Luna berjinjit pelan, mendekati papa yang sedang asyik membaca koran.
"Papaaa...!" pekik gadis itu sembari mengalungkan lengannya ke leher papa dari belakang. Papa sampai berjingkat karena terkejut.
"Luna, ngagetin aja. Untung papa gak punya penyakit jantung." Papa mengelus dada sembari melipat koran yang tadi ia baca.
"Abis papa serius banget sih. Oh iya papa gak ngantor?" tanya Luna sambil melepaskan lengannya dari leher papa. Ia berjalan memutar lalu duduk di sofa di samping papa.
"Gak sayang, papa lagi pengen istirahat. Kamu juga gak ada syuting hari ini?" Papa balik tanya sambil membelai lembut rambut anak gadisnya.
"Aku juga free, pa. Papa, boleh Luna tanya satu hal?"
Papa memandang putrinya yang nampak serius itu lalu mengangguk.
"Kenapa papa gak menikah lagi? Luna gak masalah kok, Luna gak mau papa kesepian, papa juga harus ada yang urus." ujar Luna, jemarinya meraih jemari papa lembut.
Papa menarik nafas panjang mendapat pertanyaan itu. Pertanyaan yang hampir sering ia dengar bukan hanya dari Luna.
"Papa tidak bisa Lun. Papa sudah memegang janji untuk menikah hanya sekali seumur hidup."
Luna menatap papa dengan pandangan berkaca-kaca. Ada sedih dalam hatinya. Tak seharusnya papa bertahan dalam rasa sepi seperti ini. Bagaimana pun papa masih berhak untuk merasakan kebahagiaan meski tidak lagi bersama mama. Lagipula, mereka berpisah karena mama meninggal. Sudah takdir.
"Pa... Luna tidak mau memaksa, tapi kalau ada perempuan yang tulus sama papa nanti, menikahlah. Papa masih berhak untuk bahagia." Luna merengkuh pundak papa yang masih kokoh di usianya yang sudah tidak muda lagi.
Papa tidak menjawab, hanya tersenyum menanggapi anak gadisnya itu.
"Mas mu mana Lun?" tanya papa kemudian. Luna mengernyitkan dahi, ia juga tidak tahu dimana Gio sedang berada saat ini.
"Gak tau Pa, Mas Gio sekarang suka ngilang, mentang-mentang Luna sekarang lagi free gak ada syuting." balas Luna sedikit kesal.
Luna sendiri memang tidak tahu dimana Gio kini berada. Lelaki itu seolah menjauh darinya. Sengaja menghindari dirinya. Bahkan Luna pernah beberapa kali pergi ke rumah belakang, Gio tidak ada dan ia mengunci pintunya. Hal yang baru-baru ini menjadi kebiasaan lelaki itu.
Luna sebenarnya tidak mau ambil pusing. Tapi, mau tidak mau ia jadi kepikiran juga. Ia teringat percakapannya dengan Gio beberapa minggu yang lalu saat ia baru saja selesai pemotretan.
"Mas Gio, besok jadwal aku gak ada." ujar Luna, ia berharap Gio akan mengajaknya ke Bandung.
"Iya Lun, kamu jadi bisa istirahat." sahut Gio ringan tidak peduli pada Luna yang menatapnya kesal.
"Bukan itu maksud aku Mas!" sergah Luna cepat, ia kesal pada Gio yang tidak peka.
"Terus apa Lun? bener kan, kamu free, bisa istirahat. Mas juga bisa istirahat."
"Mas Gio emang nyebelin." sahut Luna setengah berteriak. Gio hanya diam di tempatnya.
Sudah. Tak ada lagi yang mereka bicarakan setelah itu. Gio juga tidak pernah terlihat lagi batang hidungnya.
"Mas mu pulang ke Bandung, Lun." Suara Papa menyadarkan Luna sepenuhnya. Ia menoleh pada papa yang menunjukkan pesan singkat Gio yang memberi tahu keberadaannya lewat ponsel.
"Mas Gio gak pernah ajak Luna ke sana. Padahal dia udah sering janji." ujar Luna geram.
"Susul aja kalo kamu mau ke sana. Papa tahu kok alamatnya. Papa pernah ke sana dulu bareng Mas mu." sahut papa menenangkan.
Wajah Luna mendadak sumringah. Ia antusias sekali mendengar berita ini.
"Mau, Pa. Luna nyetir sendiri aja deh." sahut Luna senang. Papa hanya tertawa kecil melihat tingkah putrinya itu.
"Ya udah, hati-hati ya. Papa telepon Mas mu dulu kalo gitu."
"Jangan Pa, Luna mau kasih kejutan." sergah Luna cepat, menghentikan niat papa.
