Mungkin kalau Tuhan berkenan,
Aku hanya ingin mengulang waktu
Dimana cinta tidak perlu tumbuh
Dimana tak ada aku juga kamu
Taukah, tersenyum saat hati dikecewakan?
Rasanya seperti sedang menikam diri sendiri.
...****************...
Mengalah pada Takdir? atau lebih tepatnya pasrah pada keadaan. Mungkin, di antara banyaknya teguran, teguran kali ini adalah yang paling sakit yang pernah Luna rasakan.
Laluna Bachtiar, dari sekian banyak pria yang menggilainya, membayangkan Laluna di setiap tidur malam mereka, mengharapkan cinta mereka disambut oleh Luna, nyatanya tak mampu mengalahkan pesona seorang lelaki bernama Giovanni Halim.
Sang supir sekaligus ajudan pribadi kepercayaan ayahnya. Gio, telah membuat Luna jatuh cinta teramat dalam dan juga kecewa yang sama dalamnya. Luna yang pernah hampir kehilangan kesuciannya jika Gio tak mampu melawan hasrat. Ia bersyukur, masih memiliki itu sampai hari ini.
Di ujung jalan sepi, masih di Bandung Luna berhenti. Ia berdiri bersandar di pinggir mobil. Matanya menengadah ke langit. Hatinya bergemuruh, jiwanya bergejolak. Mencoba bertanya pada langit atas ketidakadilan yang ia terima hari ini.
"Aaaaaaarrrrrrgghhhhhhh." teriak Luna sekeras mungkin di pinggir jalan sepi itu.
"Kenapa Tuhan? kenapa aku harus mencintai Mas Gio? kenapa juga aku harus kehilangan dia? Kenapa ini harus terjadi padaku?" raung Luna dengan air mata yang sudah merebak.
"Adilkah ini Tuhan? Aku sudah jadi anak baik. Aku ... aku cuma minta Mas Gio. Tapi, kenyataannya berlawanan. Aku harus merelakannya bersama wanita yang memang sudah lebih dulu mendapatkan cintanya. Tuhan, buatlah aku membencinya! Agar hilang rasa ini. Agar tenang hati ini. Dan Tuhan... meski aku kecewa, tolong berilah Mas Gio kebahagiaan meski tak lagi bersamaku."
Pada akhirnya, sekeras apa pun Luna mencoba untuk melawan, memaki, namun hatinya tetap saja mendoakan yang terbaik bagi lelaki yang ia cintai itu.
Luna berjalan meraih sesuatu dari dalam dompetnya. Sebuah fotonya dan Gio yang sedang tersenyum. Airmata Luna kembali menetes mengenai permukaan foto.
"Selamat tinggal Mas Gio, selamat berbahagia dengannya. Semoga hatiku bisa cepat sembuh, bersiap menyambut cinta yang baru." Luna mencium wajah Gio dalam foto itu kemudian dengan perlahan tapi pasti ia merobek foto itu hingga menjadi serpihan kecil. Melayang di udara, kemudian terhempas jatuh ke tanah.
Luna berjalan gontai menuju mobilnya lagi. Dilajukan kembali deru mesin mobil menuju Jakarta. Tempat yang Luna pastikan tak akan lama lagi ia diami. Sebab Luna tak mau terus-terusan dihantui cinta yang semakin tumbuh dari hari ke hari. Sebab Luna ingin memberi kesempatan pada dirinya sendiri untuk menata hati.
Tidak di Jakarta. Dimana setiap sudutnya selalu ada kenangan antara mereka berdua.
...****************...
Papa menyambut Luna hangat saat ia tiba di rumah. Anak gadisnya nampak cantik seperti biasa. Make up mampu menyembunyikan matanya yang sembab.
"Cepat banget pulangnya?" tanya papa setelah lelaki itu melepaskan pelukannya.
"Iya Pa, Luna ada syuting besok, jadi gak mau nanti buru-buru." sahut Luna beralasan.
"Mas mu belum balik?"
"Ehmmm besok pa." jawab Luna singkat.
"Ya sudah, istirahat sana. Nanti papa minta Bibi antarkan makanan ke kamar ya."
"Gak usah pa, Luna tar malem ada janji mau dinner bareng teman." sergah Luna.
"Tapi Mas mu gak ada Lun, siapa nanti yang jagain kamu." ujar Papa sedikit tidak rela.
"Teman Luna anak baik kok Pa. Lawan main Luna di film."
Papa menghela nafas berat.
"Ya sudah, tapi hati-hati ya, Papa khawatir kamu keluar selain sama Mas mu."
"Makasih ya Pa, percaya Luna ya." Gadis itu mencium pipi papa sekilas.
