemotretan." Mbak Vinta membantu Luna berdiri.
Luna mulai sibuk pemotretan. Partner modelnya hari ini seorang pria berkebangsaan Turki. Mereka berpose mesra seperti sepasang kekasih dengan saling menunjukkan baju yang sedang mereka kenakan sebagai brand pemotretan kali ini.
"Besok jadwal aku apa ya Mbak?" Tanya Luna setelah selesai melakukan pemotretan.
"Besok cuma stripping aja sih Lun. Abis itu kamu free."
"Waah aku bisa dugem mbak, mumpung gak ada Mas Gio. Papa juga besok pergi ke luar kota." Luna tampak berbinar-binar.
"Ati-ati kamu Lun, kalo Gio pulang mendadak, bahaya." Mbak Vinta memperingatkan.
"Gak bakal mbak, tenang aja." Sahut Luna santai. Ia sudah membayangkan betapa menyenangkannya esok hari.
...****************...
Dan keesokan malamnya, Luna benar-benar pergi ke salah satu club malam terkenal yang ada di Jakarta. Selama dua bulan dengan Gio menjadi pengawal, Luna seperti burung dalam sangkar. Dalam arti, ia masih bisa bekerja sebagai model atau bintang film tapi untuk pergi ke club malam atau ngumpul gak jelas kayak dulu jangan harap ia bisa.
Semua gerak geriknya dibayang-bayangi oleh Gio, ajudan pribadi kepercayaan papa. Namun, satu minggu yang lalu Gio minta izin pada papa untuk pulang ke Bandung, kangen keluarga katanya.
Luna senang, walaupun ia sempat menunjukkan wajah seperti tidak rela ditinggal ajudannya itu. Ia ingat percakapan mereka satu minggu yang lalu, saat pagi buta Gio mengetuk pintu kamarnya. Dengan Luna yang masih terkantuk membuka pintu untuk lelaki itu.
"Masuk Mas." Ujar Luna sambil mengusap matanya. Ia kembali ke ranjang, tertelungkup bersiap mendengarkan.
"Aku pulang kampung Lun, tadi udah izin sama Papa mu." Ujar Gio sambil duduk di kursi meja rias Luna yang berhadapan dengan ranjang luas itu.
Gio juga sudah memanggil Luna dengan sebutan nama sebab Luna sendiri risih dengan panggilan Nona yang kerap Gio gunakan ketika berbicara dengannya.
"Berapa lama Mas?" Tanya Luna masih dengan kepala tertelungkup.
"Satu minggu kurang lebih."
"Hmmmm ya udah, hati-hati. Aku ada mbak Vinta juga kok yang nemenin." Sahut Luna tanpa mengangkat wajahnya yang masih terbenam diantara ranjang dan selimut.
"Kamu jangan macem-macem ya. Jangan kemana-mana kecuali syuting." Timpal Gio mengingatkan.
"Iya. Bawel banget Mas Gio!" Rutuk Luna .
Dan di sinilah sekarang Laluna. Asik bergoyang bersama teman-temannya sesama model. Di tangannya terselip rokok. Kalau papa dan Gio tahu gadis itu mungkin akan jadi burung di dalam sangkar betulan.
"Lun, gila ya udah dua bulan ngajakin lo kayak gini, baru sekarang lo bisa!" Ujar gadis dengan tanktop seksi sambil setengah berteriak.
"Iya nih, susah banget. Mas Gio gak kasih izin gue dugem. Sialan banget." Umpat Luna yang sudah setengah mabuk.
"Udah sekarang mumpung gak ada pengawal lo itu, kita nikmatin malam panjang ini. Cheerrrsssss!"
Mereka mengangkat gelas lalu saling menyatukannya. Luna benar-benar larut dalam suasana berbahaya itu. Luna sendiri masih asyik bergoyang. Ia mulai lupa daratan. Berkali-kali teleponnya berdering tak ia hiraukan.