Akhirnya setelah mengganti baju, berbekal alamat yang diberikan lelaki paruh baya itu, Luna mantap pergi ke Bandung hari itu juga.
...****************...
Perjalanan Luna ke Bandung diiringi alunan musik merdu. Ia tidak sabar ingin segera tiba di rumah Gio secepatnya. Karena hatinya yang riang itu perjalanan ke Bandung pun terasa lebih cepat. Luna sampai di alamat yang diberikan papa. Ia segera menepikan mobil.
Ia menatap rumah yang dipenuhi dengan tanaman bunga bugenvil itu dengan takjub. Pemandangan di sekitar rumah itu begitu sejuk. Hijau juga penuh bunga warna warni.
"Permisi." Luna memanggil si empunya rumah. Seorang wanita anggun keluar dari dalam, ia menatap Luna ramah.
"Siapa ya?" tanyanya ramah.
"Luna, bu. Anaknya Pak Rafli." sahut Luna sopan.
Wanita itu tercengang, lalu senyum bahagia menghiasi wajahnya. Ia segera memeluk Luna hangat.
"Ya allah gusti, cantik sekali anak Tuan Rafli." ujar Wanita itu sembari melepas pelukannya.
"Iya Bu, maaf ya Luna ke sini gak bilang." sahut Luna setelah ia duduk bersama Ibunda Gio di ruang tamu.
"Ibu yang minta maaf loh Non, gak tau Non ke sini jadi gak sempat masak istimewa."
"Gak papa Bu, ehmmm oh iya, Luna mau ketemu Mas Gio, Mas Gio dimana ya Bu?" tanya Luna langsung. Wanita itu tersenyum.
"Gio biasanya suka duduk santai di dekat air terjun gak jauh dari sini. Non mau ke sana?"
"Mau Bu, Luna bisa minta petunjuk jalannya bu?"
Wanita itu kemudian menunjuk jalan yang tidak terlalu jauh. Tadinya ia ingin mengantarkan Luna, tapi Luna menolak. Jadilah saat ini dengan langkah riang, Luna melangkah mengikuti petunjuk Ibunda Gio.
Suara gemuruh air terjun samar-samar mulai terdengar. Luna semakin merasa berdebar di jantungnya. Tak sabar rasanya ingin segera menemukan Gio. Ia rindu sekali.
Saat suara gemuruh air terjun itu semakin terdengar jelas. Terdengar pula suara lelaki yang ia rindukan. Sedang tertawa riang dan suara itu tidak sendiri. Luna tercekat. Mendengar suara Gio dan perempuan yang beradu bersama air terjun.
Luna menguatkan langkah, bayangan kejadian di Amerika saat ia memergoki Daniel bersama sahabatnya seolah kembali ke ingatan.
Di pijakan terakhir, Luna sedikit mengerahkan tenaganya, sebab ia harus melompat ke batu yang agak tinggi. Saat ini ia hanya memakai rok jeans pendek seperti biasanya. Sedikit susah ia menapaki terjalnya jalan.
Dan saat ia telah mencapai puncak batu, Luna merasakan panas menjalar di matanya. Luna melihat Gio bersama seorang wanita, setengah tubuh mereka terendam air. Mereka berpagutan mesra. Luna menahan tubuhnya agar tidak limbung.
"Mas Gio...." Air mata Luna merebak. Hatinya serasa ditikam sembilu. Ia menutup mulutnya tak percaya.
Gio dan perempuan itu tersentak. Secepat mungkin Gio melepaskan rengkuhannya pada Dewi. Mengejar Luna yang sedang bersusah payah turun ke bawah dan segera berlari.
Luna menangis sepanjang perjalanan menuju rumah bunda. Dewi berteriak mengejar Gio yang sedang mengejar Luna. Luna jatuh terduduk, di hadapan bunda ia menangis. Bunda memeluk Luna.
"Bu... Luna pulang ya." ujar Luna lirih setelah memeluk erat Bunda Gio. Entah mengapa Bunda seolah bisa merasakan sedih itu. Ia tidak bisa mencegah kepergian Luna yang baru saja tiba.
Sementara Gio secepat mungkin mengganti bajunya yang basah. Meraih kunci mobil mengejar Luna yang sudah melaju dengan kecepatan yang entah berapa.
Jangan lagi rindu.. Batin Luna menangis pilu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
☠☀💦Adnda🌽💫
kenapa gio jd serakah gitu... aturan terus terang aj pilih salah satu 🤦♀️🤦♀️🤦♀️
2022-11-15
0
Riska Wulandari
Ketangengan kali si Gio..sosor kanan kiri..
2022-06-02
0
Aan Rosita
ko gwe nyesek 😭
2022-02-28
0