Papa hanya mengangguk dan tertawa menanggapi tingkah putrinya yang manja itu.
Luna menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Ia mengelus tato Hakuna Matata di atas dadanya. Dulu, Gio suka sekali mengecupnya.
"Jangan khawatir, semua masalah akan ada jalan keluarnya." gumamnya lirih berusaha mengartikan makna simbol itu.
Dering ponselnya berbunyi, Luna segera melihat siapa yang meneleponnya. Adit. Luna memaksa seulas senyum sebelum menerima panggilan itu.
"Malem juga Dit." balas Luna saat ia telah menerima panggilan telepon itu.
"Jadi kan jalan bareng aku malam ini?" Tanya Adit penuh harap.
"Jadi kok, Luna udah di rumah nih." Sahut Lun sumringah.
"Nanti aku jemput ya. Gak sabar mau ketemu kamu." Kata Adit bahagia.
"Iya, aku juga." Sahut Luna pelan.
"Bye Lun."
Luna melempar lagi ponselnya ke sembarang. Ia masih betah telentang di atas ranjangnya. Luna menatap sekeliling, kamar ini sering menjadi saksi bisu saat Gio dan ia menghabiskan waktu saling menghangatkan.
Teringat itu, jantung Luna kembali berdetak lebih cepat. Darahnya berdesir. Betapa ia membutuhkan Gio lebih dari apapun. Namun, kini semuanya telah berbeda. Luna harus bisa menerima semua itu.
"Mas Gio..."
Ingatan Luna melayang. Saat malam dingin, ketika Jakarta disapa hujan. Gio menemani Luna di dalam kamarnya. Lelaki itu telah mencumbu dirinya sejak entah sudah berapa lama.
Saat itu juga Luna rasanya sudah tidak tahan. Meminta Gio segera memasukinya, Luna ingin menyerahkan hal yang paling berharga itu untuk Gio. Namun, lagi-lagi Gio menolak.
"Jangan Lun, Mas sayang sama kamu, tapi mas gak mau ngambil yang bukan hak mas. Hanya suami kamu yang berhak atas ini." ujar Gio sambil menenangkan Luna yang sudah terbakar gairah dewasanya.
"Make love, Mas. Please ..." pinta Luna lirih. Matanya sendu, kilatan gairahnya memancar membuat Gio juga harus mati-matian menahan hasrat yang menjalar dari area bawah tubuhnya.
"Tidak Lun, tahanlah Sayang." Gio memeluk Luna erat, mengusap punggung gadis yang terpancing gairah itu lembut.
Perlahan Luna mulai bisa menguasai diri. Ia meletakkan telapak tangannya di pipi Gio, mengusap wajah lelaki itu penuh kasih.
"Makasih Mas." Luna menunduk malu. Entah sudah keberapa kali ia meminta Gio untuk bercinta dengannya. Namun lelaki itu selalu berhasil mengendalikan diri, padahal Luna tahu, Gio juga harus berjuang keras melawan nafsunya sendiri.
Terkenang itu membuat Luna jadi bertanya-tanya apa Gio juga tidak melakukannya bersama Dewi? Luna memejamkan mata, berusaha menghilangkan segala prasangka.
Lebih baik ia mandi, bersiap mempercantik diri untuk menyambut Adit beberapa jam lagi.
...****************...
Luna dan Adit telah berada di sebuah restoran. Malam ini, suasana romantis nampak melingkupi keduanya. Luna tetap saja cantik dengan rambut yang kini ia kuncir kuda, dress selutut nya berwarna cerah.
Ada beberapa media yang tak sengaja mengambil foto mereka. Luna tak peduli, ia membiarkan para paparazi membidikkan kamera.
"Suka gak Lun?" tanya Adit yang sangat tampan dengan kemeja santai yang membentuk tubuh atletisnya.
"Suka, makasih ya." Luna menyunggingkan senyum.
"Ehmmmmm, Lun, ada yang mau aku omongin sama kamu." ujar Adit gugup.
"Mau ngomong apa Dit?" tanya Luna sembari menghisap minumannya.
"Lun, aku suka sama kamu. "
Deg.
Luna terdiam, tidak mampu menjawab. Ia baru saja patah hati. Belum siap menerima lelaki baru secepat ini. Luna menatap Adit pias kala wajah yang penuh harap itu berganti menjadi wajah Gio dalam bayangannya yang mulai kabur. Luna limbung ditempatnya duduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Riska Wulandari
sembuhkan hati dulu lah jangan cinta2an dulu..
2022-06-02
0
Wullan Cahyo
sumpah Thor nangis beneran aku 😭😭😭 berasa kek aku yg di lukai
2021-12-25
0
Oerifah Rifah
novel pertama yg membuatku.bergetar
2021-05-25
0