"Gila, gue udah lama banget rasanya gak kayak gini. Malam ini gue bebas!" Luna berteriak kegirangan. Mengangkat gelas, menuang minuman, bergerak mengikuti irama musik yang menghentak.
Sampau akhirnya, Luna merasa ada yang merengkuh dirinya yang sudah setengah mabuk. Ada seseorang yang menarik dirinya, setengah menyeret lebih tepatnya.
Luna berontak, berteriak sekuat mungkin . Ia belum tahu siapa yang telah menyeretnya hingga masuk ke dalam mobil, dan saat ia menoleh setelah mulai mendapatkan kesadaran, Luna terbelalak. Gio sudah memandangnya dengan dingin tanpa senyum sama sekali.
Lebih bergetar tubuhnya saat Gio mulai mendekat dan menarik dress kembennya yang sudah melorot hingga ke pinggang. Luna bahkan tak sadar ia hampir tidak mengenakan pakaian!
Gio memalingkan wajah, dengan hati-hati ditariknya baju gadis itu ke atas. Lalu dilepaskannya jaket yang ia pakai untuk menutupi tubuh gadis itu.
"Kamu emang susah dibilangin, Lun." Ujar Gio geram. Luna yang awalnya terdiam tiba-tiba menatap Gio dengan rahang mengeras.
"Kenapa pulang gak kasih kabar?!" Pekik Luna sambil bersidekap seperti biasa.
"Biar kamu bisa bebas keluar gitu? biar kamu bisa cari celah waktu aku lengah?" Tanya Gio telak.
"Aku benci sama kamu!" Dengus Luna penuh kemarahan.
"Terserah, aku lakuin ini juga karena aku menghormati Tuan Rafli. Kamu gak seharusnya begini, kalo papa kamu tahu dia bisa kecewa." Balas Gio datar, matanya fokus ke depan, memegang setir.
"Iya kalo kamu bilang sama papa!"
"Lun, kamu harusnya sadar kenapa papa kamu keras sama kamu. Dan tolonglah, mengerti Lun, aku gak mau papa kamu kecewa juga sama aku karena gak becus jagain kamu." Keluh Gio penuh sesal..
Luna menoleh, sebenarnya ia juga merasa sangat bersalah. Tapi, ia masih enggan untuk meminta maaf pada pengawalnya itu.
"Papa kamu kirim pesan. Sekarang dia di rumah. Cariin kamu, aku mesti jawab apa?"
"Papa di luar kota Mas! dan mas bukannya masih di Bandung harusnya!" Balas Luna kesal.
"Tuan Rafli gak jadi ke luar kota, besok dia pergi. Dan aku buru-buru pulang karena kepikiran kamu. Dan dugaan ku benar, kamu memang berulah!"
"Mas... gimana kalo papa tahu aku dalam keadaan kayak gini. Bau alkohol. Bau rokok." Luna meremas tangannya yang sudah panas dingin.
"Aku juga bingung Lun, mesti gimana."
"Aku punya ide mas, dan mas harus setuju."
Luna membisikkan kalimat demi kalimat ke telinga Gio. Bisa Gio rasakan harum tubuh gadis itu, membuat sesuatu berdesir. Gio segera menepis semua fantasi liar yang seketika merayap ke dalam otaknya.
"Kamu udah gila? nanti Tuan Rafli ngira aku ngapa-ngapain kamu!" Pekik Gio putus asa.
"Percaya deh Mas, semua bakal baik-baik aja."
Luna menatap penuh harap kearah Gio. Gio hanya bisa menggaruk kepalanya lalu mengangguk terpaksa mendengar rencana gadis itu.
Dan Gio memulainya dengan masuk melalui gerbang belakang rumah yang dijaga security.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
M̰ṵt̰ḭ ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
❤️❤️❤️
2021-09-30
0
Fatma ismail
pdhl gio lagi kangen2an ama pacr, eh
2021-03-17
0
anggrymom
hemmm, jd penasaran ap rencananya
2021-03-14
0